08.

16.7K 669 11
                                    

"Bismillahirrahmanirrahim, saudara Abyasa Asmaralaya Handaru bin almarhum Harun Wibowo. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau kepada putri saya Aruna Haira Nisdharya binti Heru Wicaksono dengan mas kawin dan seperangkat alat sholat di bayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Aruna Haira Nisdharya binti Heru Wicaksono dengan mas kawin tersebut tunai."

Semua orang yang menyaksikan ijab kabul serempak bilang sah dan alhamdulillah. Kemudian kami sama-sama berdoa. Beberapa kali aku meneteskan air mata, masih tidak percaya kalau hari ini bahkan detik ini aku sudah sah menjadi istri seorang Abyasa.

Kulihat bang Iyas sesekali menghapus air mata disudut matanya. Kami diberi nasehat-nasehat agar rumah tangga kami kelak menjadi keluarga yang samawa. Setelah itu kami berdua menandatangai buku nikah, buku yang diidam-idamkan banyak orang.

Aku mencium punggung tangan bang Iyas, sebagai bentuk hormat istri kepada suami. Kemudian bang Iyas mencium keningku, rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu didalam perutku. Jantungpun ikut dag dig dug tak menentu. Jangan sampai aku kena serangan jantung selepas ini. Kan malu ntar kalau masuk koran dengan judul 'Seorang istri dikabarkan terkena serangan jantung setelah dicium suaminya paska akad nikah'.

Resepsi langsung dilaksanakan malam harinya di kediaman orang tuaku. Aku dan bang Iyas sedang duduk di kursi pelamaninan, sesekali berdiri jika ada tamu undangan yang ingin mengucapkan selamat dan foto bareng. Serasa jadi artis aku bah. Aku memijit-mijit betisku, tidak biasa pakai heels. Mangkanya waktu jalan ke pelaminan aku pegangan terus sama bang Iyas.

"Capek ya?" Tanyanya.

"Iya bang, masih lama ga sih? Mukaku udah gatel-gatel minta di cuci nih, kaki juga udah pegel-pegel."

Bang Iyas tersenyum. "Sabar Aruna, sebentar lagi. Masih banyak tamu yang datang. Dilepas aja kalau udah ga tahan. Lagian ga kelihatan juga kok." Aku melepas heels sialan itu, emang iya sih mau pakai atau enggak juga ga kelihatan karena gaun yang ku kenakan sangat panjang menjuntai.

Aku memakai gaun panjang warna putih tulang, sedangkan bang Iyas memakai stelan tuxedo warna hitam. Sangat pas di badannya, duh gantengnya nambah.

"Sebelum nikah sama aku, emang bang Iyas ga punya pacar apa? pasti punya kan?" Pertanyaan ini yang selalu ingin aku tanyakan sama Bang Iyas.

"Boleh ga aku minta kamu manggil aku Mas aja."

"Mas Iyas?" Bang Iyas menggeleng.

"Mas Aby." Katanya.

"Baiklah Mas Aby." Akibat bahas panggilan, jadi ga terjawab pertanyaanku tadi. Mas Aby terkekeh saat melihatku membungkukkan badan ala-ala princess dengan satu tangan didada.

Satu jam kemudian, kami diperbolehkan turun dari pelaminan. Aku dan mas Aby masuk ke kamar 'kami'. Aksesoris yang menempel dirambutku sudah dilepas dan make up sudah aku hapus. Aku lihat mas Aby sedang memainkan ponselnya. Aku memutuskan untuk mandi. Setengah jam kemudian aku selesai mandi, tapi aku ragu mau keluar. Alhasil aku hanya menyembulkan kepala dengan handuk menutupi bagian rambutku.

"Mas." Panggilku. Ah cieee mas. Agak lucu sebenernya aku manggil dia dengan sebutan mas. Tapi ya gimana lagi, istri harus mematuhi kata suami.

Mas Aby mengalihkan pandangannya ke aku. "Iya Aruna."

"Hmm..itu..ini..mm.." Aku menggaruk-garuk belakang leherku yang tidak gatal. Mas Aby mengernyitkan dahi bingung.

"Aku mau pakai baju mas." Kataku akhirnya.

Mas Aby pun tampak salah tingkah. Sampai ponsel yang di pegangnya tadi hampir jatuh.

"Mas keluar dulu." Mas Aby keluar dari kamar. Lucu ya kalau liat dia kebingungan gitu.

ABYASA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang