Belum ada kabar dari kampus kapan aku akan ujian seminar hasil. Jadi pagi ini aku cuma ngopi-ngopi cantik di teras rumah. Mas Aby sudah pergi kerja setengah jam yang lalu. Kerjaan rumah juga udah pada beres semua, rajinkan aku. Iyalah, Aira gitu loh. Aku menyemprotkan air ke tanaman kaktus tercintaku. Tanaman kaktus emang ngga perlu perawatan khusus, cukup di semprot air aja udah beres. Kemarin baru aja aku nambah tiga koleksi kaktus yang buat Mas Aby hanya geleng-geleng kepala.
Aku balik ngopi-ngopi cantik sambil baca update-an cerita wattpad di ponselku. Mobil merah baru aja berhenti tepat di depan pagar rumah, ya paling ntah sales atau tamunya tetangga kali. Aku balik baca cerita di dunia orange, tapi aku tidak fokus membaca karena suara ketukan sepatu yang berjalan mendekat ke arahku. Wadau, kuliat ada sosok perempuan dengan kaus putih ketat yang you know lah menonjolkan buah semangkanya, dan kaki jenjangnya dibalut blue jeans yang ngga kalah ketatnya, serta heels yang hanya sebesar jari kelingkingku. 'Buset, enggak kecengklak tu kaki'.
Rambutnya lurus, hitam mengkilau. Mukanya juga glowing banget, ngga kaya muka ane yang bisa dibilang kucel kaga karuan. Malah belum mandi lagi. Ya namanya juga sales ya kan, harus berpenampilan menarik.
"Mbak saya ga nerima sales. Maaf ya." Sebelum tu orang izin promosiin barang dengan kata-kata manis yang buat konsumen tertarik, lebih baik langsung aku tolak kan. Inget pesan Mas Aby, jangan beli sesuatu yang bukan kebutuhan kecuali kaktus hehe.
"Saya bukan sales, saya mau cari Iyas." Siapa? Iyas? Mas Aby dong kan ya.
"Oo maaf Mbak, saya pikir sales tadi. Mas Aby lagi gada di rumah Mbak."
"Mas?" Mbak-mbak ini mengernyitkan dahi. Kaya aneh ngeliat aku yang manggil Mas Aby dengan sebutan Mas. Lebih tepatnya ekspresinya kaya kaget gitu. Kemudian ia menormalkan ekspresinya kembali. "Biasanya Iyas pulang jam berapa?" Dih kepo banget nih cewek ya. Mau ngapain sih? Elaahhh..
"Ga tau Mbak, sore mungkin." Ada nada kesal saat aku bilang gitu.
"Gitu ya, makasih infonya." Ia menyunggingkan senyum. Senyumnya cantik, cantik banget malah. Tapi bibirnya kemenoran. Orang cantik mah bebas kan ya. Ia masuk ke mobilnya dan pergi cabut ntah kemana. Kalau diliat-liat lagi, aku kaya ngga asing sama mobil merah itu. Udah beberapa hari ini aku selalu ngeliat mobil itu berhenti di depan rumah. Aku kira ya tamu tetangga atau siapalah. Baru kali ini si pemilik mobil merah itu keluar dan nanyain Mas Aby. Berartikan selama berhari-hari dia udah nyariin Mas Aby. Aku ngga mau nebak-nebak ah. Aku menyeruput kopi yang tinggal sedikit sampai habis. Ah nikmatnya.
***
"Mas tadi ada yang nyariin." Mas Aby baru aja pulang kerja. Aku menyodorkan teh yang baru aja aku buat. Iya, kebiasaannya minum teh sehabis pulang kerja. Ia menyeruput teh nya.
"Siapa?"
"Ngga tau Mas, ga sempet nanya namanya. Cewek. Cantik. Tinggi. Langsing. Putih. Kaya bihun pokoknya. Naik mobil merah."
Uhuk uhuk. Mas Aby tersedak.
"Pelan-pelan mangkanya." Aku menepuk-nepuk bahunya.
"Salah orang kali."
"Ngga mungkinlah Mas, jelas dia bilang mau cari Iyas. Iyas kan nama Mas."
Mas Aby ngga merespon apa-apa. Ia terus menyeruput tehnya sampai habis. "Mas mau mandi dulu. Capek." Aku hanya menganggukkan kepala mengiyakan. Oke fix, dia aneh. Ada hubungan apa sebenernya dia sama cewek itu. Jangan bilang Mas Aby punya hutang milyaran sama cewek itu. Ya amsyong.
Ponsel Mas Aby berdering. Aku cuek aja, ngebiarin ponselnya sampe mati. Ponselnya berdering lagi, ntah sampe berapa kali. Bikin telingaku ngerasa risih. Aku raih ponsel Mas Aby yang tergeletak diatas sofa, ada satu nama yang daritadi buat ponsel Mas Aby ribut. 'Fiqah' nama si penelpon. Aku coba aja angkat panggilan itu, mungkin aja penting. Kalau iya, aku kan bisa gedor kamar tu curut terus ngasih ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABYASA (Completed)
RomanceDosen Pembimbing (n) Suatu makhluk setengah manusia dan setengah malaikat pencabut nyawa, penyebab utama skripsi tak kunjung selesai dan pemicu depresi. Yah, seperti yang Aira rasakan sekarang, ia sedang pusing dengan skripsinya sendiri. Tak kunjung...