Hari ini aku resmi menyandang gelar sarjana komputer. Seharusnya aku senang, akhirnya sudah terbebas dari jerat skripsi yang menyiksa diri. Tiga sobatku, temen kkn, beberapa temen sekelas, senior, junior ada yang datang untuk memberiku selamat. Bahkan aku juga mendapat banyak hadiah, ada buket bunga, karikatur, boneka dan beberapa paperbag yang aku tidak tau apa isinya. Semua hadiah itu sudah ada menumpuk dikursi penumpang.
Sekarang aku dan Mas Aby sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Sumpah aku kesal bukan main, seharusnya Mas Aby menjadi salah satu yang mengucapkan selamat padaku bahkan seharusnya dia ikut gembira, bahwa 'istrinya' sudah sah lulus dan bergelar sarjana komputer. Tapi daritadi Mas Aby cuma ngomongin hal-hal tidak penting, seperti aku salah mengucapkan satu kata pas presentase, kemejaku yang rada kusut padahal aku sudah menyetrikanya selicin hidung yang baru dibersihin dari komedo, anak rambutku yang berantakan, kantung mataku yang menghitam dan masih banyak ocehan-ocehannya yang menyebalkan.
Aku ga butuh ocehan ga jelasmu Mas, aku butuh ucapan selamat darimu bahkan kamu tega ga ngasih hadiah sama aku.
"Mau makan dulu?"
"Gak."
"Makan dirumah aja?"
"Gak."
"Kamu ga laper?"
"Gak."
"Kamu kenapa sih sayang?"
Aku mengarahkan pandanganku ke luar jendela, tidak merespon ucapannya barusan. Aku pengen nangis rasanya, ntah kenapa akhir-akhir ini aku jadi suka melow, capek dikit nangis, kesel dikit nangis, happy dikit nangis, ditinggal Mas Aby berangkat kerja nangis. Akhirnya sekarang aku nangis.
"Sayang, kamu kenapa? Kok nangis?"
"Menurut ngana?"
Mas Aby mengernyitkan dahinya.
"Mas ga tau sayang." Mas Aby menepikan mobilnya. "Udah ya, jangan nangis lagi. Kamu lagi mens? Sakit banget ya?"
Mens pale lu peang.
"Ga peka banget sih."
"Ga peka apa Aruna? Bicara yang jelas dong. Mas ga tau."
"Pikir aja sendiri."
Mas Aby meraih tubuhku, ia memelukku seraya mengelus rambutku.
"Udah ya, jangan nangis lagi." Kami berpelukan cukup lama. Setelah tidak ada isakan terdengar, Mas Aby melepaskan pelukannya.
"Bagus, dari siapa tuh?" Mas Aby menunjuk aku dengan dagunya.
"Apaan sih, ga jelas banget."
Mas Aby menurunkan sun visor.
"Ngaca dulu mbyaknya."
Mataku membulat melihat sesuatu yang melingkari leherku.
"Loh..ini?"
"Selamat atas gelar sarjananya ya istriku tercinta yang suka ngambek bin cengeng, ga usah ngomel-ngomel lagi kalau ada yang nanya kapan wisuda? Kapan lulus? Semoga ilmu yang dipelajari waktu kuliah bermanfaat buat kamu kedepannya, walaupun Mas yakin gada pelajaran yang nempel dikepala kamu ini. Untung Mas sayang, Aruna."
Aku memukul lengannya. "Mas kalo ngomong suka bener."
Aku memegang bandul kalungnya, lalu melihat pantulan diriku didepan kaca yang ada dibalik sun visor.
"Suka?" Tanya Mas Aby, yang aku balas dengan anggukan. "Hadiah Mas emang lebih kecil dari semua hadiah yang dikasih temen-temenmu, tapi Mas yakin kalo hadiah Mas yang paling mahal."
KAMU SEDANG MEMBACA
ABYASA (Completed)
RomanceDosen Pembimbing (n) Suatu makhluk setengah manusia dan setengah malaikat pencabut nyawa, penyebab utama skripsi tak kunjung selesai dan pemicu depresi. Yah, seperti yang Aira rasakan sekarang, ia sedang pusing dengan skripsinya sendiri. Tak kunjung...