Hari ini waktunya jadwal Aira kembali bimbingan dengan Aby. Aira mati-matian mengerjakan beberapa revisiannya hampir dua mingguan. Itupun ia buru-buru mengerjakannya karena selalu di teror sama Pak Ronald. Pak Ronald sekarang menjabat sebagai Kajur, jadi mahasiswa yang sudah diatas semester 8 harus mengejar target biar bisa ujian sarjana bulan ini.
Sekarang pukul 11 siang, Aira masih menunggu Aby di depan ruangannya. Aby masih ada kelas.
"Masuklah." Aby yang baru datang menyentuh pundak Aira yang duduk di kursi tunggu.
"Iya Pak." Aira segera bangkit dari duduknya berjalan mengekor mengikuti Aby yang masuk ke dalam ruangannya.
Kalau seandainya saja bisa bimbingan di rumah, Aira tidak akan repot-repot ke kampus seperti sekarang. Semua dosen di jurusannya menerapkan 'urusan kampus harus diselesaikan di kampus'. Jadi, gada satupun mahasiswa yang menemui dosen di rumah buat bimbingan. Kecuali, kalau emang dosennya sibuk banget. Tapi emang jarang banget yang bimbingan ke rumah dosen bahkan ketemuan diluar, pasti semuanya harus dilakukan dilingkungan kampus. Jurusan Aira emang beda gaes. Jadi jangan harap Aira bisa bimbingan di rumah, walaupun Aby itu suaminya.
Begitu duduk, Aira langsung menyodorkan draft skripsinya (lengkap Bab 1- Bab 5) ke hadapan Aby.
"Saya kira kamu bakal bimbingan seminggu setelah ujian seminar hasil, ternyata ngaret dua minggu ya." Aby membuka lembar demi lembar, mengamati skripsi yang sudah dikerjakan Aira, memeriksa apakah sudah sesuai dan apakah masih ada typo.
"Bapak kira gampang apa, ngerubah diagramnya sulit Pak, sulit. Meski rombak abis dari awal. Merubah Usecase sama aja merubah diagram yang lainnya."
"Kamu sih ga bilang, kan bisa saya bantu."
"Tapi minta imbalan kan?"
Aby terkekeh. "Tentu." Jawabnya. Aira pura-pura tidak merespon jawaban Aby. Sebenarnya mukanya terasa panas, mugkin saja sudah memerah. Bahas soal imbalan, keduanya jadi teringat kejadian malam itu.
Ntah dari kapan Aby mulai merasa nyaman dengan Aira. Mungkin Aby sudah mencintai Aira, Aira selalu membuat Aby ingin cepat-cepat pulang ke rumah, mencicipi masakan Aira, meilhat Aira ngomel-ngomel yang terlihat menggemaskan dimata Aby. Bahkan terakhir kali Aby lepas kendali, mencium bibir Aira dengan nafsu. Padahal niat awalnya Aby hanya ingin menggoda Aira dengan cukup mengecup bibir Aira sekilas saja. Tapi ntah setan mana yang menghasutnya untuk memperdalam ciumannya waktu itu, untung saja Aby cepat sadar. Kalau tidak sudah dipastikan malam itu akan berakhir menjadi adegan panas di ranjang.
Aby menghela nafas panjang mengingat kejadian malam itu. Ia menjadi tidak fokus memeriksa skripsi Aira. Aby melirik sekilas ke wanita didepannya itu. Aira malah sibuk membalas chatt di ponselnya bahkan kekehannya sesekali terdengar di telinga Aby.
"Lucu ya?" Aby cemburu ketika Aira lebih memilih fokus kepada ponselnya.
"Iya nih Pak, Alvian ngomel-ngomel. Lagi kesal dia sama pacarnya. Masa gara-gara beli popcorn rasa asin pacarnya langsung ngambek." Aira tertawa lagi sambil mengetikkan balasan.
"Sama kaya saya dong."
"Hah?" Aira mengrutkan kening.
"Saya juga lagi kesal sama mahasiswa bimbingan saya."
"Sama Rio Pak? Kenapa dia? Jarang bimbingan ya pasti. Maklum Pak dia emang gitu, waktu kuliah aja jarang masuk sering titip absen."
"Sama kamu. Saya kesel sama kamu." Aby meletakkan draft skripsi Aira diatas meja.
"Lah kenapa?" Tanya Aira bungung. Masalahnya Aira merasa tidak melakukan kesalahan apa-apa yang membuat Aby menjadi kesal.
Aby mencondongkan badannya ke depan Aira. Aby hanya menggeleng-gelengkan kepala. "Ga papa, nih sudah saya acc, buruan di jilid keras, dan urus semua persyaratan ujian sarjana."
KAMU SEDANG MEMBACA
ABYASA (Completed)
RomanceDosen Pembimbing (n) Suatu makhluk setengah manusia dan setengah malaikat pencabut nyawa, penyebab utama skripsi tak kunjung selesai dan pemicu depresi. Yah, seperti yang Aira rasakan sekarang, ia sedang pusing dengan skripsinya sendiri. Tak kunjung...