09.

17.3K 630 2
                                    

Mas Aby membantuku membawa barang-barangku. Aku sudah pindah dari kos bang Ben, dan mulai hari ini aku tinggal di rumah mas Aby. Mas Aby hanya cuti satu minggu. Waktu menuju rumah Mas Aby, kami udah buat kesepakatan, kalau kami bakal tidur terpisah dan hidup seperti biasa alias sama seperti sebelum menikah.

Aku membereskan barang-barangku di kamar. Sementara Mas Aby ga tau ntah kemana, mungkin dia sedang di kamarnya.

Kruk kruk

Sial. Ku elus-elus perutku yang sepertinya minta di isi segera.

"Sabar ya cing, ni udah selesai kok." Aku keluar dari kamar, aku mencari sosok si pemilik rumah. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Aku menuju dapur, kulihat hanya ada beberapa peralatan untuk memasak tidak selengkap seperti di rumah mama. Aku buka kulkas, tapi malah zonk. Kosong cuy. Hanya ada satu botol air dingin. Pas mau aku ambil, ternyata kosong ngga ada airnya. Mas aby emang parah. Ngapain coba beli kulkas kalo ga di isi, pemborosan aja. Bayar listrik mahal tau. Eh tapi bodk amat yang bayar kan dia, bukan aku.

"Alamak, auto mati kelaparan kalo kaya gini." Aku berdecak kesal. Berhubung rumah Mas Aby daerah perumahan ya bisa dibilang mewah, jadi kalau mau ke warung harus keluar dari area perumahan. Kalau jalan kaki lumayan pengkor juga nih kaki. Motor kesayanganku masih aku tinggal di kos Bang Ben. Mau order via ojol, tapi sialnya paket internet aku habis. Nasib.

Aku memutuskan untuk menonton tv saja. Ya kali aja laparnya hilang kan. Setengah jam aku habiskan uring-uringan di depan tv, ternyata rasa laparku semakin menjadi. Ya iyalah, orang yang dilihat acara kuliner. Tidak lama kemudian barulah si pemilik rumah keluar dari kamarnya dengan rambut acak-acakan khas orang bangun tidur.

"Kamu ngapain buka-buka baju?" Mata Mas Aby menyipit. Memfokuskan pandangannya ke arahku. Aku yang tadinya guling kekanan dan kekiri langsung terdiam.

"Waduh, kampret." Aku baru sadar, kaus yang aku kenakan menyibak ke atas, sehingga memperlihatkan area perutku. Buru-buru aku tarik ke bawah sampai perutku tertutup kembali. Sial, ini akibat tanganku yang sedari tadi asik mengusap-usap perutku yang lapar.

Aku cengengesan dan mengubah posisiku menjadi duduk.

"Mas, aku lapar." Kataku memasang muka melas. Biar dia kasihan, terus diajak makan diluar muehehe.

"Terus? Lapar ya makan." Katanya sambil menuang air ke dalam gelas.

"Nenek-nenek juga tau keles. Masalahnya apa yang mau di makan wahai bapak dosen pembimbing yang tampan rupawan?"

"Di halaman kan masih ada rumput." Dipikirnya aku kambing apa.

"Tauk ah, capek ngomong sama tembok."

Mas Aby terkekeh. Ia balik masuk ke kamar, ngga lama kemudian kulihat dia sudah rapi dengan kaus oblong dan celana pendeknya.

"Ya udah ayo, cari makan. Mas juga laper."

"Gitu napa dari tadi." Aku ke kamar, mengganti kaus ku yang udah lecek tadi dan merapikan rambutku yang acakadul.

Mas Aby sudah menungguku di samping mobil. Aku masuk ke mobilnya dan aku ngga tau mau di bawa kemana dan di ajak makan apa. Terserah aja dah, yang penting cacing di perutku kenyang.

"Kamu mau makan apa Aruna?"

"Terserah aja mas, yang penting ga jumpa sama temen-temenku."

"Ya sudah beli gorengan aja, siap tu bawa pulang dan makan di rumah." Katanya terkekeh.

"Enak aja. Ga mau lah aku. Masa gorengan. Mana kenyang."

"Kan biar ga ketahuan sama temenmu." Mas Aby mengusap-usap kepalaku. Rusak dah rambutku kalau kaya gini.

ABYASA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang