b a g i a n 1

25.2K 1K 23
                                    

Hari ini adalah hari yang cukup menyibukkan bagi pengurus OSIS. Pasalnya, hari ini adalah hari pertama pengenalan lingkungan sekolah pada siswa dan siswi yang baru saja resmi menjadi keluarga besar SMA itu. Tak sedikit anggota OSIS yang mengenakan almamater merah gelap itu berlalu-lalang dan sesekali berlari kecil dari ruangan satu ke ruangan lain, sibuk mengurus hari yang sudah menjadi kewajiban bagi siswa dan siswi baru.

Di sisi lain, tepat di pinggir lapangan basket, laki-laki yang almamater ia sampirkan di bahunya sedang meneguk air botol yang ia beli di kantin tadi hingga setengah. Matahari bersinar terik, membuat suasana siang ini semakin panas. Sesekali ia mengusap bulir keringat yang jatuh dari pelipisnya. Matanya menatap perempuan yang sedang berdiri di koridor, mengurus Adik kelasnya yang baru masuk.

Raut wajahnya terlihat panik, membuat laki-laki yang sedang beristirahat tadi menghampiri. "Kenapa Ren?"

"Zion, Anak gue ilang satu!" ucap perempuan yang dipanggil Ren itu dengan wajah paniknya, kembali menghitung kembali yang ia sebut 'Anak' itu.

"Biar gue yang nyari," ucap Zion setelah terdiam cukup lama.

"Thank you!"

Dengan langkah santai, laki-laki yang dipanggil Zion itu menuju gudang yang berada di belakang sekolah. Ia sangat amat yakin bahwa salah satu Anak dari Irene ada di sini. Benar saja, perempuan yang dikuncir kuda dengan pita berwarna-warni itu sedang memejamkan matanya sembari memundurkan kepalanya, hingga kepalanya tak bisa lagi menjauh karna sudah menyentuh tembok. Kedua tangan laki-laki itu ia taruh di samping tubuh sang perempuan, mengunci tubuhnya, lalu kembali mendekatkan wajahnya.

Zion menahan tawanya, membuat laki-laki itu menjauhkan kembali wajahnya dari lawan jenisnya, menatap Zion yang sedang bersandar di tembok lalu berdecak keras.

"Come on! Lo gangguin momen indah gue!"

Kali ini Zion terkekeh. Sedetik kemudian, wajahnya kembali menjadi datar. Ia mendekati perempuan tadi, bulir keringat mengalir dari pelipis perempuan itu, walaupun poni menghalangi, tapi Zion bisa melihat jelas bahwa perempuan ini sedang ketakutan. Berkali-kali ia menelan salivanya sembari menatap ujung sepatunya. Zion membaca kardus yang dijadikan sebagai name tag murid baru di sini. Flavia Shalsabila. Zion mengangguk lalu kembali menjauh dari perempuan itu.

"Mayan."

Laki-laki tadi bertepuk tangan keras. "Kali ini gue nggak salah milih kan?"

Flavia mencaci maki laki-laki yang baru saja datang itu. Ia kira, laki-laki dengan jas OSIS di bahu itu akan membantunya pergi menjauh dari orang-orang brengsek ini. Tapi, laki-laki itu malah ikut bergabung di sini. Flavia kembali memundurkan wajahnya saat wajah itu kembali mendekat, Flavia memejamkan matanya erat saat hembusan nafas mulai ia rasakan di wajahnya. Zion yang melihat kejadian itu, menahan wajah temannya, menjauhkannya dari Flavia.

"Dua kali lo gangguin gue! Tiga kali dapet piring cantik lo!"

"Udahan ah," ucap Zion kalem, ia melirik Flavia sekilas. Dan semua orang yang berada di sana langsung ternga-nga tidak percaya saat Zion menunjuk Flavia dan mengatakan. "Buat gue, ya?"

Perjalanan menuju ruang kelas yang diubah menjadi ruangan gugusnya selama tiga hari ini terasa cukup lama, apalagi Zion berada di depannya dua langkah. Flavia mengigit bibir dalamnya hingga tercetak bekas gigitan di sana, jari-jarinya ia adu di bawah tidak tenang. Ia kira Zion sama seperti orang-orang tadi, tapi nyatanya tidak. Zion malah menyelamatkannya dari mimpi buruk yang hampir terjadi.

Di depan ruangan, perempuan yang menjadi penanggung jawab gugus Flavia—Irene sedang bergerak tidak tenang. Hingga akhirnya ia melihat Zion berjalan ke arahnya dengan seseorang yang ia cari-cari di belakang.

-ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang