b a g i a n 15

5K 561 93
                                    

"Kak Zion tungguin!"

Flavia dengan susah payah membawa dua tas kertas yang isinya kado dari Aurel, Beling dan teman-teman Zion yang lainnya, sebucket bunga dan sekotak kue di tangannya. Dan Zion dengan santainya berjalan di depannya tanpa mau berbalik dan membantunya.

Zion berbalik, tersenyum geli melihat raut wajah Flavia yang sedang kesusahan. Laki-laki itu mendekati Flavia, mengambil ahli kue dan sebucket bunga, menyisakan dua tas kertas di tangan Flavia. Flavia tersenyum lebar, mengalungkan tangan kanannya pada lengan Zion.

"Kak Zion nggak ngasih aku kado?"

Zion melirik Flavia sekilas. "Lo mau apa?" tanya Zion sembari menaruh semua barang-barang di bagasi mobil.

"Kak Zion!" Flavia menaruh tas kertas itu di bagasi, "aku mau Kak Zion!"

Zion hanya diam, meninggalkan Flavia di belakang mobil setelah menutup kap belakang mobil. Zion melajukan mobilnya dengan kecepatan normal, mendengar semua cerita Flavia tentang ulang tahunnya tadi. Zion sesekali tersenyum kecil melihat raut wajah Flavia yang tak henti-hentinya tersenyum.

Sesampainya di rumah Flavia, Zion ikut turun, membawakan semua barang-barang yang berada di bagasi masuk ke dalam rumah. Flavia mengernyit saat rumahnya terlihat sangat gelap.

"Mamah? Lili?"

Suara ledakan terdengar, yang kembali membuat Flavia terkejut setengah mati. Tapi tidak dengan Zion, Zion sempat mampir ke sini sebelum mengambil kue ulang tahun Flavia. Dari dalam kamar, Sari datang dengan kue di tangannya sementara Livia menggoyangkan balon yang berada di tangannya.

"Happy Birthday Via!"

Flavia memajukan bibir bawahnya, memeluk Sari erat-erat. "Sayang banget sama kalian."

Saat Flavia hendak meniup lilinnya hingga mati, perempuan itu menatap Zion yang sedang mengangkat bahunya sekilas saat lilin itu tidak mau mati.

Setelah makan kue dan berbincang, Zion pamit. Flavia mengantar Zion hingga pagar rumahnya. "Dadah!"

"Besok malam jam 7, siap-siap."

"Mau kemana?" Flavia berteriak ketika Zion sudah menjauh darinya, "Kak Zion! Mau kemana?"

Flavia hanya bisa tersenyum lebar sembari melambaikan tangannya pada mobil Zion. Sementara Zion sendiri berlari kecil menaiki tangga rumahnya, lalu menghampiri kamar Rayyan. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Zion membuka pintu itu.

Zion memejamkan matanya, lalu menutup pintu dengan perlahan. Ia menyesal tidak mengetuk pintu itu terlebih dahulu. Tak lama setelah itu, Rayyan keluar, tertawa keras melihat wajah Zion yang memerah. Di belakang, Laura mengikuti.

"Kenapa?" tanya Rayyan sembari duduk di sofa.

Zion mengulum bibirnya yang sedikit kering, kedua tangannya bergerak tidak tenang. Baru kali ini ia meminta sesuatu dari Abangnya, dan Zion tidak enak akan hal itu. "Gue boleh minta duit nggak?"

Rayyan tersenyum kecil. "Tumben lo minta duit sama gue?" tanya Rayyan balik, "berapa?"

Rayyan sangat mengetahui adiknya yang satu ini. Zion bukan orang yang memuji-muji dirinya untuk mewujudkan permintaannya. Dan Zion, bukan orang yang meminta uang kepada orang lain jika itu bukan hal yang tidak terlalu penting.

"8 Juta?" Zion berujar pelan.

"Gila lo ya?" Rayyan membulatkan matanya tidak percaya.

"Boleh!" jawab Laura bersamaan dengan Rayyan, "nanti Kakak kirimin ke rekening kamu."

"Buat apaan?" tanya Rayyan judes. Bukannya tidak mau, Rayyan ingin memastikan Zion tidak membeli hal yang tidak berguna bagi siapapun.

"Makasih Kak," Zion bangkit dari duduknya memeluk Laura erat, "nanti Zion ganti uangnya."

-ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang