b a g i a n 23

4.1K 477 75
                                    

Flavia menghela nafasnya, pamit pada Laura lalu berjalan lambat menuju tempat pemberhentian bus. Menunggu jadwal bus terakhir menuju kota.

Sementara Laura langsung menghalangi tubuh Zion yang hendak masuk ke dalam kamarnya. "Kamu nggak kasian sama Flavia?" tanyanya dengan wajah yang dibuat-buat agar Zion luluh.

"Buat apa kasian sama dia?" tanya Zion dingin membuat Laura menghembuskan nafasnya perlahan.

"Yon, gitu-gitu Flavia juga cewek. Kalo ada apa-apa di jalan gimana? Dia rela-relain dateng ke sini pulang sekolah cuma buat liat kamu."

Zion mengernyit tipis. "Zion nggak pernah nyuruh dia dateng," ujarnya lalu hendak melewati tubuh Laura.

Laura kembali menghalangi tubuh Zion. "Yon, come on," mohon Laura dengan bibir bawah yang dimajukan.

"Oke," jawab Zion setelah menghela nafasnya kasar, "demi Kakak."

Laura tersenyum lebar mengusap pipi Zion lembut lalu mendorong tubuh Zion pelan keluar dari rumah. Zion menghela nafasnya, keluar dari rumah, berjalan dengan lambat mendekati Flavia yang sedang duduk di tempat pemberhentian bus sembari menatap sepatunya yang ia gerakkan di bawah sana.

Merasa kursi itu bergoyang, Flavia mengalihkan pandangannya, membulatkan matanya melihat Zion duduk di sampingnya.

Flavia mengerjapkan matanya, berusaha menyadarkan dirinya bahwa yang ia lihat ini adalah nyata. "Loh? Kak Zion?" tanyanya memastikan.

"Masih lama?" tanya Zion sembari melihat ke arah depan, tidak melihat Flavia sama sekali.

Flavia melihat jam yang melingkar di tangannya lalu kembali menatap Zion dari samping. "Iya, sekitar setengah jam lagi."

Mendengar jawaban dari Flavia, membuat Zion terdiam. Berarti 3 hari ini, Flavia hal melakukan ini? Datang ke rumahnya setelah seharian lelah di sekolah, menunggu Zion pulang dari lari sore dan saat ingin pulang pun, Flavia harus menunggu bus yang lewat setengah jam lagi.

Belum lagi tugas yang menumpuk karna Flavia sudah menginjak kelas 12. Setelah sadar akan semua hal itu, Zion bangkit dari duduknya.

"Ayo gue anter."

• • •

"Belok kiri."

Zion menghembuskan nafasnya pelan, ia salah mengikuti instruksi Flavia. Pasalnya, mereka sudah mengelilingi perumahan ini sebanyak 3 kali hingga Zion hapal apa warna rumah setelah pembelokan di depan.

"Di depan belok kanan."

"Vi," Zion membuka mulutnya saat ia benar-benar sudah lelah.

Tubuhnya sudah lengket karna keringatnya sudah kembali mengering akibat pendingin mobil. Zion juga tidak sempat ganti baju karna ia tidak ingin membuat Flavia menunggu lagi. Dan sekarang ia menyesal tidak mengganti bajunya dulu.

"Iya-iya. Pagar hitam di ujung," Flavia mendengus, "padahal kan mau modus."

Zion menghentikan mobilnya tepat di depan rumah yang Flavia sebut tadi. Mata Zion menatap rumah itu sekilas, lalu kembali menatap Flavia yang masih setia duduk di sampingnya.

"Cium dulu, baru aku turun," Flavia melirik sekilas Zion yang sedang menatapnya malas, "yaudah aku nggak turun."

Detak jantung Flavia berdetak keras saat Zion benar-benar mendekatkan wajahnya. Flavia membulatkan bola matanya saat jarak antara wajah mereka sisa beberapa cm lagi. Begitu juga Zion, ia berusaha tetap tenang saat detak jantungnya berdebar kencang, matanya terpaku pada mata Flavia.

-ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang