b a g i a n 13

5.1K 540 48
                                    

Hari ini Flavia sangat amat senang. Bukan tanpa alasan. Kemarin malam saat Zion mengantarnya pulang, Zion sempat menahannya dan dengan ragu mengajaknya untuk nonton bersama. Flavia sendiri terkejut mendengar hal itu keluar dari mulut Zion. Pastinya, Flavia tidak menolak.

Flavia memasuki mobil El, Zion menyuruh El menjemputnya karna laki-laki itu ada keperluan sebentar. Jadi, Flavia mengiyakan dan masuk ke dalam tempat nonton duluan. Flavia memesan tiket yang waktunya masih 2 jam lagi, Flavia berpikir, jika nanti Zion akan terlambat 1 jam, mereka masih mempunyai 1 jam lagi sebelum filmnya terputar.

Flavia meminum es teh yang ia pesan tadi, matanya menatap ponselnya, memberi tahu Zion bahwa tiketnya jam 7 lewat 30. Pukul 7 malam, Zion belum datang juga, membuat Flavia menunduk, menenggelamkan wajahnya dilipatan tangannya lalu menghembuskan nafas kasar.

Di sisi lain, Zion yang baru saja pulang dari rumah barunya, langsung menancapkan gasnya menuju salah satu Mall terbesar di sana. Zion berlari kecil menuju tempat nonton yang berada di sana. Dari pintu kaca, Zion bisa melihat Flavia sudah menunggu sembari memainkan ponselnya.

Senyum Zion merekah, melihat Flavia sangat cantik mengenakan balutan gaun itu. Namun senyumnya langsung luntur ketika melihat seseorang yang sangat amat ia kenali. Gladys. Zion membulatkan matanya, bisa kacau bila perempuan gila itu melihat Flavia berada di sana.

Seperti tau apa yang Zion rasakan, Flavia menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya, hingga Gladys melewati Flavia, dan duduk di 2 kursi belakang Flavia. Buru-buru Zion menelfon El.

"Kenapa Yon? Flavia udah sejam yang lalu di sana."

"Lo balik lagi," ucap Zion, "bawa Flavia pulang sekarang."

"Loh? Kenapa? Bukannya—"

Sambungan terputus. Zion sama sekali tidak berani menghubungi Flavia, takut Gladys menyadari keberadaannya di sana. Jantung Zion berdebar kencang melihat Gladys yang berada tak jauh dari Flavia-nya.

Tak lama setelah itu, El datang dan langsung menghampiri Flavia, pergi dari sana tanpa membuat siapa pun curiga. Di mobil, Flavia menatap keluar jendela.

"Kenapa lagi Kak? Kenapa Kak Zion nggak dateng?"

El hanya diam, membuat Flavia semakin bingung. "Kak Zion cuma mainin gue ya?"

"Nggak gitu Vi. Lo nggak boleh bilang kayak gitu," El berusaha menepis pikiran buruk Flavia tentang Zion.

"Trus kenapa?! Dia terlalu misterius, setiap teka-tekinya, gue sama sekali nggak bisa nyelesaiin."

"Zion rumit Vi," hanya itu yang bisa keluar dari mulut El.

Air mata Flavia mulai menetes. "Iya Kak gue tau, tapi seenggaknya biarin gue nyelesaiin teka-tekinya dia. Di sama sekali nggak ngasih gue kesempatan."

El menghela nafasnya kasar, ia melirik Flavia sekilas dan kembali menatap jalanan. "Udah ya Vi? Zion nggak mau buat lo celaka. Berada di dekat Zion, gue dan Beling, itu nggak aman buat lo."

"Dia sayang sama lo," lanjut El sembari memberhentikan mobilnya di depan rumah Flavia.

"Nggak mungkin!" Flavia menggeleng, "dia nggak mungkin menjauh kalo dia sayang sama aku!"

El tersenyum tipis, ia sebenarnya juga bingung ingin membuat Flavia mengerti dengan cara apa. "Gue nggak tau harus jelasinnya gimana, yang harus lo lakuin sekarang, jauh-jauh dari Zion. Semakin lo deket sama Zion, itu yang membuat lo semakin celaka. Dan Zion, nggak mau hal itu terjadi."

Flavia turun dari mobil El, berlari memasuki rumahnya, menangis di dalam dekapan boneka yang Zion berikan. Seakan tau bahwa Flavia sedang menangis, hujan kembali membasahi bumi, ikut membantu Flavia meredam isak tangisnya.

-ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang