b a g i a n 11

5.1K 556 37
                                    

Seperti biasa, Flavia diantar pulang oleh Vicky. Tapi hari ini Vicky yang menunggu kelas Flavia sepi, bukan Flavia yang menghampiri Vicky ke gudang belakang seperti biasa. Aneh, tak pernah seperti ini. Tanpa banyak bicara, Flavia hanya ikut. Di rumah, setelah mandi, Flavia buru-buru memakai bajunya, berniat mengembalikan jaket Zion.

Walaupun sedikit tidak rela, tapi Zion hanya meminjamkannya. Selain itu, Flavia juga mau bertanya tentang boneka itu.

Di pos satpam, Flavia bertanya rumah Zion pada satpam yang selalu ia kalahkan jika bermain catur. Percayalah,  Flavia sering ke sini hanya untuk mengajak satpam perumahan duel bermain catur. Walaupun beberapa kali kalah, Flavia tidak menyerah dan sekarang jadi ia yang tidak terkalahkan.

"Rumahnya Den Zion? Zion Sadewa? Itu rumah yang paling besar, dari sini aja udah keliatan," Satpam itu menunjuk rumah besar yang Flavia tanyakan.

Flavia mengangguk. "Makasih Pak."

"Sama-sama Neng, Bapak kira Neng Flavia mau main catur lagi."

Flavia tertawa kecil. "Kapan-kapan deh Pak."

Flavia berjalan memasuki perumahan ini sembari memeluk jaket Zion. Matanya menatap rumah yang berada di sisi kiri dan kanannya. Di sini memang rumahnya sangat besar-besar dan pastinya, pemiliknya juga bukan orang sembarangan.

Langkah kaki Flavia berhenti di depan rumah paling besar yang Satpam tadi tunjukkan. Flavia mendonggak, melihat betapa besarnya rumah ini. Jantungnya berdetak tidak normal saat melihat motor Zion terparkir di sana.

Salah satu Satpam yang menjaga istana ini keluar dari pagar, mendekati Flavia dan menanyakan ada apa. Saat baru saja ingin menjawab, mobil sedan hitam yang terlihat sangat mahal berhenti tepat di sampingnya. Flavia tersenyum melihat seseorang yang terlihat sedikit mirip dengan Zion.

"Temennya Zion pasti? Ayo masuk."

Tak seperti kebanyakan orang kaya, orang yang Flavia percaya sebagai Abang Zion itu turun dari mobil, menuntunnya masuk ke dalam rumah. Sedangkan mobil mahalnya ia suruh satpamnya yang mengurus. Di depan pintu, perempuan cantik yang terlihat masih muda menyambut dengan anak kecil lucu di pelukannya.

"Hai, aku pernah liat kamu, tapi dimana ya? Ayo masuk!" tawar perempuan cantik itu yang dibalas gelengan oleh Flavia.

"Nggak usah Kak, aku cuma mau balikin jaketnya Kak Zion."

Perempuan cantik itu tersenyum lebar, memberikan anak kecil lucu itu pada Ayahnya. "Aku baru inget, kamu yang waktu itu pernah dianter pulang sama Zion kan? Pacarnya Zion?"

Flavia tersenyum kikuk, mengusap lehernya. Ternyata yang bermimpi ia menjadi pacarnya Zion bukan hanya Flavia saja, tapi perempuan cantik ini juga. Setelah merasa gagal memaksa Flavia masuk ke dalam rumah, akhirnya perempuan itu membolehkan Flavia pulang.

Zion tidak di rumah karna sedang lari sore mengelilingi kompleks. Flavia hanya mengangguk sembari tersenyum, keluar dari rumah itu. Tapi saat baru 2 rumah yang ia lewati, dari pembelokan, Zion datang, langkah kakinya berhenti ketika melihat tubuh Flavia.

Flavia menghampiri Zion. "Sekarang Kak Zion bisa cerita. Ini bukan sekolah, jadi aku aman."

Zion berusaha menormalkan nafasnya yang terengah, bahkan ia bisa merasakan jantungnya semakin berdebar ketika Flavia mendekatinya, bukan karna ia berlari saja.

"Kak, jangan gini terus, aku jadi bingung sendiri."

Zion hanya diam, langit semakin gelap, dan perlahan rintik hujan kembali membasahi bumi. Zion melepas topinya, menaruh topi itu di kepala Flavia. "Pulang, bentar lagi ujan."

-ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang