B A B 3

4.6K 423 26
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

•••

Aneh

•••

"Kebahagiaan selalu datang kapan saja, tak pernah terduga. Dan di mana saja, tak pernah terencana."

-Cemburunya Bidadari-

•••

Alibi Fikri memang benar. Karena hampir setiap sore di waktu luang, dia akan pergi ke OK distro yang dia bangun dengan Fadil, Asep, dan Regi. Menggantikan temannya yang bergiliran jaga.

Angin sore bercampur kan debu yang berhembus, menyapa kulit wajah Fikri yang terbingkai helm.

Tangannya dengan lincah meliuk-liukkan stang si Jaguar, begitu Fikri menamai motor kesayangannya.

Beberapa kali juga bibirnya berdecak, kala di depannya terdapat ibu-ibu yang berbelok ke sebelah kanan, sedang lampu sen nya ke sebelah kiri. Hampir saja dia menubruk ibu itu jika tak buru-buru menarik rem.

Terkesan sepele namun pada kenyataannya sangat berbahaya. Rasanya ingin dia mengajukan kepada pemerintah untuk membuatkan jalan khusus emak-emak penguasa jalan.

Fikri pun terkekeh, kala dalam otaknya yang pintar itu melintas pemikiran aneh.

Sampai akhirnya Fikri membelokkan Jaguar ke pelataran OK distro yang bersebelahan dengan sebuah kafe dan minimarket. Nampaknya suasana tidak terlalu ramai. Baik itu yang berkunjung ke kafe, Junimaret, ataupun distro nya. Hal itu membuat Fikri memiliki wacana untuk melanjutkan desain kaosnya sambil bersantai di kafe ditemani secangkir cappucino hangat.

Ah, membayangkannya saja membuat tubuh Fikri merasa rileks duluan.

Ucapan salam tak lupa Fikri gemakan saat memasuki OK distro. Hingga menarik perhatian beberapa pegawai dan pembeli.

"Tumben kali ini dateng cepet," ucap Fadil, salah satu temannya yang juga ikut berkontribusi dalam pendirian OK distro.

"Lagi males di rumah aja," sahut Fikri.

"Ya udah, karena lo udah dateng gue cabut duluan, ya? Ada tugas kuliah yang belom kelar soalnya."

Fikri mengangguk, mengiyakan. Sejurus kemudian, Fadil meraih tas gendong nya dan melenggang keluar dari OK distro.

Setiap harinya, memang tidak semua pendiri OK distro akan datang. Masing-masing dari mereka hanya akan datang bergantian untuk berjaga. Atau jika sedang banyak waktu luang ataupun hari libur perkuliahan, mereka akan datang dan berkumpul bersama sembari mendiskusikan berbagai hal untuk kemajuan OK distro.

Fikri berkeliling sebentar mengamati setiap sudut OK distro. Dalam hati dia berucap syukur, karena Allah telah meridhai berdirinya OK distro hingga saat ini usaha yang dia bangun dengan teman-temannya berjalan dengan lancar. Bahkan omset yang didapatkan lebih dari cukup.

Siapa sangka, hal yang awalnya hanya dianggap  untuk iseng saja dan mengefektifkan waktu luang, ternyata membuahkan hasil yang sangat memuaskan.

Ya, karena ridha Allah semuanya bisa terjadi.

Pada awal mereka berempat, Fikri, Fadil, Asep, dan Regi, hanya iseng saja membuka usaha ini. Hingga pada akhirnya sekarang mereka tak menyangka jika hal yang berawal dari iseng ini bisa membuka peluang usaha untuk yang lain juga.

Saat ini pegawai OK distro sudah berjumlah enam orang. Usaha yang tidak terlalu besar, sehingga hanya memiliki pegawai sedikit, namun pendapatannya tidak pernah turun setiap bulannya meski terkadang hanya konstan. Tapi tidak apa. Jika menurut istilah orang sunda bibilintik atau  kukumpul saeutik-saeutik (ngumpulin sedikit-sedikit) jika terus rajin maka lama-lama akan menjadi bukit.

Sebagai ungkapan rasa syukur, OK distro selalu menyisihkan empat puluh persen pendapatan bersihnya untuk disumbangkan kepada orang yang lebih berhak menerimanya. Dan enam puluh persen sisanya dibagi rata untuk empat orang foundernya.

Alasan dibalik itu semua adalah karena mereka sadar, apa yang mereka dapat saat ini adalah rezeki dari Allah. Dan mereka juga sadar, bahwa di dalam rezeki yang mereka dapat, terdapat hak orang lain yang lebih membutuhkan.

Membicarakan hal itu, membuat Fikri teringat ceramah yang pernah dia dengar. Bahwa pada hakekatnya yang manusia bawa dengan kematian hanyalah tiga hal. Yaitu amal jariyah, ilmu bermanfaat yang telah mereka bagi kepada yang lain, dan doa anak sholeh. Tak secuil harta pun yang akan dibawa ke dalam liang lahat. Tempat pembaringan abadi hanyalah tanah dingin, baik itu untuk orang kaya maupun miskin, semuanya sama. Tidak akan ada yang dilapisi emas ataupun uang.

•••

Fikri kembali memasuki OK distro setelah sebelumnya melaksanakan shalat magrib dan isya berjamaah di masjid terdekat.

"Hil," panggilnya kepada Hilda pegawai yang sudah cukup lama bekerja di OK distro.

"Iya, Bang."

"Kalo sudah waktunya tutup, kamu tutup aja, ya. Saya mau ngelanjutin desainnya di kafe sebelah."

"Siap, Bang!"

Setelah menitipkan amanat itu, Fikri kembali melenggang menuju ruangan tempat nya biasa dengan teman-temannya berkumpul jika di OK distro, sekaligus ruangan tempat mereka bekerja. Dia mengambil tas yang berisi laptop, kemudian melangkah kembali ke luar menuju kafe.

Setelah menemukan tempat yang strategis, Fikri memesan secangkir capuccino dan makanan ringan.

Desain interior kafe ini dikhususkan mengikuti perkembangan zaman anak muda. Juga dibuat beberapa blok jika ada yang ingin menikmati waktu santai yang sepi. Sehingga hiruk pikuk keramaian di ruangan inti yang terdapat hiburan musik tidak terlalu mengganggu. Membuat Fikri merasa nyaman.

"Permisi ...."

Fikri mendongakkan kepalanya. Mengubah fokus awal yang mengarah pada laptop, berpaling ke pelayan yang mengantarkan pesanannya.

"Selamat menikmati ...."

Fikri hanya mengangguk. Ekor matanya diam-diam mengamati aktifitas si gadis pelayan. Mulai dari meneliti mata bulatnya, hidung yang tidak bangir, dan mulut yang tipis, semua yang terpahat khas gadis sunda. Sampai dia merasa heran sendiri, tak pernah sebelumnya dia berlaku seperti itu dengan seseorang.

Fikri terkesiap, kala mata bulat gadis pelayan bertemu pandang dengan matanya yang sedikit sipit.

Merasa tertangkap basah, Fikri membelokkan arah pandangnya. Meski telah terlambat.

Seirama dengan keterkejutan Fikri. Gadis pelayan yang belum Fikri ketahui namanya pun berjengkit kaget. Seketika pipinya terserang hawa panas. Senyum khas gadis yang tengah malu-malu hinggap di bibirnya. Secepat mungkin, dia pamit.

"Saya permisi dulu, jika ada yang dibutuhkan, bisa kembali panggil."

"Hem ...."

Hanya itu respon Fikri.

Setelah gadis itu membalikkan badannya. Fikri kembali mengamati gerak-geriknya. Sampai saat kepala sang gadis tak sengaja terantuk tiang penyokong atap karena sedari tadi terus berjalan menunduk. Fikri tak bisa menahan tawanya, namun sebisa mungkin ia tahan dengan telapak tangannya. Kasian jika tawanya membuat gadis itu kembali terserang rasa malu.

"Kenapa bisa nabrak, sih? O-on banget," gerutu gadis yang masih belum Fikri ketahui namanya. Membuat Fikri lagi-lagi harus menahan tawa.

Dasar gadis aneh!

•••

Maaf kalo feelnya kurang dapet. Karena akhir-akhir ini fokus ku benar-benar terpecah dan emosinya jadi kecampur-campur🙏.

O, iya. Jika ingin mengutip tulisan dari cerita ini, jangan lupa sertakan nama penulis dan sumber. Kalian bisa tag kami di instagram😊.

Ketjup jauh💕

17-07-2019

Cemburunya BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang