B A B 1 5

2.8K 265 44
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

•••

Sebuah Temu

•••

"Jangan terlalu mempedulikan kata orang. Karena mereka hanya mengandalkan sebuah 'katanya' tanpa terlebih dahulu mencari tahu 'nyatanya'."

-Cemburunya Bidadari-

•••

Rintik gerimis masih terus turun ketika Fikri sudah mendudukkan dirinya di salah satu bangku kafe bersama Asep. Lelaki dengan pembawaan tenang itu memperhatikan setiap tetes rinai yang bersua dengan bumi. Rintiknya yang menciptakan genangan di mana-mana. Becek, dan Fikri tidak suka itu.

Dalam pandangan lain Fikri, selain hujan datang membawa berkah, namun hujan juga datang membawa kemalasan bagi dirinya. Fikri tidak suka hujan. Becek, kotor, basah, dan menghambat aktifitas luarnya.

Dulu saja saat masih anak-anak, jika sekawanan bocah lelaki yang lain akan beramai-ramai bermain bola di bawah derasnya hujan, maka lain dengan Fikri. Dia akan lebih memilih masuk ke dalam rumahnya untuk bermain mobil-mobilan atau lego, daripada bermain lumpur kotor-kotoran.

Cukup melucukan memang, bahkan dulu saja dia pernah diejek anak cupu oleh teman-temannya gara-gara Fikri kecil takut kotor. Fikri bersikap masa bodo. Lah, memangnya apa hubungannya dengan mereka? Hidup-hidup dia sendiri, tidak bergantung pada teman-teman yang mencibirnya. Hidup itu selow, tidak usah selalu memikirkan apa kata orang, karena kebanyakan mereka hanya menilai dari pandangan mereka saja, tanpa menilik terlebih dahulu persepsi orang lain.

Orang lain mau bicara apa, ya terserah mereka. Itu hak mereka karena mereka memiliki mata untuk melihat, pikiran untuk mencerna, hati untuk merasa, dan mulut untuk berkomentar. Jadi orang jangan terlalu baperan, lah. Apa-apa diambil hati. Jangan deh, jangan gitu. Karena jika begitu, dirimu sendiri yang capek, dan orang lain tidak ada yang peduli.

Mereka banyak mengomentari, ya ambil positifnya aja. Mungkin memang diri kita yang masih banyak kurangnya. Di iya kan saja, tidak usah ditanggapi. Asalkan kita tidak berbuat yang demikian, maka hidup akan damai. Tanpa keributan masalah sosial yang sangat klise.

"Selamat menikmati. Jika ada sesuatu yang diperlukan, bisa kembali panggil saya."

Fikri menolehkan pandangannya ke arah pramusaji yang baru saja menghidangkan pesanannya dan Asep.

"Terimakasih, Mbak," ucap Asep. Tanpa ba-bi-bu lagi, lelaki berdarah sunda itu langsung saja melahap semangkuk mi ramen level tiga pesanannya.

"Gila, lo. Belom makan berapa windu, sih? Rakus bener."

Ditengah kunyahannya Asep menjawab, "Stt ... kata Ambu gue, kalo lagi makan gak baik sambil ngomong."

Fikri hanya mengiyakan tanpa banyak komentar, dan lebih memilih untuk memulai makan setelah membaca bismillah dan doa.

Setelah selesai menelan suapan terkahir, Fikri segera meraih teh guna untuk membasahi kerongkongannya. Pandangan matanya tak lepas dari suasana luar jendela. Terlihat sedikit lengang jika dibandingkan waktu tidak hujan, karena kebanyakan orang lebih memilih untuk berteduh dan berhenti sejenak dari aktifitas luarnya.

Cemburunya BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang