B A B 2 4

2.5K 264 15
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


•••

Sebuah Nasihat

•••

"Nasihat lama itu selalu benar; Jatuh cintalah sewajarnya, sebelum kamu jatuh sejatuh-jatuhnya."

-Cemburunya Bidadari-

•••

Suara decitan pintu pagar terdengar saat Gwena memasuki area panti, rumah yang sudah menjadi tempat berteduhnya. Kamis siang yang cerah membawa langkah kaki Gwena untuk kembali pulang ke pelukan Ida. Kebetulan, hari ini dia hanya ada kelas pagi, dan kelasnya hanya satu jam. Jadi setelah itu dia bisa bertandang sebentar untuk bertemu ibunya. Sebelum keluar dari area kampus tadi, Gwena sudah terlebih dahulu meminta izin kepada Fadil jika tidak bisa datang ke OK distro tepat waktu seperti kamis-kamis sebelumnya. Fadil memberi izin, membuat langkah Gwena semakin ringan.

Kenapa lebih memilih meminta izin kepada Fadil ketimbang yang lain? Alasannya karena Fadil lebih enak diajak serius dalam bekerja. Berbanding terbalik dengan Regi dan Asep, dua kembar beda bapak dan ibu itu pasti selalu menyeleweng dari topik pembicaraan. Selalu membuat kesal dan gemas. Sementara Fikri, Gwena masih belum siap berinteraksi kembali setelah kejadian kemarin yang tersaji di depan matanya.

"Assalamualaikum, Ibu!"

Ida menjawab salamnya dan segera meraih Gwena dalam dekapannya. Menggiring anak gadisnya untuk ikut duduk di kursi ruang tengah yang terbuat dari kayu.

"Kok, ke sini gak bilang-bilang dulu, Neng?"

"Hehe ... kan biar supres gitu, Bu."

"Halah, kamu! Bukannya jadi supres, malah jadi kaya jelangkung."

"Ih, Ibu. Masa anak sendiri dikatain jelangkung," rajuk Gwena.

"Iya, lah. Kan datang tak diundang."

"Ya udah, nanti pulang anterin, biar gak mirip jelangkung."

"Gak mau," goda Ida.

"Ih, Ibuu...."

Ida memamerkan tawanya. Memperlihatkan kepuasannya karena telah menggoda sang puteri yang polos mendekati oon, karena selalu bisa mengundang tawa.

"Kamu udah makan, Neng?"

"Belum," jawab Gwena singkat.

"Udah, gak usah ngambek. Sini, kita makan siang bareng. Mumpung adik-adikmu belum pada pulang sekolah."

"Suapin!"

"Astagfirullah ... bayi gede yang satu ini. Sok atuh lah, ibu suapin."

"Yeay!" Sorak Gwena merasa senang karena keinginannya terpenuhi.

"La ... La ...."

Gwena membuntut di belakang Ida yang sedang memanggil Lala, wanita yang membantu Ida mengurus panti.

"Iya, Ua?"

"Tolong ambilin sekop di gudang, La."

"Loh, buat apa, Bu?" tanya Gwena dengan kerutan di dahinya.

"Buat nyuapin kamu lah, Neng. Buat apa lagi?"

"APAAA???"

•••

Cemburunya BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang