B A B 2 7

2.4K 276 36
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

•••

Menilik Masa Lalu

•••

"Aku adalah aku, yang tidak semua orang tahu. Biar dipendam sendiri, asal sekitarku bisa tertawa, akan ku lakukan."

-Cemburunya Bidadari-

•••

Sabiya yang juga mendengar bentakan dari Rumi pun merasa kaget, tidak menyangka jika mertuanya yang terbiasa lemah lembut juga bisa semarah itu. Tapi marah karena apa?

Dengan melirik ke arah Gwena disertai perasaan tidak enak, Sabiya mencoba untuk menguatkan Gwena. Menyalurkan energi positif, mendoktrin pemikiran Gwena agar tidak berburuk sangka dengan kejadian yang tengah terjadi.

Gwena yang mendapatkan elusan ditangannya dari Sabiya, mencoba untuk memaksakan senyum di wajahnya yang terasa kaku. Bukan hanya wajahnya, tapi sekujur tubuhnya, dan itu semua berpusat dari hati.

"Em ... aku permisi pulang dulu, Kak," pamit Gwena. Karena dia merasa, buat apa berada disebuah tempat yang tidak menginginkannya. Bahkan dengan sangat tegas menolaknya.

"Eh, gak nunggu Fikri dulu?"

"Gak usah, aku titip salam aja buat dia."

Sabiya akhirnya mengangguk pelan, dan mengantarkan kepergian Gwena dengan suasana yang sangat canggung. Bahkan, perdebatan antara ibu dan anak di dalam rumah masih sedikit terdengar meski dengan suara yang sudah lebih rendah.

Setelah Gwena menghilang dibalik pagar, Sabiya segera menemui Rumi dan Fikri.

"Tapi apa alasannya Bunda melarang Fikri berteman dengan Gwena?" Tanya Fikri dengan wajahnya yang mulai memerah, menahan emosi.

"Karena dia bukan wanita baik-baik!"

"Kata siapa? Apa Bunda punya bukti sendiri, sampai-sampai bisa menuduh seperti itu?"

Rumi terdiam, namun pikirannya masih tertuju kepada gadis yang baru saja bertamu ke rumahnya. Seorang gadis yang memiliki penilaian buruk darinya sejak saat pertama kali bertemu.

Matanya menerawang jauh, napasnya masih memburu, rapalan istighfar mulai terlantun dari bibirnya saat sadar bahwa amarahnya sudah melebihi batas.

Sabiya yang berada di samping Rumi, mengelus bahu mertuanya dengan lembut. Berharap elusan itu bisa memberikan efek menenangkan.

"Bunda jelaskan pun rasanya kamu akan tetap tidak percaya. Karena bunda bisa lihat, bagaimana pandangan kamu kepada gadis itu. Bunda hanya ingin kamu lebih teliti. Tidak semua yang terlihat baik itu baik, karena apa yang tidak kamu tahu, belum tentu tidak terjadi."

•••

Memangnya aku ini siapa?
Diantaranya yang terbuang.
Mengemis rasa tak cukup terasa.
Mendoktrin diri untuk terus kokoh, tapi kaki tak kuasa.

Memangnya aku ini siapa?
Diantara ketidak mungkinan yang berkembang.
Dalam lubuk jiwa yang mengambang.
Bersama diri yang terus meradang.

Piluku seorang.
Sukaku pun seorang.
Aku hanya bisa mengadu pada semesta.
Tapi rupanya, semua tak mendengar.

Aku benar-benar sendiri.
Di ruang waktu yang sepi.
Bersama langkah yang tak pasti.
Biarlah hanya aku dan Dia, dalam setiap Kuasa-Nya.

Cemburunya BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang