B A B 2 6

2.4K 268 63
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

•••

Perlakuan Tak Terduga

•••

"Cukup tahu aku sekadarnya saja. Tidak usah terlalu jauh, nanti kamu tersesat."

-Cemburunya Bidadari-

•••

Lagi-lagi Gwena harus menahan kekesalannya. Berjalan dengan sedikit dihentakan, dengan bibir yang tak henti mendumal.

Sudah tidak perlu ditanyakan lagi, hal apa yang bisa membuat gadis ceriwis itu uring-uringan. Memangnya apa lagi jika bukan hal yang berurusan dengan Fikri? Lelaki yang sudah Gwena nobatkan sebagai lelaki paling tengil dalam hidupnya.

Dengan menggendong tas lelaki itu, Gwena berdiri menunggu ojek online yang sudah dia pesan.

Beberapa saat yang lalu, Fikri meneleponnya dan meminta Gwena untuk mengantarkan tas yang berisi laptop serta kertas-kertas lain yang berhubungan dengan skripsi Fikri. Lelaki itu bilang, tidak bisa kembali lagi ke OK distro seperti rencana awal, karena tiba-tiba saja saat sudah sampai rumah kepalanya terasa pening. Jadilah sekarang Gwena yang ditumbalkan untuk mengantarkan tas berisi hal-hal penting ke rumah Fikri dengan sederet pesan alamat sebagai modalnya.

Setelah berpadat-padatan ria, Gwena akhirnya sampai di depan rumah dengan pagar yang menjulang tidak terlalu tinggi. Setelah memastikan alamatnya benar kepada abang ojol, Gwena akhirnya memantapkan langkah memasuki area rumah, melalui celah pagar yang tidak tertutup.

Dari awal masuk, si Jaguar yang merupakan motor kesayangan Fikri sudah terparkir dengan anteng di pelataran rumah.

Dipencetnya bel yang menempel pada pintu. Dan tidak berapa lama, muncul wanita berpasmina merah muda yang menjulur hingga menutupi dadanya. Gwena tersenyum canggung, kala wanita bernetra hazel yang membukakannya pintu tersenyum dengan sangat manisnya. Wanita cantik yang tadi Fikri bonceng dan lelaki itu akui sebagai kakak iparnya. Sabiya.

"Cari siapa?"

"Em ... Kang Fikrinya ada?"

Sabiya menaikkan sebelah alisnya, ujung bibirnya berkedut-kedut menahan tawa saat mendengar panggilan yang Gwena berikan kepada Fikri.

"Kang?"

"Eh, i-iya...." Ujar Gwena salah tingkah, dia menggigit bibir bagian bawahnya.

Sabiya menyudahi wajah terkejutnya, dan berganti dengan ulasan senyum di bibir. "Ada, nanti aku panggilkan. Mari masuk dulu."

Gwena mengangguk, dan mulai mengekori langkah Sabiya.

"Silakan duduk, aku panggil Fikri sekalian bikin minum dulu."

Lagi dan lagi Gwena menurut, mendudukkan dirinya di sofa yang sangat terasa empuk. Seumur-umur baru dia menginjakan kaki di rumah Fikri. Rumah gedongan. Tidak menyangka jika ternyata Fikri berasal dari orang yang sangat berada seperti ini. Membuat dirinya semakin merasa kecil.

Gwena menunduk. Sedari awal rasa ini memang salah, tidak perlu membenarkan. Sampai kapanpun dia hanya seolah asa yang menjemput angin. Dan sampai kapanpun, angin itu tidak dapat bisa berada dalam genggamannya. Sekencang apapun, angin akan tetap menelusup untuk pergi.

Ketipak langkah mulai terdengar, sedikit demi sedikit suaranya mulai mengeras.

"Udah lama?"

Barulah pada saat pertanyaan itu terdengar, Gwena mengangkat kepalanya. Sosok Fikri sudah hadir, menjulang tinggi sebelum akhirnya duduk di sofa single tepat dihadapannya.

Cemburunya BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang