3

1K 39 3
                                    

"Apaan loe manggil gue kesini"

"Duduk,"

"Ish, gue bunuh loe lama-lama kalo ngeselin gini"

"Bunuh aja kalo loe berani. Palingan juga gajadi bunuh gue. Ingin loe hidup mlarat,"

"Gah!"

Pria disampingnya ini begitu menyebalkan.

"Jangan dekat sama dia," katanya begitu ambigu.

"Apa maksud loe. Gue harus jauhin siapa?"

"Jauhin OG baru itu." Ucapnya lagi terasa abu-abu.

"Kak Adiano, kakakku yang paling ganteng, baik hati, tidak sombong. Kenapa gue harus jauhin OG baru itu. Ogah, itu temen baru gue!" sentak Bella tak suka,

'Adiano menyebalkan' batin Bella,

"Kalau nggak mau kamu keluar dari kantorku!" Putus Adiano,

"Sak karepmu," jawab Bella menggunakan bahasa jawa yang artinya (Terserah). Bella menyebikan bibirnya tanda tak suka. Adiano tentu kesal dengan adiknya. Sifat mereka sama-sama keras kepala.

"Oke, besok loe harus angkat kaki dari kantor dan hubungan kita yang sebenarnya akan dipublikasikan."

"Nggak-nggak mau. Pokok aku nggak mau. Besok sampai berita itu nyebar jangan salahkan aku jika kantormu itu masih berdiri." Ancam Bella tak kalah serius.

Adiano mengepalkan tangannya.

"Apa mau marah? Marah aja aku tidak takut tuan galak." Cibir Bella,

"Apa salahnya coba OG baru itu jadi temenku. Dianya aja nggak masalah napa bosnya yang masalah." Lanjutnya lagi.

"Pokoknya jangan deket-deket sama Vannya. Dia mainan baruku," ucap Adiano penuh serigaian.

"Jangan dia gadis lugu, dia masih polos. Cari wanita lain saja. Awas aja loe sampai buat wanita itu menderita gara-gara loe. Dia temen baruku!" Bella meninggalkan Adiano setelah mengucapkan kata-kata tegasnya.

'Kita lihat saja siapa yang bertindak duluan!' Ucapnya dengan senyum miring.

*********

Vannya.

Pukul 4 sore Vannya berjalan kaki menuju halte. Menunggu bus untuk pulang. Sekitaran setengah jam terlihat bus kota yang akan mengangkutnya menuju pulang.

"Kak, dompetnya ketinggalan." Seorang anak kecil menyerahkan dompet berwarna pink milik Vannya.

"Oh iya dek, makasih ya." Vannya mengambil dompetnya berucap terima kasih.

Vannya menaiki bus hingga sampai di pinggiran kota tempat dimana dirinya tinggal

"Vannya, kamu udah pulang nak." Ibu Vannya menghampirinya.

"Iya bu, kemana dua adikku kelihatannya rumah sepi banget." Vannya celingukan saat didalam rumah.

"Mereka belum pulang, Van. Ibu juga khawatir, Fiki sudah ibu telfon tapi belum diangkat." raut wajah Ibu sendu,

"Apa mereka ada eskul, bu?" tanyaku,

"Tadi pagi Dana izin katanya ada eskul pulang sekolah. Fiki? Ibu ndak tahu karena tadi pagi berangkatnya pagi sekali katanya ada bimbingan pagi." jawab Ibukku dengan raut ingin menangis. Dari jauh aku melihat kedua adikku berjalan beriringan.

"Itu mereka, bu." tunjukku, ibu tersenyum kembali melihat kedua adikku.

"Kalian darimana saja?" tanya ibuku khawatir,

"Kami ada urusan eskul. Dana mau keluar eskul saja. Dana nggak mau bebanin Ayah sama Kakak buat bayar kebutuhan eskulku." jawab Dana,

"Lalu Fiki juga? Kenapa pulang telat?"
"Tidak bu, Fiki kerja kelompok bareng temen yang punya buku refrensi tugas itu bu. Fiki ndak punya bukunya makanya nebeng." Tatapanku melihat wajah kedua adikku sedih jadi tidak tega. Apa yang harus aku lakukan. Gajian kurang satu minggu. Kebutuhan rumah sama buat bayar sekolah adikku pasti kurang.

"Yaudah kalian sabar dulu ya. Fiki belajar yang rajin supaya nilai UN nya nanti bagus dan buat daftar ke SMA Negerinya mudah. Dana jangan keluar dari eskul kalo suka eskul itu lanjutin aja nggak usaha khawatir bayar ini itunya. Kakak, kan udah kerja jadi udah bisa bantu ayah." ucapku,

"Terima kasih kak" sahut mereka bersamaan. Aku tersenyum melihat raut wajah mereka kembali ceria. Ibuku menatap haru pada tiga anaknya.

Hari kian larut, namun Ayah tak kunjung pulang. Apa Ayah ada urusan keluar kota mengantar majikannya?. Biasanya Ayah selalu pulang dulu jika mengantar bosnya perjalanan bisnis pertemuan dengan klien kue miliknya. Ayah bekerja di toko kue dan sopir pemilik toko itu.

"Bu, ayah kok belum pulang ya? Apa ayah mengabari?" tanyaku,

"Ibu ndak tahu, Van. Ayahmu juga tak pulang siang tadi."

Kekhawatiranku semakin memuncak saat jam dinding menunjukan pukul 12 malam. Ibu masih duduk disampingkku menelfon pemilik toko kue namun tidak ada jawaban.

Tok...tok...tok...

"Bu, itu siapa? Apa mungkin Ayah?." tanyaku, Ibu berdiri membawa sapu jaga-jaga jika yang mengetuk adalah penjahat. Saat Ibu membuka pintu betapa terkejutnya saat melihat kondisi Ayah luka parah pada bagian kening dan siku tangannya.

"Ayah... Ayah kenapa?" ibuku panik dan membantu memapah Ayah. Aku segera menutup pintu. Dan dengan cekatan ibu mengambil obat-obatan seadanya yang disediakan dilemari. Aku duduk didepan Ayah dan Ibu. Ibu membantu mengobati luka Ayah.

"Ayah kok bisa gini," tanyaku.

"Ayah tadi nunggu orang yang memesan kue tart buat pesta. Diambil jam 11 ini tadi. Ayah menutup toko jam setengah 12 malam. Saat ayah berjalan kaki untuk pulang. Ada sebuah mobil keluaran terbaru merk Pajero sport melaju kencang dan menyenggol tubuh Ayah hingga terpental." jelas Ayahku,

"Lalu yah, mobil itu berhenti? tanggung jawab atau bilang maaf?." Ayah menggeleng, hatiku perih jika membayangkan jatuhnya Ayah dan tak ada yang menolong. Ayah dan Ibu masuk ke kamar untuk istirahat. Aku masih berdiam diri didepan jendela menghadap bulan dan bintang dimalam ini. Vannya melihat orang-orang miris rasa kepedulian terhadap sesama pada era modern begitu minim. Yang miskin akan dijauhi dan dicemoh serta dipandang rendah sama orang yang kaya dan memiliki derajat tinggi.

'Orang kaya selalu seenaknya sendiri'

Wanita Tangguh✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang