8

755 30 0
                                    

ADIANO.

"Sial, kenapa kalian teledor dalam mengawasi mereka!"

"Maap tuan, kami pikir orang itu suruhan anda yang lain." ucap orang suruhanku takut-takut.

Aku kecolongan, target yang inginku jaga dan lindungi malah lebih dulu diculik orang-orangan kakek tua itu. Sial! Mereka mengatas namakan diriku. Niatku menyiksa cucunya lebih dulu supaya tak mengetahui niatku awal malah menjadi runyam.

"Cari mereka sampai dapat. Dan satu lagi targetku jangan sampai terluka. Dia dan adiknya harus selamat!" titahku tegas, orang suruhanku sudah lebih dulu ngacir setelahku perintah.

"Kita lihat siapa yang bakal menang! Tawanku adalah milikku!" gumamku yakin.

*****

Ditempat lain, Vannya dan Fiki berusaha melepas ikatan pada tubuh dan mulutnya yang disumpal kain. Fiki menguatkan Vannya agar lebih kuat dan tak menangis. Bagi Fiki, jika mereka menangis akan membuat para penculik itu senang. Lain dengan Vannya, dirinya berusaha melepas ikatan agar segera pulang melihat keadaan kedua orang tuanya. Teror yang diberikan seseorang padanya mengencam keluarganya juga.

"Gue harus kuat, wanita nggak boleh lemah." batin Vannya menguatkan dirinya.

Fiki berhasil melepas tali pada tangannya. Namun, belum sempat seluruhnya terlepas. Langkah kaki terdengar masuk ke ruangan mereka berada. Vannya panik, Fiki menyenggol bahu sang kakak supaya tenang.

"Rupanya kalian sudah sadar." ucap orang bermasker itu.

Vannya berteriak, tapi terdengar gumaman akibat sumbal dimulutnya. Orang itu melepas kain sumbal dimulut Vannya. Vannya akhirnya bisa melepas teriakannya.

"Mau kalian apa dari kita." tanya Vannya sedikit meninggi.

"Mau kita, kalian dan orang tua kalian."

Fiki menatap orang didepannya marah.

"Mau apa anak laki kecil. Mau marah ya, ucuhu ucuhu. Anak kecil lebih baik diam." sahut orang dibelakang orang bermasker sama seperti didepannya. Orang itu juga melepas penutup mulut Fiki.

"Kalian orang suruhan siapa?"

"Seseorang yang dekat dengan kalian. Terutama kau nona cantik." kekeh orang tersebut. Vannya tersungut, dirinya berusaha berontak saat dagunya di sentuh pria itu.

"Siapa?" beo Fiki.

"Tanya saja pada kakakmu." sahut pria lain. Ada tiga orang yang memasuki ruangan dimana Vannya dan Fiki disekap. Fiki menengok pada sang kakak yang disampingnya.

"Kakak nggak tahu dek," ucap Vannya lemah.

Ketiga orang tersebut saling mengkode. Vannya terus memperhatikan orang-orang tersebut. Walau mereka menggunakan masker. Tapi, mata mereka hampir sama. Siapa mereka? Pertanyaan dalam pikiran Vannya akhirnya terjawab saat Vannya berteriak histeris.

"Keluar kalian, bunuh sekalian aku jangan keluargaku. Aku mohon, bunuh saja aku." teriak Vannya, Vannya menunduk lalu mendongak serta tubuhnya memberontak dari ikatan-ikatan tali pada tubuhnya. Fiki tentu khawatir saat salah satu tangan kakaknya berdarah akibat ikatan tertarik karena berontakan Vannya.

Ketiga orang itu panik dan salah satu dari mereka membius Fiki saat tahu Vannya tak sadarkan diri. Mereka melepas ikatan tersebut. Saat akan menganggkat tubuh Vannya. Mereka terdiam kaku saat tongkat kayu mengetuk bahu mereka masing-masing.

"Apa yang kalian lakukan anak muda?" tanya kakek itu.

"Hhehhehhe kakek, kami cuma menghampiri mereka. Tapi...." ucap salah satu pria itu.

Kakek itu menatap ketiga pria tersebut horor. Ketiganya menelan salivanya saat tatapan sang kakek tertuju pada lengan tangan Vannya.

"Itu kek, tadi dia tiba-tiba histeris." jelas pria lebih muda.

"Cepat bawah dia ke masuk kedalam rumah dan masukan pada kamar yang sudah disediakan pelayan." titah sang kakek. Mereka mematuhi titah kakeknya adalah perintah.

"Loe angkat Vannya, kak. Gue sama adek angkat Fiki. Huft, menyebalkan." gerutu pria ke 2.

Pria 1 anak tertua mengangguk dan mengangkat gadis kurus itu. Bagi pria tertua mengangkat gadis seperti Vannya tak ada beban nilainya. Berat badan Vannya begitu ringan baginya. Apa Vannya tak makan selama bertahun-tahun ya?, pria tertua itu menggelengkan kepalanya. Menghilangkan pikiran konyolnya itu.

Saat masuk ke Rumah besar. Mereka langsung disambut para Ayah dan Ibu atau Anak dan menantu sang kakek. Mereka panik saat darah dilengan Vannya menetes ke lantai.

"Ada apa ini Rick?" tanya wanita seusia mama Vannya.

"Gak apa mam, itu tadi Vannya berontak jadilah bahunya kena tali." sahut pria 2,

"Cepat kalian bawa ke kamar tamu aja dulu." panik wanita lain.

Mereka langsung membawa Vannya masuk ke kamar tamu yang terdekat di ruangan mereka berkumpul. Sedangkan kedua pria yang memapah Fiki dibawah masuk ke kamar yang disediakan sang kakek. Saat mereka turun langsung menuju ke kamar tamu. Ternyata kakeknya begitu cekatan dalam mengurus Vannya beliau langsung memeriksa Vannya.

Tak lama Vannya tersadar. Orang-orang yang didalam ruangan itu tersenyum lega. Vannya menatap mereka bergantian dengan kebingungan.

"Kalian siapa?, loh kok ada dokter Viska" tanya Vannya.

Sang kakek tersenyum menatap Vannya. Ternyata Vannya tak melupakannya. Kakek itu berprofesi dokter. Vannya mengkerutkan keningnya, sedangkan salah satu wanita menyahut untuk mengenalkan diri.

"Panggil saja saya mama Rere, ini suami saya Rifky Viska anak tertua kakek dokter itu dan yang duduk dipojok sana itu putra saya namanya Ricky Arel Viska cucu tertua dikeluarga ini."

"Kamu cukup panggil saya bunda Audi, disamping saya ini, suami saya Gino Viska. Didepan pintu itu adalah kedua putra bunda, (Vannya menengadahkan kepalanya kearah pintu melihat kedua orang yang berada disana) mereka putra bunda. Yang pertama samping kanan, Rangga Gino Viska, yang kiri itu si bungsu bunda Givando Audi Viska." sahut wanita itu ramah.

Vannya kembali menatap mereka satu persatu. Orang-orang menatap tak ragu pada sang kakek. Kakek Viska masih diam lalu pergi meninggalkan ruangan itu. Kedua pria muda didepan itu menyingkir dari pintu.

Kenapa aku disini?

Siapa mereka dikehidupanku?

Kenapa mereka begitu ramah?

Kemana adikku?

Siapa yang menculiku?

Apa Adiano si mantan bos yang menculiknya dan adiknya ini?

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul dibenak Vannya. Saat pintu tertutup tinggallah dia sendiri dikamar itu. Setelah mereka semua keluar dari kamar tamu. Vannya memejamkan mata mengusir pusing dan nyeri pada bahunya.

Wanita Tangguh✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang