🌻9

28K 3.5K 1.1K
                                    

"Kau tinggal diapartemen ini?" tanya Jungkook ketika menghentikan mobilnya di area parkir.

Lisa mengangguk. Ia melepaskan seatbelt yang dipakainya. "Sejak kuliah, aku mulai tinggal disini bersama Somi."

"Dimana ayah dan ibumu?"

Lisa tersenyum tipis. "Ibuku tinggal di desa bersama kakek dan nenekku. Kalau ayahku tinggal bersama keluarga barunya."

Jungkook menoleh ke arah Lisa, senantiasa memerhatikan raut wajah gadis itu yang berusaha menyembunyikan lukanya dengan senyuman. "Orang tuamu...."

"Ya, ayah dan ibuku bercerai sejak aku duduk dibangku sekolah menengah pertama." potong Lisa.

Dan memang, sangat sulit untuk terlihat baik-baik saja saat pertanyaan tentang 'Ayah' merasuk ke dalam rungu. Hanya dalam waktu beberapa detik, memori menyesakkan itu mendadak terputar didalam kepala Lisa. Seperti bagaimana ketika ia dan ibu berpapasan dengan sang ayah di area stasiun--yang tengah menggandeng tangan selingkuhannya, dan bagaimana hal itu membuat pertengkaran hebat pada malam harinya. Suara barang-barang pecah, seruan sang ayah, teriakan sang ibu, tangisan Somi. Semuanya masih terekam jelas didalam ingatan Lisa.

Jungkook mendadak merasa bersalah sekarang. Pembahasan ini sungguh sensitif. Seharusnya ia tidak usah banyak bertanya. "M-maaf. Aku tidak tahu. Aku hanya--"

"Tidak apa-apa, Jung." Lisa memotong lagi. Gadis itu terkekeh pelan. "Itu hanya masa lalu. Kami sudah hidup lebih baik sekarang. By the way, terima kasih untuk tumpangannya."

Lisa membuka pintu mobil Jungkook dan beranjak keluar, lalu kemudian pemuda itu melakukan hal yang sama.

"Aku akan mengantarmu sampai kamar apartemen." kata Jungkook.

"Eoh, tidak perlu. Ini belum terlalu malam, kok. Tidak akan ada hal buruk yang terjadi padaku."

Jungkook berjalan lebih dulu sembari memasukkan tangannya ke dalam saku celana. "Siapa juga yang mengkhawatirkanmu. Aku hanya ingin menguras isi kulkasmu sebagai bentuk balas budi karena sudah mengantarmu pulang."

Lisa memanyunkan bibirnya, menatap Jungkook dengan kesal. Tentu saja ia merasa malu. Ia sempat berpikir kalau ia dan Jungkook sudah menjalin relasi sebagai teman baik. Nyatanya pemuda itu masih mengibarkan bendera perang ditengah-tengah mereka. Gadis itu lantas berjalan mendahului Jungkook sembari menghentak-hentakkan kakinya dengan sebal.

Jungkook diam-diam terkekeh karenanya. Melihat reaksi Lisa yang seperti itu, membuat Jungkook merasa gemas bukan main sampai ingin memeluk gadis itu erat-erat. Tapi sayangnya Lisa masih milik orang lain. Jadi tidak boleh sembarang peluk-peluk.

Memasuki ruang apartemen Lisa, Jungkook segera mendaratkan bokongnya diatas sofa. Bola matanya mengedar, memerhatikan setiap inchi dari tempat ini. Sementara Lisa berlalu memasuki area dapur.

Menurut Jungkook, apartemen ini cukup nyaman untuk ditinggali meski tidak sebesar miliknya yang berada dikawasan pusat kota. Nuansanya dipenuhi oleh warna putih dan abu-abu dengan beberapa furniture berwarna senada yang berhasil menambah kesan minimalis sekaligus exclusive. Ada beberapa figura yang terpasang. Didalamnya memuat foto Lisa, Somi, dan seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah potret sang ibu.

Namun ada satu figura berukuran sepuluh kali dua puluh senti yang terletak disudut meja. Disana terdapat foto keluarga Lisa, lengkap dengan presensi sang ayah. Sepertinya foto itu diambil ketika Lisa masih berusia sekitar sepuluh tahun. Keempatnya tersenyum bahagia, seolah ingin menyongsong masa depan yang indah bersama-sama sebelum takdir mempermainkan hidup mereka.

Jungkook tersenyum disana. Ia sangat paham bahwa sebenci apapun Lisa terhadap ayahnya, gadis itu tetap menyimpan rasa rindu dan kasih sayang pada sosok paruh baya itu. Sebab darah lebih kental daripada air, bukan?

fluke | lizkook✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang