Tiga - (Dia)

788 60 2
                                    

.

.

.

"Eh gue yang galak kenapa lo yang sewot" lelaki itu tak menjawab, ia malah membuka helmnya lalu mengacak-acak rambutnya.

Nada menatapnya dengan kaget. Itukan lelaki yang beberapa hari datang ke rumah bersama dengan kedua orang tuanya untuk menjodohkan dirinya dengan lelaki itu. Apa yang dilakukannya.

Ia menunjuknya, "lo.. Donal ngapain disini?"

Denal menatapnya sinis, "Denal bukan Donal, lo pikir gue bebek"

Nada meringis, "ah iya iya terserah gue" ucapnya, "ngapain lo disini?"

"Jemput lo!" gadis itu menunjuk dirinya sendiri, "jemput gue? Gue gak salah denger kan"

"Gak. Ayo buruan naik. Gue bukan ojek online"

"Ehh gue gak mau"

"Jual mahal banget jadi cewek. Udah buruan ah"

Nada memasang wajah sangarnya, "kok lo maksa?"

Delan menelan ludahnya ketika melihat wajah gadis itu, "nya-nyantai aja kali. Gue gak maksa kok"

Nada mengangguk lalu menaruh tangan kirinya di pinggang, sedang tangan kanannya di tunjukan kesana-kemari, memberi kode kepada lelaki itu untuk pergi.

"Beneran nih gue pergi" ucap Denal sambil memakai helmnya.

Nada mengangguk sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

Denal menatapnya dari balik helm dengan bingung, "lo ngapain sih?"

"Ah bukan urusan lo" lalu mendorong lelaki itu, "udah pergi sana, gue gak mau pulang bareng lo"

Lelaki itu mendengus dan langsung pergi meninggalkan gadis itu. Dasar gadis aneh, udah baik mau dianterin malah nolak, pake ngusir-ngusir segala lagi. Batin Denal kesal.

Nada kembali duduk di batu tersebut. Menepuk-nepuk pipi tembemnya dengan pelan. Sudah jam segini, tapi Risan belum juga datang, entah kemana lelaki itu pergi atau mungkinkah ia lupa.?

Gadis itu menghembuskan nafasnya berat, "lama banget sih"

"Kalau tau begini mending gue pulang sama Denal aja tadi" ujarnya pelan, "eh gak-gak, gue gak boleh percaya gitu aja sama Denal. Mungkin aja kan dia punya niat lain sama gue"

Gadis itu menatap tanah dengan pandangan kosong. Ia pun memutuskan untuk berdiri dari duduknya, "apa gue jalan pelan-pelan aja dulu yah? Siapa tau ketemu sama Risan di jalan" ia mengangguk dengan jawabannya sendiri dan mulai berjalan dengan gontai. Untungnya hari mulai sore matahari tak terlalu menyengat. Ditambah lagi ia menggunakan jaket jadi kulitnya tak akan hangus karna terkena cahaya matahari yang berlebihan.

"Baru setengah jalan gue uu..." ucapnya terhenti ketika mendengar suara seseorang.

"Naik" Nada menatap seseorang tersebut yang ternyata Denal. Ia mengernyitkan alisnya bingung, kenapa lelaki itu ada disini, kan tadi dia sudah pergi.

"A-apa?" Denal mengangkat kaca helmnya, "gue bilang naik"

"Gue gak..."

"Naik Nada. Lo keras kepala banget sih"

"I-iya gue naik" ucapnya bosan, lalu naik ke atas motor sport lelaki itu. Ia duduk menyamping, toh tak mungkin ia akan duduk seperti umumnya disaat menggunakan rok, bisa-bisa pahanya diluar semua.

Suasana canggung, Nada hanya diam sambil memegang tas lelaki itu. Jujur selama ia hidup 16 tahun ini, baru pertama kali naik motor sport kawasaki. Jadi kesannya kayak gimana gitu. Ditambah lagi tubuhnya berasa akan jatuh.

Real Dream (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang