.
.
.
Dian melangkahkan kakinya di koridor sekolah sambil menenteng kantong plastik berisi makanan untuk teman kesayangannya Nada. Gadis itu sekarang ini sedang berada di dalam kelas sambil melamun. Padahal Dian sudah mengajaknya untuk ke kantin agar ia bisa mengisi perutnya yang kosong, tapi dasar Nada keras kepala. Ia menolak dan memilih untuk menyuruh Dian membelinya makanan agar bisa dimakan di dalam kelas saat ia merasa lapar nanti.
Saat akan melangkahkan kakinya ke anak tangga, ada yang meneriaki namanya. Ia pun berbalik, menatap tajam sekaligus kaget pada siapa yang memanggilnya barusan. Ya kaget karena melihat wajah babak belur lelaki itu. "Denal"
"Dian dimana Nada?" tanya Denal to the point.
Dian memutar matanya tak suka dengan pertanyaan lelaki itu. Kemana saja dia selama ini. Kenapa nanti Nada seperti ini baru datang.
"Lo gak perlu tau"
Denal berdecak kesal atas ucapan gadis itu, "gue serius, dimana Nada sekarang?"
"Gue kan udah bilang lo gak perlu tau. Dan lebih baik sekarang lo pergi aja"
"Gue..." ucap Denal terputus. Saat melihat seorang gadis yang menghampiri mereka berdua dengan wajah panik.
"Billa lo kenapa?" tanya Dian bingung.
"Dian. Nada pingsan"
"Lo serius. Dimana dia sekarang" bukan pertanyaan Dian tapi pertanyaan Denal yang meluncur begitu saja dari mulutnya.
Gadis itu mengangguk panik, "iya, sekarang Nada ada di UKS lantai atas"
"Ok makasih yah Billa" gumam Dian dibalas dengan anggukan oleh gadis itu.
Buru-buru Dian berlari menaiki tangga, diikuti Denal yang terlihat sangat panik. Mereka langsung saja memasuki ruangan UKS. Dan mendapati Risan, Juna, dan Dani yang duduk di kursi panjang.
Tatapan Denal dan Risan bertabrakan. Risan menajamkan matanya pada Denal, "mau apa lo disini?" celocos Risan kasar. Lelaki itu bahkan sudah berdiri. Juna dan Dani pun segera menahan lelaki itu, takut dia membuat keributan di ruang tersebut.
Denal hanya memandangnya biasa tanpa ada kilatan emosi. Toh Ia datang kemari untuk menemui Nada bukan untuk berkelahi dengan Risan.
"Sudah Risan lo jangan emosi. Lo tau kan semua ini salah paham Denal gak salah" ucap Juna, berusaha menenangkan Risan yang terlihat emosi. Padahal ia sudah menjelaskan semuanya bahwa ini hanyalah kesalah pahaman dan Denal tak bersalah, melainkan ini salah Clara, gadis yang mengaku pacar Denal pada Nada. Tapi masih saja Risan emosi.
"Maksud lo apa Denal gak salah?" tanya Dian tiba-tiba. Ia bingung dengan keadaan ini.
"Yaudah gue bakal jelasin semuanya sama lo, tapi gak disini. Mending kita berempat keluar aja, biarin Denal dan Nada disini. Mereka butuh waktu untuk memperjelas masalah ini" jelas Juna yang sepertinya mengerti dengan keinginan Denal. Jelas sekali dari raut lelaki itu.
"Lo gila yah ninggalin Nada sama orang brengsek itu" protes Risan. Dian ikut-ikutan mengangguk, "bener kata Risan. Kita gak boleh ninggalin Nada sama Denal. Bisa-bisa dia ngelakuin hal yang aneh-aneh sama temen kesayangan gue"
Dani menggulirkan tatapannya pada kekasihnya yang seenak jidat menyetujui ucapan Risan, padahal ia tak tau apa-apa. "Udah kamu gak tau apa-apa, jangan ngomporin orang mulu. Mending ikut aku. Nanti aku jelasin semuanya" ujarnya sambil menyeret kekasihnya keluar dari ruangan UKS itu.
"Hee sayang aku mau liat Nada dulu" terdengar celoteh tak jelas dari luar ruangan. Sepertinya Dani membawa pergi kekasihnya itu.
"Lo juga ikut gue" ucap Juna sambil memegang tangan Risan.
"Eh kenapa lo juga jadi ikut-ikutan kayak Dani"
"Bacot diem lu"
Kini tersisa Denal yang terdiam menatap bingung kelakuan aneh teman-teman kekasihnya. Sekarang ia tau dari mana sikap aneh Nada.
Melangkahkan kakinya mendekati horden berwarna biru muda, menggeser dengan pelan benda tersebut, hingga nampaklah kekasihnya yang masih terbaring lemah di ranjang tersebut. Ia memijit pelan jidatnya, tak sanggup rasanya melihat gadis yang dicintainya kini terbaring lemah karena dirinya. Ia mendekat lalu mencium jidat kekasihnya dengan lembut. Lihatlah mata sembab gadis itu, pasti karena dirinya.
Mengelus lembut wajah Nada, "sayang bangun. Aku mau minta maaf sama kamu"
Saat merasa ada yang mengelus wajahnya. Nada membuka matanya perlahan-lahan. Mendapati kekasihnya yang setia menunggunya sadar.
"Sayang kamu udah bangun" ucap Denal sambil membantu gadis itu yang sedikit kesusahan untuk duduk.
Nada menatapnya tajam, "mau apa lo?"
"Aku..."
"Mau pamer pacar baru lo. Gak perlu gue udah tau"
"Gak gitu Nada kamu salah paham"
Mengernyitkan alisnya, "aku kamu? Sejak kapan. Oh mungkin ini siasat lo kan. Supaya gue bisa percaya semuanya"
"Nada aku mohon dengerin aku dulu. Aku bakal jelasin semuanya"
"Jelasin apa lagi sih Denal. Udah jelas semuanya kan kalau lo selingkuh" ucap Nada tak tahan dengan sifat keras kepala Denal.
"Aku mohon"
Nada mendongak, menatap langit-langit ruangan itu. Menahan air matanya yang entah kenapa selalu menetes di saat yang tidak tepat. Ia tak ingin terlihat lemah di hadapan Denal.
Denal menuntun wajah Nada untuk menatapnya. Tatapan mereka bertemu. Dan air mata yang dibendungnya sedari tadi akhirnya tumpah. Air mata sialan, umpat Nada dalam hati.
Gadis itu melepaskan pegangan tangan Denal pada wajahnya, "hiks udahlah Denal. Gue gak tahan kayak gini mulu. Gue sakit hati. Lo pikir hati gue terbuat dari batu haa. Yang bisa tahan liat lo berduaan dengan cewek lain. Sakit Denal, hiks"
Denal menggeleng ketika gadis itu kembali menangis karena dirinya. Seumur hidup baru kali ini ia merasa hancur karna melihat kekasihnya menangis. Sebelum berpacaran dengan Nada, ia tak pernah serius berpacaran dengan gadis lain. Tapi entah kenapa ketika dengan Nada ia berubah serius. Gadis itu. Nada. Menjungkir balikan dunianya.
"Sayang, hey dengerin aku. Kamu salah paham. Aku gak selingkuh" Denal menghapus air mata Nada.
Nada mendongak menatap tajam mata lelaki itu, kemudian ia memukul-mukul dada Denal dengan pukulan yang bukan main-main. Biar saja, supaya lelaki itu merasakan apa yang dirasakan hatinya saat ini. Padahal tanpa dipukul pun, hati Denal sudah sakit karena melihat Nada yang hancur karena dirinya.
"Hiks apalagi yang pengen lo jelasin Denal. Gue hiks udah terlanjur sakit hati" tangis gadis itu semakin menjadi-jadi, sedang Denal semakin frustasi karena Nada tak ingin mendengar penjelasannya.
"Aku mohon kali ini denger penjelasan aku"
"Percuma...."
"PERCUMA APALAGI SIH?" bentak Denal yang sudah kelewat sabar dengan gadis itu yang tak ingin mendengar penjelasannya.
Nada terdiam sambil sesekali terdengar isakan dari bibir mungilnya. Denal kembali menahan emosinya agar tidak melukai gadis yang tengah menangis itu. Ia kemudian menangkup wajah Nada, memberinya kecupan singkat di jidat lalu memeluknya erat sambil mengelus punggung rapuhnya.
"Ayo nangis sepuas kamu. Tapi kamu harus tetap dengerin penjelasan aku. Masalah ini gak akan selesai kalau diantara kita gak ada yang mau berusaha untuk menyelesaikannya"
Akhirnya gadis itu luluh dengan ucapan lembut kekasihnya. Ia masih menangis di pelukan Denal sedang Denal mulai menjelaskan semuanya.
.
.
.
Bersambung,,,
Jangan lupa ninggalin jejak...
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Dream (END)
FanfictionSemua terasa membingungkan, ia memimpikan sesuatu yang aneh. Padahal seumur hidup ia belum pernah merasakan hal tersebut. Apakah ini pertanda?. Atau apa, kenapa sangat mengganjal dipikirannya. "Jadi bagaimana?" Mimpinya menjadi nyata, tapi ini seper...