.
.
.
"Bro. Kenapa bisa lo suka sama Nada. Asal lo tau dia suka mukul siswa laki-laki dalam kelas loh. Lo gak takut?" Nada menatap Risan dengan tajam sambil melemparnya dengan camilan, "enak aja lo. Lo pasti cemburu kan sama gue?"
Risan menatapnya kesal, "eeh kasihan deh mimpi aja lu"
Nada menjulurkan lidahnya kepada lelaki itu, "week. Apa lo. Gue udah punya pacar mana pacar lo?"
"Ada"
"Iya dalam mimpi" ejek gadis itu lagi. Risan berdecak kesal sambil melempar cemilan tepat di wajah gadis itu.
"Eeh apaan sih lo"
Yura langsung saja melerai kedua manusia yang tak pernah akur itu. Ia kemudian menatap lelaki di samping Nada. "Hehe maklumin aja yah. Mereka berdua memang kayak Tom&Jerry"
Denal mengangguk paham tanpa banyak bicara. Ia menatap Nada yang kini kembali asyik menguyah cemilan.
"Eh bro" sapa Juna tiba-tiba kepada Denal. Denal yang tadinya menatap Nada. Kini menatap Juna. "Iya kenapa?"
"Kenalan dulu dong" ucap Juna sambil salam-menyalam ala anak laki-laki.
"Gue Denal"
"Oh. Kalau gue Juna, yang di samping gue Dani. Dan yang barusan bertengkar dengan Nada Risan" Denal mengangguk paham tak lupa memberikan senyumnya.
Yura tiba-tiba datang mendekat bersama Dian, "gue juga dong. Gue Yura yang paling cantik dan ini Dian" Denal kembali mengangguk sambil mengucapkan namanya. Sebenarnya ia agak canggung dengan keadaan ini.
"Jangan temenan sama mereka Denal. Gila semua"
"Iya apalagi yang ngomong barusan" sambung Dani.
"Eh diam lo" ucap Nada kesal.
Risan kembali menatap Denal, "Denal lo main PUBG?"
"Iya, tapi dia gak biasa main bareng orang-orang kayak lo pade" sambung Nada asal.
Risan melirik gadis itu sejenak. Kenapa dia jadi banyak bicara sekali yah, batinnya.
"Eh kenapa lo yang sewot"
"Iyalah gue kan pacarnya"
"Risan. Iya gue main kok. Kenapa lo mau mabar?" tanya Denal tiba-tiba. Entahlah ia hanya ingin mengisi kekosongan. Daripada hanya melihat pertengkaran kekasihnya dengan Risan. Lebih baik ia main game kan.
"Ok mabar kita. Eh Juna, Dani yuk" semua lelaki mengangguk setuju dan langsung saja bermain game. Membiarkan kekasih mereka yang asyik menggosip dan berfoto selfie.
.
.
.
.
.
Denal melepaskan ponselnya di atas meja. Ia, Risan , dan Juna baru saja selesai bermain game. Sedang Dani telah pulang satu jam yang lalu karena kekasihnya Dian merengek minta pulang, akhirnya pun mereka pulang.Lelaki itu menatap lembut kekasihnya yang tertidur pulas sambil menyandarkan kepala dibahunya. Denal mengelus pipi tembem gadis itu.
"Nada bangun" gadis itu tak merespon sama sekali karna tidur terlalu pulas.
Denal menepuk pelan pipinya, "hey bangun"
Risan menatap Denal yang sibuk membangunkan Nada. Ia tersenyum jahil ketika ide terlintas di kepalanya. Beranjak dari tempat duduknya mendekati Denal.
"Bro. Bukan gitu caranya kasih bangun Nada. Dia tuh cewek kebo. Gak mempan kalau lembut kayak gitu"
Risan kemudian mencubit gemas pipi Nada sehingga membuat gadis itu terlonjak kaget dan terbangun sambil meringis. Matanya memerah dengan pipi kirinya ikut memerah akibat cubitan gemas Risan. Nada mengelus-ngelus pipinya yang berdenyut dengan mata yang masih sayu.
Denal menatapnya khawatir. Sedikit tak suka dengan cara Risan membangunkan Nada.
"Sakit?" tanya Denal. Nada mengangguk pelan, kemudian melirik Risan, "awas lo"
Risan tertawa keras mendengar ancaman dari mulut gadis itu. Suaranya serak khas orang bangun dari tidur pulasnya. Ia mengangkat bahu tak peduli dan kembali ke tempat duduk awalnya.
Denal menatapnya lembut, "pulang yuk?"
"Hmm" gumam Nada yang masih setengah sadar.
"Yaudah nih. Pakai jaket gue. Di luar dingin" dengan gerakan lambat gadis itu memakai jaket Denal.
Mereka pun berdiri sambil berpamitan kepada Yura dan kedua orangtuanya serta pada Juna dan Risan yang masih ingin berlama-lama di tempat itu.
Denal menaiki motornya kemudian memakai helm. Setelahnya ia menyuruh gadis itu untuk segera naik, tanpa banyak kata Nada langsung naik.
"Peluk gue. Takutnya lo jatuh"
Tanpa banyak kata gadis itu memeluknya sambil bergumam tak jelas. Denal hanya tersenyum tipis. Tumben-tumbenan gadis itu mau memeluknya.
"Lo jangan sampai ketiduran"
"Hmmm"
Denal menggelengkan kepalanya dan mulai menjalankan motornya. Sambil sesekali melihat dari spion gadis di belakangnya. Takut jika dia jatuh atau kenapa-napa. Karena begitu-begitu Denal menyayanginya entah sejak kapan. Tapi intinya gadis itu sangat berarti baginya.
"Nada lo tidur?"
"Hmm"
"Gak ada kata lain"
"Udah ah Denal gue ngantuk"
"Jangan tidur"
"Hmm"
"Besok gue jemput pulang sekolah yah"
"Hmm"
"Sekalian ke rumah gue yah"
"Hmm. Eh gak janji"
Keduanya kembali terdiam sampai mereka terhenti di depan rumah Nada. Nada pun turun dari motor dengan malas. Ia berdiri di hadapan Denal sambil menutup matanya.
Denal mengelus pipi gadis itu sehingga membuatnya membuka mata.
Nada menatap Denal dengan sayu, "kenapa?. Udah pulang sana"
Denal kembali mengelus kepalanya dengan lembut, "langsung tidur. Jangan main hp"
Gadis itu mengangguk malas. Denal memutar motornya. Baru saja ia akan meleset pergi, gadis itu memanggilnya. Ia menoleh, "kenapa?"
Nada melepaskan jaket Denal dari tubunya. Lalu berjalan mendekati lelaki itu. Memberikan jaketnya.
"Pakai nih jaket lo. Udaranya dingin"
Denal tersenyum lebar, "ciee lo khawatir kan sama gue?"
"Iyalah gue kan pacar lo. Emangnya gue gak boleh khawatir yah sama lo?" jawabnya dan malah kembali bertanya.
"Nyantai aja. Boleh lah. Gue juga kan selama ini sering khawatirin lo"
"Hmm iya-iya. Buruan pakai jaket lo" Denal mengangguk dan memakai jaketnya. Ia menatap Nada yang memperhatikan gerak-geriknya sedari tadi.
"Resleting dong jaketnya" pinta Denal sambil menahan tawa.
Nada menatapnya malas kemudian mendekati dan meresleting jaket lelaki itu.ia menepuk-nepuk dada Denal dengan kedua tangannya. "Emm mentang-mentang gue baikin lo malah manja-manja yah"
"Hehe iya. Gue pulang dulu yah"
"Jangan singgah ke tempat lain. Langsung pulang"
"Ok boss" ucapnya kemudian meleset pergi meninggalkan tempat itu.
Nada menatapnya sambil tersenyum. Sepertinya ia mulai nyaman dengan Denal.
.
.
.
Bersambung,,,
Jangan lupa ninggalin jejak...
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Dream (END)
FanfictionSemua terasa membingungkan, ia memimpikan sesuatu yang aneh. Padahal seumur hidup ia belum pernah merasakan hal tersebut. Apakah ini pertanda?. Atau apa, kenapa sangat mengganjal dipikirannya. "Jadi bagaimana?" Mimpinya menjadi nyata, tapi ini seper...