Duatujuh - (Sayang)

430 19 0
                                    

.

.

.

"Udah selesai?" tanya Dian pada Nada yang baru saja masuk ke kamar. Ia dari toilet menggunakan piyama tidur berwarna merah. Gadis itu mengangguk lalu merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

Awalnya Dian sedikit bingung dengan kedatangan tiba-tiba gadis itu. Jantungnya hampir copot ketika melihat siapa yang mengantar Nada, tentu saja. Siapa yang tidak akan kaget melihat lelaki brengsek itu mengantar temannya. Nada pun yang tahu Dian akan mengeluarkan semprotan kemarahannya langsung menjelaskan kenapa Reno bisa bersamanya, gadis itu hanya mengangguk asal. Lalu Reno pamit pada kedua gadis itu.

Nada yang mendapat tatapan pertanyaan dari Dian langsung menjelaskan semuanya tanpa disensor. Gadis itu kaget ketika mendengar bahwa Nada memutuskan Denal hanya karna masalah sepele itu. Niat memukul kepala gadis itu pun tak jadi ketika melihat temamnya berbicara sambil menangis. Ia hanya mampu menenangkan Nada dengan memeluknya dan berkata bahwa semua ini akan baik-baik saja.

Gadis itu kemudian merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Bergelung nyaman di dalam selimut berwarna pink milik Dian, ia mengabaikan tatapan tajam dari temannya itu.

"Itu selimut gue" Nada meliriknya bosan.

"Bodoh amat"gumamnya asal sambil menaruh ponselnya di atas meja. Ia menutup matanya, Dian tahu gadis itu pasti sedang mencari cara agar ia cepat tertidur dan dapat melupakan sejenak masalahnya.

.

.

.

Dian berjalan ke arah pintu ketika mendengar suara ketukan, padahal ia baru saja akan memasakan makanan untuk dirinya dan Nada yang memang belum makan. Temannya yang satu itu pun sekarang sudah tertidur pulas, padahal Dian sudah memperingati untuk menunggu makan malam terlebih dahulu lalu ia bisa tidur sepuasnya tanpa merasakan kelaparan.

Membuka pintu dan mendapati seseorang yang memarahinya lewat telefon sedang berdiri dengan wajah gusar.

"Denal"

"Dian. Sebelumnya gue mau minta maaf soal kejadian tadi siang, lo tau kan gue sayang banget sama Nada, jadi gue gak mau dia sampai kenapa-napa" ucap Denal terus terang terlihat dari wajahnya yang menyesal. Dian tersenyum sambil mengangguk, lalu menyuruh Denal masuk dan duduk di sofa yang berada di ruang tamu kecilnya. Kostnya memang lumayan luas, ada ruang tamu kecil, cukup untuk menampung 6-8 orang, ada kamar tidur yang sekalian dengan kamar mandi, dan dapur.

"Iya gakpapa kok, lagian juga gue gak jadi kesana"

"Pasti karna gue kan?"

Dian menggeleng, "gak. Dani yang ngelarang gue kesana, alasannya sama kayak lo. Dan gitu terjadilah perdebatan tapi kita gak sampai putus. Gue gak berani keluarin kata putus, yah taulah gue gak seberani Nada"

Denal tersenyum mendengar ucapan Dian mengenai kekasih entahlah mantan atau apa. Ia tetap menganggap Nada sebagai kekasihnya.

"Gue harap lo gak marah sama Nada karna dia putusin lo dengan alasan yang gak jelas kayak gitu. Maklumi aja ini kali pertama baginya menjalankan hubungan pacaran" ujar Dian.

"Iya gue ngerti kok Nada gimana. emm ngomong-ngomong dia beneran nginep disini?"

Dian berpikir sejenak, apakah ia tak perlu memberitahu Denal, tapi lelaki itu sepertinya ingin sekali bertemu dengan Nada. Ia jadi kasihan dibuatnya apalagi tatapannya yang sangat berharap. Setelah memikirkannya, akhirnya Dian mengatakannya. Toh lebih baik jujur kan.

"Iya, tapi Nada udah tidur"

"Yaudah gak papa"

"Gue bangunin aja yah, sekalian dia bangun makan malam, soalnya belum makan gue baru mau masak"

"Eh gak usah, gue kesini cuma mau minta maaf sama lo dan mastiin kalau Nada bener-bener ada disini"

"Lebih baik lo liat dulu Nada, gue tau lo pengen sekali ketemu sama dia" wajah Denal seketika berubah senang, lelaki itu langsung berdiri dari duduknya. Menatap Dian dengan tak percaya.

"Serius? gakpapa kan gue masuk kamar lo"

"Selagi lo gak nge nganu gak papa" ujar Dian dengan nada candaan membuat Denal tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Bisa-bisa gadis itu berpikir seperti itu, mungkin tertular mesum dari kekasihnya Dani.

Selanjutnya Denal melangkah masuk ke dalam kamar, sedikit tak suka dengan gaya tidur gadis itu. Ayolah Nada seorang perempuan, mana ada perempuan yang tidur sambil membuka lebar kakinya dan mengangkat bajunya sampai terlihat kulit putih mulusnya. Menggelengkan kepalanya, ini memang pertama kalinya ia melihat gadis itu tidur di malam hari, biasanya ia tidur siang dirumah tak pernah sekacau ini. Mungkin saja ia masih menjaga gaya karna itu ia tidur di rumah Denal, beda dengan sekarang di rumah teman dekatnya. Tapi tetap saja kan. Bagaimana kalau ada maling yang masuk, ia yakin pasti yang akan diculik lebih dulu adalah kekasihya itu.

Denal mulai melangkah mendekati Nada yang tertidur pulas. Menduduki dirinya di ujung ranjang, lalu mengatur gaya tidur gadis itu menjadi lebih baik tak lupa menurunkan bajunya. Ia mengelus kepala gadis itu dengan lembut berusaha menyalurkan rasa sayangnya pada Nada. Jujur tak pernah ia mencintai seorang gadis sedalam ini. Nada adalah segala-galanya.

"Sayang jangan nangis mulu yah, liat tuh mata kamu udah bengkak" gumam Denal lembut dan pelan agar tak membangunkan gadis itu.

"Nanti kalau kamu udah gak marah sama aku, datang aja yah. Trus pukul aku sepuasnya, sampai rasa kesel kamu hilang, aku rela kok" Denal mencium kedua pipi Nada. Lama ia menatap wajah polos kekasihnya yang tertidur, sampai tak terasa air matanya menetes begitu saja. Katakan saja ia lelaki cengeng, tak mengapa. Itu semua karna begitu besar rasa cintanya untuk Nada.

"Aku pulang yah, jaga diri kamu baik-baik. Kalau butuh apa-apa tinggal bilang sama aku"ucap Denal lalu memberikan kecupan ringan di dahi Nada. kemudian ia memilih keluar dari kamar itu.

Dian yang tengah asyik memainkan game di ponselnya pun menoleh pada orang yang baru keluar dari kamarnya. Ia tersenyum, "Udah?"

Denal menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil ngeyir lebar. Suasana hatinya kembali baik ketika bertemu kekasihnya, "iya. Dian tolong jagain Nada yah"

"Lo tenang aja, lagian Nada udah besar kali bisa jaga diri sendiri"

"Iya tapi lo tau kan, dia sering buat ulah"

"Assyiapp deh"

Denal mengangguk lalu pamit untuk pulang. Dian pun kembali masuk ke dalam kamar, tak jadi memasak karna sepertinya itu akan terbuang percuma. Nada sudah tertidur pulas pasti gadis itu tak akan bangun untuk makan.

Menggeram kesal ketika baru saja akan tidur ponselnya berdering. Tak bisa kah ia tenang tanpa ada gangguan dari orang-orang. Pertama Denal dan ini. What, Dian melebarkan matanya melihat siapa yang menelfonnya. Dani. Lelaki itu pasti akan memarahinya habis-habisan. Tadi setelah Dani mengetahui tentang ia akan pergi ke bukit bersama Nada dan Yura, lelaki itu menculiknya, membawanya ke rumah yang memang lelaki itu selalu sendiri di rumah. Lalu mengurungnya, tak memperbolehkannya pulang karna ia tahu Dian sangat nekat, ia tetap akan pegi walaupun sudah dilarang. Setelah itu mereka berdebat. Dan tentu saja lelaki selalu salah, jadi Dani memilih diam dan menenangkan diri di halaman belakang. Ketika ia balik kekasihnya sudah tak ada di rumah, gadis itu kabur.

"Halo"

"Kenapa baru diangkat" terdengar suara berat dari seberang sana. Membuat Dian meneguk ludahnya kasar.

"Anu tadi aku lagi masak"

"Aku pikir udah mati" Dian menggerutu dalam hati. Dasar kekasih gila, ucapan bodoh macam itu, 'anjjr*t mulutnya minta disumpal pakai sikat wc', gumam gadis itu dalam hati.

"Kamu nyumpahin aku, yaudah kalau gitu" ucap Dian terhenti.

"Kamu dihukum, siap habis nafas besok" potong Dani, lalu mematikan sambungan telefonnya.

Dian menatap kesal ponselnya, ingin sekali melempar benda mungil di tangannya itu kalau tak ingat harga bahwa ponselnya cukup mahal. Ia hanya bisa berdoa mudah-mudahan bibirya tak bengkak besok hari.

.

.

.

Bersambung...

Jangan lupa ninggalin jejak

Real Dream (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang