.
.
.
Nada lo ngapain di sini?" tanya seseorang.
Nada mengangkat kepalanya menatap seorang lelaki yang berdiri membelakangi cahaya lampu taman, sehingga wajahnya tak terlalu jelas. Menyipitkan matanya agar dapat mengetahui wajah orang itu. Tubuhnya menegang ketika mengetahui siapa lelaki itu.
"Reno" gumam Nada pelan. Dalam hatinya takut, ya lelaki itu yang hampir melakukan hal tak senonoh padanya. Tentu saja ia takut, apalagi lelaki itu datang disaat ia sedang lemah.
Reno mengernyit bingung ketika memperhatikan penampilan gadis itu. Berantakan.
"Lo kenapa?" Nada menggeleng pelan sambil menyinggir sedikit karna lelaki itu memilih duduk disampingnya.
Reno yang mulai menyadari bahwa gadis itu sedang ketakutan pada dirinya tersenyum simpul. Ia maju lalu memegang sebelah tangannya. Nada memucat sesaat, ia menghentakan tangannya sehingga tangan lelaki itu terlepas.
"Lo kenapa?" tanya Reno mulai bingung dengan sikap aneh Nada.
"Gue, gak"
"Gue tau lo masih ingat tentang kejadian itu. Gue minta maaf sebesar-besarnya, gue nyesel sumpah" ujar Reno sungguh-sungguh ia menatap dalam mata Nada. Beberapa saat mereka bertemu pandang, sampai Nada memutuskan dengan mengalihkan tatapannya pada lampu jalan.
"Gue maafin kok. Dan yah baguslah kalau lo sadar"
"Makasih, dan gue harap setelah ini kita bisa akrab seperti dulu. Gue nyesel karna ngelakuin itu. Gue pikir dengan begitu lo bakal terus dekat dengan gue, tapi nyatanya lo malah menjauh dan benci sama gue"
Nada yang mendengar ucapan sungguh-sungguh lelaki itu tersenyum kecil. Yah kalau dibilang lelaki itu sebenarnya baik. Sebelum hubungan pertemanan mereka rusak. Reno selalu membantunya jika ia dihukum karena bolos sekolah. Atau saat ia pingsan di lapangan voly lelaki itu juga yang membawanya ke ruang uks.
Mereka berdua larut dalam cerita. Tapi dominan lelaki itu yang banyak bicara, Nada hanya diam dan memperhatikannya bicara lalu akan tertawa jika itu hal lucu.
.
.
.
.
Denal mengetuk keras kepalanya yang sama sekali tak bisa berpikir jernih. Dalam kepalanya hanya Nada dan Nada. Ia tak bisa hidup tanpa gadis itu. Nada adalah segalanya, hanya gadis itu yang mampu membuatnya galau besar-besaran seperti ini.Ia berusaha menahan gejolak untuk tidak menonjok cermin yang ada dikamarnya itu. Hatinya sekarat, tanpa Nada ia tak bisa apa-apa.
"Kenapa harus seperti ini?" tanyanya dengan gundah. Ok Denal kau harus bangkit, ini bukan saatnya bergalau ria. Ini saatnya untuk mencari Nada dan meluruskan semua permasalahan ini.
Ia buru-buru bangkit dari duduknya, mengambil kunci yang tergeletak begitu saja di meja, lalu mengambil jaketnya yang tergantung dibelakang pintu.
Tak berlama-lama di dalam garasi, ia langsung mengambil motornya dan tancap gas. Tujuan utamanya adalah rumah gadis itu.
Denal menghentikan motornya di depan rumah gadis itu, sengaja tidak memasukannya ke dalam karna pagar hanya terbuka sedikit. Ia masuk tergesa-gesa, dan mendapati Rini sedang duduk bersama anak dan suaminya di teras rumah.
"Asaalamualaikum kak, Nadanya ada?" tanya Denal to the point.
Rini menatapnya, "Waalaikumsalam. Gak, tadi dia telfon kakak katanya dia mau menginap di kostnya Dian"
"Oh iya deh kak makasih. Aku langsung balik dulu yah"
"Gak mau duduk bentar" Denal menggeleng sopan.
"Yaudah kak Jundry, kak Rini, Kiren. Aku pergi dulu yah" pamit Denal lalu pergi setelah terlebih dahulu mengucapkan salam.
.
.
.
.
.
"Udah selesai?" tanya Dian pada Nada yang baru saja masuk ke kamar. Ia dari toilet menggunakan piyama tidur berwarna merah. Gadis itu mengangguk lalu merebahkan tubuhnya di tempat tidur.Awalnya Dian sedikit bingung dengan kedatangan tiba-tiba gadis itu. Jantungnya hampir copot ketika melihat siapa yang mengantar Nada, tentu saja. Siapa yang tidak akan kaget melihat lelaki brengsek itu mengantar temannya. Nada pun yang tahu Dian akan mengeluarkan semprotan kemarahannya langsung menjelaskan kenapa Reno bisa bersamanya, gadis itu hanya mengangguk asal. Lalu Reno pamit pada kedua gadis itu.
Nada yang mendapat tatapan pertanyaan dari Dian langsung menjelaskan semuanya tanpa disensor. Gadis itu kaget ketika mendengar bahwa Nada memutuskan Denal hanya karna masalah sepele itu. Niat memukul kepala gadis itu pun tak jadi ketika melihat temamnya berbicara sambil menangis. Ia hanya mampu menenangkan Nada dengan memeluknya dan berkata bahwa semua ini akan baik-baik saja.
.
.
.
Bersambung...
Jangan lupa ninggalin jejak
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Dream (END)
FanfictionSemua terasa membingungkan, ia memimpikan sesuatu yang aneh. Padahal seumur hidup ia belum pernah merasakan hal tersebut. Apakah ini pertanda?. Atau apa, kenapa sangat mengganjal dipikirannya. "Jadi bagaimana?" Mimpinya menjadi nyata, tapi ini seper...