.
.
.
"Denal a..." ucapan Nada terhenti ketika Denal dengan tiba-tiba memeluknya erat, lelaki itu membenamkan wajahnya dileher kekasihnya. Nada bergerak geli karena nafas Denal menyapu permukaan kulit lehernya.
"Aku gak akan maksa kalau kamu belum siap" Gumam Denal lirih. Nada terdiam sambil berpikir keras, kekasihnya benar-benar diluar dugaan, ia sangat baik. Padahal Nada sangat tahu betapa besar keinginan lelaki itu untuk merasakan bibirnya.
"Aku gakpapa kok" ucapan Nada membuat lelaki itu melepaskan pelukannya, ia memberikan tatapan lembut pada gadis dihadapannya. Sambil tersenyum hangat ia menangkup pipi kekasihnya.
"Jangan maksain diri, aku bisa nahan kok"
"Tapi.."
"Gakpapa sayang" Nada tersenyum lebar menampilkan deretan gigi-gigi putihnya sampai bola matanya tak terlihat.
"Kenapa kamu baik sekali sih?" tanya Nada dengan bingung. Pasalnya lelaki lain jika telah diizinkan seperti itu akan langsung melancarkan aksinya, tapi Denal benar-benar beda. Ia tahu betul jika kekasihnya masih ragu, dan tentu saja ia tak ingin melakukan sesuatu atas dasar keraguan. Ingat ia bukan lelaki pengecut.
"Jangan langsung bahagia gitu sayang, hukuman kamu diganti" gadis itu dibuat menganga dengan apa yang diucapkan kekasihnya. Baru saja ia bahagia dengan sikap bijak lelaki itu, tapi tak selang berapa lama karna ucapannya. Bisakah ia menjitak kepala Denal sekarang ini?.
"Eh kok gitu sih" ujar Nada tak suka.
Denal bukannya menjawab ucapan kesal kekasihnya, ia malah melancarkan hukumannya.
Nada langsung menggeliat seperti cacing kepanasan ketika lelaki itu dengan seenak wajah tampannya mengelitikinya. Langsung saja ia tertawa keras. Merasakan geli di area perutnya. Jika tahu hukuman gantinya seperti ini, ia lebih baik siap dengan hukuman yang pertama.
"Udah hahaha uudah Denal wahaha" tawa gadis itu tak henti-henti. Begitu juga dengan Denal, tangannya tak henti menggeliti tubuh gadis itu. Ia sepertinya terhibur dengan wajah Nada yang sudah memerah karena terlalu banyak tertawa, bahkan sudut matanya sudah berair.
"Gak sayang, aku belum puas" ucap Denal sambil menyeringai kejam.
Gadis itu berusaha menahan tangan Denal yang tak ingin menghentikan aksinya itu, tapi sia-sia saja tenaga Denal lebih kuat.
"Hahaha udah Denal" rengek Nada yang terdengar seperti tawa kesenangan, padahal perutnya sudah sakit karna terlalu banyak tertawa.
Sama sekali tak ada tanda-tanda lelaki itu akan menghentikan aksinya, maka dengan kekuatan penuhnya gadis itu menendang lelaki yang tengah asyik menggelitinya itu. Dan...
BRUKKKK...
Sepertinya ini akan menjadi pertama dan terakhir bagi Denal untuk menggeliti kekasihnya itu jika tak ingin tulangnya remuk. Entah kekuatan dari mana gadis itu menendangnya dan dengan tidak elit tubuhnya terkapar indah di lantai kamar.
Bukannya menolong kekasihnya yang terjatuh, gadis itu malah menangis karena aksi Denal tadi. Ia menatap Denal dengan kesal sambil melemparnya dengan beberapa bantal.
Cepat-cepat Denal beranjak ketika mendengar tangisan Nada yang terdengar lucu. Seharusnya yang menangis disini ia bukan Nada, kenapa jadi terbalik.
"Cup cup cup sayang sini-sini, aku minta maaf" bujuk Denal sambil menduduki dirinya di samping gadis itu. Nada meliriknya kesal sambil menghapus air matanya.
"Hiks, aku bilang kan tadi udah cukup kamu malah gak berhenti hiks sakit tau perut aku" tangisnya pecah. "kalau kamu kayak gitu lagi, aku hiks gak bakal ketemu sama kamu selama sebulan" ancam gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Dream (END)
FanfictionSemua terasa membingungkan, ia memimpikan sesuatu yang aneh. Padahal seumur hidup ia belum pernah merasakan hal tersebut. Apakah ini pertanda?. Atau apa, kenapa sangat mengganjal dipikirannya. "Jadi bagaimana?" Mimpinya menjadi nyata, tapi ini seper...