.
.
.
Hangat. Itulah yang ia rasakan ketika telapak tangan seseorang memegang wajahnya. Nada tak menolak ia hanya bisa pasrah. Jika Yura bisa mengorbankan diri sendiri demi dirinya, kenapa ia tak bisa.
Kembali menahan nafas ketika orang itu mencium seluruh wajahnya, dan membisikan sesuatu padanya.
"Happy brithday sayang" bersamaan dengan itu, ikatan di tangan dan kain yang menutup matanya terbuka. Ia melebarkan matanya melihat Denal dengan senyum lucu yang menatapnya dalam. What the!!?. Kenapa ia bodoh sekali, hari ini kan ulang tahunnya. Kenapa ia tak berpikir sejauh itu, mana ada kan seseorang berubah dengan tiba-tiba. Dan Denal. Tak mungkin membiarkan dirinya diperlakukan tidak baik oleh temannya. Hufhh Nada kau terlalu panik sampai tak memikirkan ini. Ah begitu bodoh dirinya.
Nada kemudian mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Banyak orang di situ. Mungkin teman-teman Denal. Ia pun berdiri dari bangku yang didudukinya tadi. Lalu memeluk erat tubuh kekasihnya. Ia bukan terharu, tapi malu. Karena teriakan, umpatan dan tangisannya dilihat oleh teman-teman Denal.
Gadis itu kembali menangis. Perasaannya masih sangat kesal, "hiks ka-kamu jahat. Huu a-aku takut hiks"
Denal terkekeh geli mendengar tangisan kekasihnya. Itu terdengar lucu. Dan tentu saja itu berkat kejutannya yang lebih mendekati kata prank. Lihatlah gadisnya tengah menangis di dekapannya.
"Iya-iya sayang maaf" gumam Denal di telinga gadis itu, lalu mencium pipi kekasihnya dengan gemas.
"A-aku hiks pikir itu beneran huuu, aku kesel sama kamu hiks"
"Iya, udah-udah jangan nangis. Kan lagi ulang tahun gak boleh nangis" bujuk Denal pada Nada yang sama sekali tak memperlihatkan tanda-tanda akan berhenti menangis. Gadis itu masih memeluknya erat. Ok siapa yang tak akan kesal ketika diberi kejutan seperti itu.
Tangan gadis itu meraba-raba di wajahnya dan berhenti dibibirnya. Dengan kesal Nada mencubit bibir bawahnya dengan keadaan masih memeluk lelaki itu. Denal meringis sakit. Tadi tangannya sudah digigit, sekarang giliran bibirnya dicubit. Kenapa tak digigit saja. Itu kan lebih enak dari dicubit.
"Jahat. Hiks ka-kamu ngerokok aku gak suka hiks" Denal mengelus pelan kepala gadis itu.
"Gak sayang. Itu bagian dari rencana aku"
Setelah mencubit bibir kekasihnya, ia kembali memukul kuat dada Denal, "ka-kamu gak nolongin aku tadi, hiks kamu sengaja kan"
"Sayang. Semua itu rencana aku. Kamu gimana sih"
"Kamu jahat" gumam Nada dalam pelukan lelaki itu. Ia yakin pasti seragam Denal sudah basah dengan air mata serta ingusnya. Biarkan saja, ia sangat kesal pada lelaki itu.
"Udah peluknya sayang, lihat sana kelima temen kamu" Nada tak melepas pelukannya. Ia hanya mengangkat kepala dan menatap kelima temannya sedang berjalan ke arahnya sambil membawa kue ulang tahun dan tertawa keras. Lihatlah bahkan Risan mengejeknya.
Nada kembali menempelkan kepalanya pada dada Denal. Mengelap ingusnya dengan sengaja di seragam lelaki itu. Ia tak peduli Denal akan marah atau tidak. Yang penting ingusnya tak meleleh. Kan bisa kacau jadinya kalau ia meniup lilin ingusnya jadi ikut-ikutan.
"Jorok sayang" ujar Denal memperingati. Ia tak marah, hanya saja lebih baik di tissu atau dimana. Masa iya di seragamnya.
Nada tak menggubrish. Ia kembali mengangkat kepalanya ketika kelima temannya sudah berada dihadapannya. Tangan kanannya masih melingkar di tubuh kekasihnya.
"Hahaha happy brithday monsternya Denal" ucap Yura dan Dian serentak, mereka kembali tertawa.
"Ih lo berdua pikir gue gak hampir gila" Dian menjulurkan lidahnya lalu mencubit gemas pipi temannya itu, sehingga membuat Nada menggerutu kesal. Kenapa teman-temannya suka menyiksanya.
"Ok sekarang tiup lilinnya dulu Nada" ujar Yura. Nada pun menutup matanya sejenak melafalkan doa dalam hati kemudian meniup lilin itu. Semuanya langsung bersorak senang.
Kini giliran Risan yang maju, lelaki itu memberinya selamat. Dan membuka tangannya. Nada yang sudah mengerti pun maju lalu memeluk lelaki itu, tidak terlalu erat. Ya hanya pelukan untuk teman.
"Lo tega. Gak nolongin gue"
"Eh pala lo. Gue tuh pengen bilangin lo kalau semua itu bohong. Tapi nih dua kera halangin gue" Nada mengangkat sebelah alisnya bingung.
"Dua kera?" tanya Nada sambil melepaskan pelukannya.
"Iya Juna sama Dani"
"Mulut lo kera" kata Juna tak terima. Lelaki itu kembali berdebat dengan Risan.
Nada hanya mendengus kesal dengan tingkah teman-temannya. Walaupun begitu ia sangat berterima kasih karena mendapatkan teman seperti mereka, yang selalu ada dalam suka maupun duka. Begitu juga dengan Denal. Lelaki itu telah menjadi setengah dari hidupnya. Entah kalau tidak ada Denal. Pasti ia masih menjomblo dan tak akan merasakan cinta dari seseorang.
"Nada kami minta maaf yah" Nada memalingkan wajahnya dari temannya ke lima orang lelaki itu. Ia kembali menatap Denal. Denal tertawa geli melihat wajah polos kekasihnya apalagi ditambah dengan matanya yang sembab. Ia mengecup singkat mata gadis itu.
Nada tersenyum manis, "iya gak papa kok"
Kelima laki-laki itu tertegun karna senyuman Nada. Membuat Denal memutar bola matanya bosan.
"Ngedip dong. Inget yah cewek gue. Macem-macem lo pade gue kibas pakai katana" mereka langsung tertawa karna ucapan lelaki itu. Terlihat sekali kalau ia cemburu karena kekasihnya ditatap lama-lama oleh lelaki lain. Walaupun itu temannya sendiri.
"Apasih Denal" gumam Nada tak suka dengan ucapan kekasihnya barusan.
"Tuh kan Denal cewek lo aja marah sama lo" kata salah satu teman Denal.
"Iya. Lo nih cemburuan banget"
"Kalau gue jadi Nada gue tinggalin"
"Lah gue selingkuhin"
Ucapan-ucapan memanas mulai terdengar di telinga Denal. Teman-temannya memang bisa diandalkan, tapi tidak dengan mulut blak-blakan itu.
"Tau kalian deh. Yuk sayang kita pergi" Nada melirik tangannya yang dipegang oleh kekasihnya. Ia menoleh sejenak pada teman-temannya berbicara lewat tatapan bahwa ia akan pergi dengan Denal. Mereka mengangguk paham.
Denal membawa Nada ke atap. Salah satu tempat favoritnya jika ingin menyendiri. Tempat itu sunyi karena para siswa kadang ke atap. Mereka lebih memilih kantin atau tempat ramai.
Sampailah mereka berdua di atap. Nada sedikit tercengang karena pemandangan indah dari atap. Seluruh penjuru kota terlihat jelas dari sini.
Gadis itu berjalan mendekati pagar pembatas, melihat sejenak pemandangan indah itu. Setelah selesai, ia berjalan mendekati kekasihnya yang tengah duduk di bangku panjang yang terletak di pojok atap.
"Sayang duduk sini" pinta Denal sambil menepuk-nepuk tempat disampingnya. Nada mendudukinya.
Denal sedikit menggeser duduknya agar dekat dengan gadis itu. Ia kemudian mengelus lembut pipi kekasihnya.
"Maafin aku yah" Nada mengembungkan pipinya sejenak.
"Aku masih kesel sama kamu"
"Yaudah kesel aja. Kalau kamu juga mau pukul aku silahkan" Nada menatap dalam mata Denal, berikutnya ia langsung memeluk tubuh lelaki itu.
"Makass.." ucapnya terhenti karna Denal lebih dulu menaruh jari telunjuknya di bibir gadis itu.
"Tahan dulu" ucap Denal, sambil mengambil sesuatu dari bawah tempat duduk panjang itu, "ini hadiah dari aku"
Nada menatap bingung hadiah yang ada di tangan kekasihnya. "Itu apa?"
.
.
.
Bersambung....
Jangan lupa ninggalin jejak...
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Dream (END)
FanfictionSemua terasa membingungkan, ia memimpikan sesuatu yang aneh. Padahal seumur hidup ia belum pernah merasakan hal tersebut. Apakah ini pertanda?. Atau apa, kenapa sangat mengganjal dipikirannya. "Jadi bagaimana?" Mimpinya menjadi nyata, tapi ini seper...