Duapuluh - (Kejam)

451 24 0
                                    

.

.

.

Denal menarik tangan Nada, membawanya pergi dari tempat itu. Nada memberontak agar terlepas dari genggaman tangan Denal, tapi nihil tenaga lelaki itu sangat kuat. Akhirnya ia hanya bisa pasrah. Sampai mereka berada di belakang sekolah yang sunyi.

Denal berdecak kesal ketika gadis itu menghentakan tangannya, dengan tidak rela ia melepaskan genggamannya. Ia pun memilih maju lalu menatap tajam gadis itu.

"Jadi tujuan kamu ke sini untuk pamer kulit mulus kamu" ucap Denal tajam.

Nada membalas tatapannya tak kalah tajam, "apa peduli kamu"

Lelaki itu tak bersuara, ia memilih memasang dua kancing baju yang terbuka itu, entah disengajai atau tidak. Ia tak suka sesuatu yang akan menjadi miliknya dilihat orang lain. Catat itu.

"Kamu kenapa ke sini?" Nada memutar bola matanya bosan.

"Sebenarnya sih mau lihat seseorang. Eh ternyata si anjing itu lagi ngerokok. Enak yah" Denal melebarkan matanya mendengar kekasihnya berucap kotor. Ia tak suka.

Denal mencengkram pipi gadis itu sehingga membuatnya meringis, "sekali lagi kamu ngumpat atau bicara kotor. Aku gak akan segan-segan untuk cium bibir kamu"

Nada memukul tangannya hingga terlepas dari pipinya. Ia menunjuk Denal, "awalnya aku pengen ngebatalin perjodohan ini karena aku mau kita pacaran kayak biasa aja, tapi ketika ngeliat kamu kayak gini. Lebih baik aku batalin dan gak pacaran sama kamu" teriak Nada kesal.

Denal terdiam atas ucapan gadis itu. Ok ia salah karena tak mendengar penjelasan Nada dan memilih pulang. Padahal kalau dilihat-lihat lebih baik mereka berpacaran biasa saja kan, tak perlu perjodohan itu, karena jika memang mereka berjodoh pasti akan tetap bersama, tak perlu memaksakan. Yah ia salah karena terlalu berpikir egois dan semaunya saja.

"Jadi kamu mau kita pacaran biasa aja. Aku pikir kamu mau ninggalin aku"

"Awalnya gitu, tapi kayaknya lebih baik ninggalin kamu. Jujur aku gak suka cowok yang ngerokok"

"Oh ok. Kalau gitu tinggalin aja aku. Itu kan mau kamu. Lagian diluar sana masih adakan cewek yang lebih dari kamu. Jadi buat apa bertahan sama kamu" ucapan Denal bagaikan petir bagi Nada. Ia berpikir lelaki itu akan menahannya lalu membujuknya, tapi semua hanyalah pemikirannya. Lelaki itu lebih memilih gadis lain.

Gadis itu menatap mata lelaki di hadapannya. Berusaha mencari kebohongan. Yang didapat hanyalah keseriusan. Tidak mungkin, batinnya.

Nada menghapus air matanya dengan kasar, "hiks aku pikir kamu bakal perjuangin aku. Ternyata kamu sama aja kayak laki-laki diluar sana, hiks, aku nyesal pernah kenal kamu"

Denal mendengus, "yah aku juga nyesel dan emm bosan sama cewek kayak kamu"

Nada sama sekali tak menyangka dengan ucapan Denal. Kenapa lelaki itu sangat tega padanya.

"Hiks" isak gadis itu kemudian ia berbalik pergi dari hadapan Denal. Denal hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

.

.

.

Nada menghentikan langkahnya ketika beberapa siswa menghadang jalannya. Ia tahu lelaki-lelaki dihadapannya adalah teman Denal. Ia masih mengingat wajah mereka walau samar-samar.

"Minggir dari jalan gue" ucap Nada datar.

Lima orang lelaki itu menyeringai kejam, "kayaknya masih polos dan emm enak" gumam salah satunya. Berikutnya mereka langsung memegang kedua tangannya.

"Lepasin gue" teriak Nada sambil memberontak. Ia menendang kaki lelaki yang memegang tangan kirinya sehingga membuat pegangan tangannya terlepas. Ia kembali menendang lelaki yang satunya lagi.

Kini tak ada yang memegangnya, dua lelaki itu tengah meringis. Sedang yang tiga lainnya masih menatapnya diam. Ia pun mengambil kesempatan untuk lari. Sepertinya ia harus lari ke belakang sekolah agar bertemu dengan Denal. Lelaki itu pasti akan menolongnya dari teman-teman brengseknya.

Mengumpat dalam hati. Masa iya sekolah seelite ini masih menyisahkan siswa seperti mereka tadi. Bisa jadi apa sekolah ini. Apalagi para siswi. Karena ia tahu betul maksud dari ucapan salah satu lelaki tadi 'sepertinya masih polos dan emm enak'. Tentu saja merujuk ke pemerkosaan.

Mungkin saja orang tua mereka menyogok sekolah ini agar anak mereka dapat bersekolah disini. Dasar manusia gila harta. Untung saja sekolahnya walau sedikit-sedikit uang. Tapi tak pernah ada kejadian seperti tadi. Sekolahnya murni bersih.

Menghentikan langkahnya ketika merasa tak sanggup lagi untuk berlari. Ia menatap sekelilingnya, entah dimana ia berada. Ini bukan tempatnya bertemu dengan Denal tadi. Pasti ia berlari sudah sangat jauh.

"Hufh hufh hufh. Kayaknya orang-orang gila tadi udah gak ngejar gue" ujar Nada sambil mengatur nafasnya.

Gadis itu menghapus keringatnya yang bercucuran sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

"Oh disitu rupanya dia" Nada melebarkan matanya ketika mendengar suara seseorang. Ia berbalik dan mendapati kelima orang tadi berjalan mendekatinya.

Air mata Nada mulai mengalir, ia ketakutan. Apalagi melihat seringai iblis lelaki-lelaki itu. Ia menggeleng lemah sambil terisak. Demi apapun ia membutuhkan bantuan seseorang saat ini.

"Hiks gue mohon jangan" tangis Nada memohon. Entah apa kesalahannya, sampai mereka ingin melakukan sesuatu yang tak baik padanya.

Tetapi kelima lelaki itu tak menggubrish ucapannya. Mereka semakin mendekatinya.

Nada menarik nafas dalam. Ia tak boleh menyerah ia harus lari dari sini. Gadis itu pun berbalik dan bersiap untuk berlari, tapi matanya tak sengaja menangkap Denal yang sedang berjalan dengan santainya. Buru-buru ia berlari mendekati Denal. Dan langsung memegang tangan Denal

"Hiks De-denal tolong aku. Teman-teman kamu mau ngelakuin sesuatu" lapor Nada sambil memegang lengan Denal.

Denal melirik tangan gadis itu dengan malas, lalu mendongak pada teman-temannya.

"Benar yang dikatakan Nada?" tanya Denal santai. Tak ada emosi di matanya. Ia seperti tak mengkhawatirkan gadis dihadapannya yang terlihat ketakutan. Bahkan tangan Nada bergetar karena terlalu takut.

Mereka menggangguk, "iyalah. Mubazir kali ngelewatin cewek kayak gitu" ucap salah satu lelaki itu.

Denal terkekeh geli mendengar ucapan temannya. Sedang Nada merasa aneh dengan sikap Denal. Seharusnya lelaki itu memarahi mereka, bukannya tertawa.

"Nih ambil aja. Gue kasih gratis" ucap Denal.

Nada menatapnya sambil menangis. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya, "hiks ja-jangan Denal. A-aku mohon jangan. Tolong aku hiks jangan aku mohon"

Denal menatap datar gadis itu, "jangan minta tolomg sama gue, lo bukan siapa-siapa gue"

Tangis gadis itu semakin menjadi-jadi, apalagi ketika kelima orang itu mulai berjalan ke arahnya. Nada memeluk erat tubuh Denal. Berusaha meminta pertolongan dari lelaki itu.

"Hiks to-long aku Denal. Aku mohon hiks" Denal meliriknya bosan sambil melepas paksa pelukan gadis itu. Nada menangis sejadi-jadinya.

"Gak hiks jangan Denal. Jangan" tangis Nada. Kini lelaki-lelaki itu menariknya paksa, "lepasin gue. Hiks Denal tolong. Hiks. DENAL TOLONG AKU"

"Lepasin gue hiks" Nada berusaha melepas paksa tangan mereka.

.

.

.

Bersambung,,,

Jangan lupa ninggalin jejak....

Real Dream (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang