Happy Reading 😘
Sebelum baca, vote dulu. Komen juga boleh 😁
**
Davina mengerjapkan matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam mata indahnya itu. Tangan kanannya yang sedari tadi diam menjadi terangkat dan memegang keningnya karena merasakan pusing yang kembali mendera kepalanya. Tangannya menekan keras keningnya, berniat untuk menetralisir rasa sakit kepala yang sedang di deritanya sekarang. Davina yang sedari tadi diam meringis kesakitan karena sakit kepalanya belum juga hilang.
"Auh... . Sakit. " Ringisnya pelan. Davina yang sudah tidak dapat menahan rasa sakit kepalanya itu menangis dalam diam dan sesekali meringis kesakitan, tapi tidak ada seorang pun yang ada diruangan kesehatan sekolahnya itu.
.
.
.
Raffa berjalan cepat demi sampai ke Ruang kesehatan dengan segera. Ia berlari sambil membawa dua tas ransel, satu milik dirinya yang ia sandung 'kan dibahu kanan, dan yang satu lagi milik Davina dia sandungkan dibahu kirinya. Raffa cukup tergesa-gesa, ia juga tidak sengaja beberapa kali menabrak orang-orang yang sedang melintas untuk pulang kerumahnya masing-masing. Iya, sekarang adalah jam pulang bagi siswa dan siswi SMA Tri Sakti.
Raffa membuka ruangan kesehatan itu, dilihatnya punggung ringkih milik Davina sedang bergerak naik turun dan dia juga mendengar suara isak tangis kesakitan disana. Raffa memanggil Davina yang sedang tidur menghadap ke Dinding ruangan kesehatan sekolahnya itu.
"Vin. " Panggil Raffa sambil memegang bahu Davina lembut.
Davina tidak merespon dia hanya terus menangis menahan rasa sakit yang masih bersarang di dalma kepalanya.
Raffa bingung harus berbuat apa, dia juga tidak tahu Davina sedang sakit apa, tapi yang ia ketahui adalah Davina sedang menangis dalam diam. Raffa melihat kearah meja kecil yang ada di samping ranjang pasien, disana masih ada semangkuk bubur ayam dan segelas air teh yang tadinya hangat tapi mungkin sekarang sudah dingin. Raffa mengelus rambut coklat kehitaman milik Davina dengan sangat lembut sambil kembali memanggil Davina.
"Vin, lo gakpapa 'kan? " Tanya Raffa pada Davina. Dan usaha Raffa untuk membuat Davina menoleh kearahnya berhasil, tapi Davina langsung memeluk Raffa dengan sangat erat. Raffa bisa merasakan bahwa suhu badan Davina lebih hangat dari suhu badannya pada saat ia menggendongnya ke UKS tadi.
Raffa menenang'kan gadis itu, dengan menepuk-nepuk pelan punggungnya dan mengelus rambutnya dengan sangat lembut. Davina yang diperlakukan seperti itu hanya bisa diam tak bersuara dan tangisannya sudah berhenti ketika ia sadar sedang memeluk Raffa.
Davina merasakan ada sesuatu yang mengalir dihidung mancung nan runcingnya itu. Davina pun melepas'kan pelukkannya dan langsung menyentuh hidungnya, rupanya ia mimisan. Lagi.
Raffa cukup terkejut saat hidung Davina mengeluarkan sedikit darah segar. Dengan tenang Raffa langsung mengambil tisu yang ada di atas meja, di samping tempat Davina tidur tadi.
Raffa mengelap darah mimisan itu denga sangat telaten, dia kembali mengambil tisu dan membersihkan sisa darah yang menempel di hujung hidung Davina. Setelah, dirasa bersih dan darahnya tidak keluar lagi, Raffa kembali menidurkan Davina dan segera mencuci tanganya menggunakan air bersih dan mengalir di kamar mandi yang ada di ruangan itu.
Raffa kembali dengan tangan yang sudah bersih yang muka yang sedikit basah, mungkin ia tadi menyegarkan wajah gantengnya itu dengan air yang ada di Kamar mandi. Raffa mengangkat sebuah mangkuk bubur berwarna putih, Raffa mengangkat sendok berisi satu suap penuh dengan bubur dan mengarah'kan sendok itu ke mulut Davina yang entah kapan sudah mengubah posisi menjadi duduk di atas ranjang pasien.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVINA [Udah Terbit]
Teen Fiction'Cerita ini belum direvisi' Punya 'sequel' dengan judul: Devira. Ini bukan kisah manis di masa SMA. Ini juga bukan kisah cinta yang sangat susah untuk dilupa. Tapi, ini adalah kisah perjuangan seorang gadis rapuh bernama Davina. Hidupnya dipenuhi de...