Dvn|14

23K 1.5K 45
                                    

Happy reading Dipinilipirs
(づ ̄ ³ ̄)づ
🔸

Kondisi Davina kembali down. Setelah kejadian beberapa jam yang lalu. Raffa membawa Davina pergi ke ruang kesehatan sekolah. Sejak tadi, Davina belum sadarkan dirinya. Sungguh, hal ini membuat Raffa semakin cemas kepada bidadarinya itu.

Ferro tiba di sekolah Davina dengan memggunakan jas dokter yang menjadi primadonanya. Dia menelpon Kanaya dan memintanya untuk mengantarkan dirinya untuk bertemu dengan Davina.

"Vina di dalam, Kak. Naya mau permisi juga, soalnya lagi belajar, maaf banget, Kak." Kanaya meminta maaf kepada orang yang sudah ia anggap sebagai kakaknya itu.

"Iya, belajar yang rajin, ya. Thanks." Ferro menepuk pundak Kanaya pelan.

"Naya, duluan, Kak," pamit Kanaya dan pergi dari hadapan Ferro.

Ferro membuka pintu yang ada dihadapannya dengan sangat hati-hati. Dia begitu menyesal karena tidak mengangkat telepon adiknya itu. Sungguh hal itu dilakukannya dengan tidak sengaja, karena sedang berada dalam ruang operasi.

"Dia belum bangun juga?" tanya Ferro pada Raffa yang berada di samping Davina.

"Belum, Dok," jawab Raffa dan menpersilahkan Ferro untuk duduk.

"Eh, tidak usah panggil gue dengan sebutan dokter kali," jelas Ferro, "panggil gue Ferro atau Bro juga boleh, nama lo siapa?" sambung Ferro dengan gaya seorang anak baru gede.

"Nama gue, Raffa, Kak," jawab Raffa dengan sangat sopan.

"Udah lama temenan sama Vina?"

"Baru beberapa bulan yang lalu, Kak."

"Hm," Ferro bergumam sambil menatap gadis kecilnya yang tengah terbaring lemas tidak berdaya di ranjang pasien.

"Gue harap lo bisa jagain Vina," ucap Ferro yang terlihat sangat memohon pada Raffa.

"Pasti, Kak," balanya dengan sangat sopan, namun santuy.

"Fa, gue ke toilet bentaran," pamit Ferro pada Raffa yang masih setia memandangi Davina dari tempatnya.
Tidak menjawab dengan kata-kata, namun Raffa hanya menjawabnya dengan anggukan pelan saja.

***

Kanaya, Zelyn, Aisyah, dan Adel terlihat begitu kesepian ketika Davina tidak ada disisi mereka. Hidup mereka bagaikan gelap gulita ketika sang lentera jatuh sakit. Niat menjenguk pun ada, namun waktunya yang tidak ada. Sungguh sulit menjadi mereka. Sekarang, mereka, kan menunaikan niat tersebut. Mereka sudah membeli beberapa makanan kesukaan sahabat tercinta mereka itu di kantin sekolah.

Dan begitu sampai di depan pintu UKS, mereka dikejutkan dengan suara teriakkan Davina yang sangat ketakutan. Dengan gerakan cepat Kanaya dan rombongan membuka knop pintu dan langsung masuk tanpa mengucapkan salam.

"Ahhh, enggak, gue bukan pembunuh!" teriak Davina yang sekarang tengah sendiri di pojok lantai.

"Vina, lo kenapa? Vin?" Kanaya memeluk Davina dengan sangat erat, menyalurkan kehangatan dan ketenangan di setiap usapan di kepala Davina.

Melihat Davina seperti itu, yang lain juga merasa sedih dan bertanya-tanya. Kenapa? Apa yang terjadi sama dia? Siapa yang pembunuh? Vina gila? Unek-unek mereka terpaksa dibendung karena tidak mau membuat kondisi sahabatnya down lagi.

DAVINA [Udah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang