Special chapter 20k views dan 800 vote♡
Di sini kalian akan mendapatkan kelebihan word.
Selamat membaca para Dipinilipirs (づ ̄ ³ ̄)づ🔸
Davina menyudahi segala kesedihan yang semakin lama, semakin larut dalam kehidupannya. Dia berusaha bangkit dan mengambil sisi positif dari berita dan kabar buruk yang menhantui dirinya beberapa hari ini. Dengan dorongan Ferro, Davina akhirnya memberanikan dirinya untuk kembali bersekolah dan menatap indahnya mentari yang bersinar cerah dari kejauhan.
Davina datang dengan raut wajah datar. Tiada senyum yang menghiasi wajah cantik gadis manis itu. Dia sudah menyediakan segudang jawaban yang akan ia lontarkan saat bertemu teman-temannya. Dia hari ini akan diteror sejuta pertanyaan dari Kanaya, Zellyn, Adelia, Aisyah dan pastinya Raffa. Menurut Davina pertanyaan yang mereka lontarkan tidak layak untuk ditanyakan.
Layaknya hari-hari biasa. Davina kembali terlambat datang ke sekolah. Dengan santainya dia terus melangkahkan kaki menuju ruang kelas yang menjadi kebanggaannya untuk saat ini. Dilihat oleh Davina ada guru yang sedang mengajar di kelasnya.
"Mati aja lo, Vin," umpat Davina sambil merutuki keterlambatannya.
"Davina? Dari mana saja, kamu?" tanya Bu Panca pada Davina yang tengah memikirkan alasan yang tepat.
"Terlambat, Bu. Tadi saya dianter sama Kakak saya. Eh, tiba-tiba mobilnya mogok, Bu. Mau pesen taksi online hp kami berdua lowbat, Bu. Mohon maaf atas keterlambatannya." Davina mendetaiklan seluruh kejadian yang benar-benar terjadi pada dirinya dan Ferro tadi pagi. Memang benar, hal itulah yang terjadi. Davina tidaklah berbohong.
"Hm, ada-ada saja kamu ini. Ya sudah, Ibu persilahkan kamu masuk untuk kali ini. Kalau sampai kamu mengulangi ini lagi ... ."
"Auto saya suruh bersihin kamar mandi selama satu semester," sela Davina sambil menirukan gaya bicara Ibu Panca yang sangat populer untuk saat ini.
"Nah, itu pinter. Sana duduk." Ibu Panca langsung melanjutkan materi yang sempat ia tunda beberapa menit karena kedatangan murid kesayangannya.
♡
Istirahat kali ini dihabisakan oleh Davina dan teman-temannya di kantin. Mereka memilih tempat duduk ternyaman dan cukup jauh dari keramaian kali ini. Mereka duduk di pojok Kantin yang cukup sepi, karena biasanya yang lain lebih memilih duduk di tengah hingar bingarnya suasana kantin yang sangat panas dan dipenuhi oleh lautan manusia, layaknya pasar.
"Kali ini gue aja yang pesenin." Davina menawarkan dirinya dan mengangkat tangannya seperti seseorang yang sedang menjawab pertanyaan dari guru.
"Serius nih?" Kanaya bingung. Pasalnya Davina tidak pernah mau jika disuruh untuk memesan makanan mereka yang lumayan banyak. Ditambah lagi, karakter Davina yang kurang menyukai keramaian menjadi faktor pendukung aksi tidak mau memesan makanan di kantin. Dia lebih memilih untuk menitip, atau bahkan tidak makan sama sekali.
"Iya, Naya sayang," balas Davina sambil mencubit pipi Kanaya.
"Najis, Vin. Sakit lagi," keluh Kanaya sambil memegangi sebelah pipinya yang tembam itu.
"Udah deh, ya. Sekarang kalian mau makan apa?" tanya Davina sekali lagi dengan nada yang sangat lembut dan dapat menghipnotis siapa saja yang mendengarnya. Termasuk Raffa, yang sekarang sedang terhipnotis akan kelembutan yang ditunjukkan Davina.
Kanaya, Zellyn, Aisyah, Adel, dan Raffa dibuat bingung dengan sikap dan sifat Davina hari ini. Pasalnya, Davina yang biasanya akan bersikap cerewet, orangnya ogahan, dan sikap lain yang membuat persahabatan mereka memang benar-benar terjadi dan akan bahagia sampai mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVINA [Udah Terbit]
Teen Fiction'Cerita ini belum direvisi' Punya 'sequel' dengan judul: Devira. Ini bukan kisah manis di masa SMA. Ini juga bukan kisah cinta yang sangat susah untuk dilupa. Tapi, ini adalah kisah perjuangan seorang gadis rapuh bernama Davina. Hidupnya dipenuhi de...