Dvn|21

20.9K 1.4K 39
                                    

Happy reading
Dipinilipirs- kuh (づ ̄ ³ ̄)づ
Terima kasih 30k readersnya.
Hayu yang siders keluar. Tunjukkan keberadaan kalian.
Hehe special up lageee (っ´▽')っ

🔸
.

Dinginnya hujan di malam hari begitu menusuk tulang. Davina masih duduk meringkuk di atas trotoar dan di bawah lampu jalan yang menyala-- sangat terang. Tangisannya sudah mereda, namun hujan deras itu tak kunjung usai.

"Kenapa?" tanya Davina pada langit yang sedang menangis-- sama seperti dirinya, "kenapa hidup, Vina, selalu dihantui dengan ketidakbahagiaan, Tuhan," sambungnya.

Di sisi lain. Raffa tengah minum teh hangat bersama Devina, di sebuah caffe. Devina sengaja menghancurkan kepercayaan Davina kepada Raffa, supaya Devina bisa kembali masuk ke dalam hati sang mantan pacarnya itu.

"Raffa."

"Iya?" Raffa menoleh sambil menampilkan wajahnya yang bingung.

"Kangen deh sama masa-masa kita pacaran kayak dulu," balas Devina dan lengsung menyenderkan kepalanya di bahu Raffa. Raffa tidak merespon omongan Devina yang membahas waktu-waktunya yang hanya terbuang sia-sia mencintai orang yang pergi meninggalkannya. Tapi, rasa itu masih ada.

"Dev, udah malam, gue antar pulang, ya?" Raffa mengalihkan pembicaraan, karena topik yang dibawakan oleh Devina, dengan mudah tertebak oleh Raffa.

"Tapi, aku masih mau di sini, Fa." Devina kembali menegakkan tubuhnya.

"Udah malam, Dev, gak baik pulang malam-malam," Raffa menasehati.

"Oke, aku mau pulang," putus Devina sambil memasukkan beberapa barang yang sempat dikeluarakannya.

"Ayo." Raffa berjalan lebih dulu.

Ferro sangat khawatir dengan kondisi adiknya itu. Dia sudah pergi ke rumah gadis itu sepuluh menit yang lalu, namun orang yang ingin ia temui tidak berada di rumah saat itu. Dia sangat gusar, pergi ke mana Davina di tengah hujan badai malam ini. Dia sudah menelepon Kanaya, namun hasilnya tetap sama-- nihil.

"Vin, lo ke mana?" ucap Kanaya yang tengah duduk di bangku penumpang di sebelah Ferro.

"Nay, kita pasti ketemu sama Vina." Ferro masih tetap santai sambil mengemudi dengan pelan demi menemukan sang adik tersayang.

"Tapi, kapan, Kak? Ini udah lebih dari satu jam kita nyari Vina. Naya takut Vina kenapa-napa, Kak." Kanaya melirik ke arah kaca mobil sambil mengusap air matanya.

"Naya ... tenang aja, Vina pasti ketemu, kok."

"Kak, stop dulu. Itu Vina bukan, sih, Kak?" Kanaya menunjuk seseorang yang tengah duduk di bawah lampu jalan. Ferro menepikan mobilnya dan langsung keluar, memastikan apakah gadis itu adalah Davina atau bukan.

"Vina?" panggill Ferro dengan sangat lembut. Tidak ada sahutan dari sang pemilik nama itu. Kanaya tiba-tiba datang dan langsung memeluk gadis itu.

"Vina, lo ke mana aja? Gue khawatir sama lo, Vin." Kanaya mengendurkan pelukannya dan menatap Davina yang diam tidak merespon apa-apa. Namun, tiba-tiba Davina mengangkat kepalanya dan mengeluarkan senyum yang penuh arti.

DAVINA [Udah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang