Dvn|12

24.2K 1.6K 13
                                    

Happy Reading (* ̄︶ ̄*)
🔸

Kondisi Davina benar-benar mengenaskan, tubuhnya dipenuhi memar-memar, di sudut bibir juga kepalanya terdapat bercak darah yang sudah mengering.

Raffa dan Kanaya sekarang hanya bisa berdoa dan juga meminta kepada yang di Atas, supaya Davina cepat diberikan kesembuhan.

Kanaya masih diintrogasi oleh Raffa yang sejak tadi menanyakan keberadaan keluarga Davina. Sungguh Kanaya ingin sekali mengutuk orang yang sedang duduk di sampingnya itu.

"Davina sebenernya ada masalah apa sama keluarganya? Kok bisa jadi kayak gini," ujar Raffa yang sedari tadi terus menanyakan hal itu pada Kanaya.

"Gue gak bisa cerita Fa. Gue takut Davina marah sama gue, dan ngebuat hubungan gue sama dia jauh," jujur Kanaya yang sekarang tengah dilanda khawatir oleh Davina.

"Jadi, gue tuh pernah-" ucapan Raffa teepotong oleh ucapan Doter yang menangani gadis yang disayanginya. Raffa melirik name tag milik dokter muda nan tampan itu, tertulis bahwa namanya, Ferro.

"Davina berpesan pada saya. Kalian pulang saja, hari sudah mulai malam, dia takut kalian berdua kenapa-napa," tegas Ferro sambil memasukkan stetoskop miliknya ke dalam saku jas putihnya itu.

"Apa boleh saya bertemu dengan Davina saat ini Dok?" tanya Raffa.

"Untuk saat ini sepertinya tidak dulu, karena kondisi Davina yang masih sangat lemah, saya harap kalian mengerti itu," jelas Ferro lagi.

"Kalau begitu kami permisi Kak," ucap Kanaya mendahului Raffa yang sangat ingin menjenguk sahabatnya. Namun, niat Raffa terpaksa ia urungkan, karena Kanaya sudah lebih dulu menarik lengan bajunya.

"Iya." Ferro tersenyum dengan ramah dan berjalan menuju ruangannya.

Tiba di loby rumah sakit itu, Raffa kemudian menanyakan siapa dokter itu dan kenapa Kanaya menariknya sampai ke sini. Padahal, Kanaya tahu seberapa inginnya Raffa untuk menjenguk sahabatnya itu, namun lirikan mata Ferro membuat Kanaya harus menariknya pergi. Ia mengetahui bahwa Davina 'lah yang tidak ingin diganggu dahulu, mungkin dia ingin menenangkan dirinya dulu.

"Apaan Nay? Gue tuh mau jenguk Davina," ucap Raffa dan dengan emosinya ia ingin kembali ke ruangan Davina, namun segera ditahan oleh Kanaya.

"Fa. Davina butuh istirahat, dan lo tahu itu. Mungkin Davina juga belum siap buat ketemu sama kita, dia butuh ketenangan untuk sementara, Fa. Lo sayang 'kan sama dia?" oceh Kanaya  dengan penuh penekanan disetiap kata-katanya.

Raffa diam. Tidak tahu harus menjawab apa, semua yang dikatakan oleh Kanaya dirasanya sangatlah benar.

"Kenapa lo diam, Fa? Kalau lo beneran sayang sama Davina, gue harap lo gak bakalan sakitin dia. Kalau lo nyakitin dia, lo bakalan berurusan sama gue, Fa." Kanaya pergi meninggalkan Raffa yang sekarang tengah memikirkan semua ucapan Kanaya.

"Nay?" Panggilan Raffa membuat Kanaya berhenti dan menoleh pada cowok itu.

"Makasih, lo udah kasih gue kesempatan buat jagain sahabat lo," ucap Raffa sambil tersenyum. Kanaya tidak menjawab, dia hanya mengangguk dan berlari kecil meninggalkan Raffa sendirian.

***

"Lo jahat Vin, lo itu pembunuh. "

DAVINA [Udah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang