Dvn|05

32K 2K 27
                                    

Happy Reading
Jangan lupa vote dan komen
***

Davina memasuki rumah megah milik kedua orang tuanya. Ralat, kedua orang yang sangat membenci dirinya dengan keadaan yang sangat lemas. Tubuhnya terasa tidak bertulang, badannya panas dan juga kakinya yang terasa sangat sakit.

Davina langsung disambut dengan tatapan sinis dari kedua orang tua serta Devina dan Azka yang sedang bersantai diruang keluarga sambil bersenda gurau. Jujur Davina sangat iri pada kembarannya, yang mendapatkan kasih sayang lebih dari dirinya. Davina juga sangat menginginkan hal itu terjadi pada dirinya sekarang, tapi semua itu hanya bullshit belaka.

Davina menaiki tangga rumahnya dengan sangat sangat lambat karena pusing kembali mendera kepalanya. Saat berada di tangga yang paling atas Davina mendengar suara orang yang sangat ia kenal memanggilnya dengan sangat ketus.

"HEH!!! Dari mana lo? Masih inget balik?! " Ucap Devina dengan sangat santai tapi juga dengan nada yang sangat ketus dan sinis. Davina diam tidak menanggapi ucapan kembarannya itu, dia malah menatap Devina dan Azka dengan tatapan datar dan sorot mata tajam.

Sebelum memasuki kamar yang sangat nyaman Davina kembali melihat kearah ruang keluarga, melihat kehangatan yang ada disana. Hati Davina kembali teriris melihat kehangatan keluarganya itu, satu tetes kristal bening meluncur tanpa izin di pipinya. Iya, Davina menangis. Dengan cepat Davina menghapus air mata sialan yang membuat dirinya terlihat lemah. Davina memasuki kamarnya dan mengunci pintu coklat tua itu. Ia menangis sejadi-jadinya di dalam Kamar mandi lebih tepatnya di bawah guyuran air shower.

Hari ini Davina sangat kacau, pikirannya juga melayang kemana-mana, belum lagi kepalanya yang sangat pusing, ditambah dengan melihat kehangatan keluarganya. Ia merasa tidak ada gunanya lagi hidup di dunia, bayangan kejadian lima tahun yang lalu juga kembali menghantui dirinya.

Davina menyudahi tangisannya dan mengambil benda kecil berbentuk persegi panjang yang tajam dari dalam laci nakas yang di kamarnya. Davina kembali memasuki kamar mandi sambil menyileti lengan putih pucatnya di bawah guyuran air dingin.

Sakit yang dialami Davina saat ini tidak sebanding dengan sakitnya di kucilkan dari keluarga sendiri. Penderitaannya selama ini sudah menggunung. Davina hanya bisa menutupi kepedihan itu dengan seulas senyuman yang manis. Walaupun, merasakan sakit yang mendalam.

Davina menyudahi aktivitasnya itu dan beralih untuk melihat kenampakan dirinnya saat ini di cermin yang ada di kamar mandi itu. Penampilan Davina benar benar buruk, mulai dari rambut yang lepek, baju seragam yang basah dan terkena bercak darah segar dari tangannya, serta kantung mata yang terlihat melebar.

"Lo jahat Vin, lo itu pembunuh. "

"Vina, tolongin gue. "

"Lo itu pembunuh Vin. "

"Gue gak sudi ngeliat pembunuh kayak lo Vin. "

"kamu gila ya? Teganya kamu ngebunuh dia. "

"Dasar anak pembawa sial. "

Suara yang berasal dari masa lalu itu memasuki indra pendengaran Davina dan ingatan tragedi buruk itupun kembali teputar di memori otak Davina. Davina kembali ketakutan dan memecahkan barang yang ada di sekitarnya.

DAVINA [Udah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang