Happy reading dipinilipirsʕ•ε•ʔ
Dont forget to vote, comment, and follow.
🔸
.Davina sudah siap dengan seragam sekolah kebangsaannya. Dia sudah sampai di sekolah hari ini. Seperti biasa, dia kembali terlambat. Pagi ini dia terlambat karena dia lupa memasang alarm dan Ferro tidak membangunkannya.
"Sebel, deh, sama Kakak." Davina menggerutu di sela-sela hukumannya.
"Udah, gak usah sebel sama Ferro." Suara itu adalah suara Raffa yang berdiri di sampingnya. Iya, mereka sedang menjalankan hukumannya-- hormat tiang bendera.
"Lo pikir enak dijemur kayak ikan asin gini?" cibir Davina.
"Etdah, santuy napa. Lagian lo, sih, kebo banget."
"Kebo? Mulut lo kalau mau ngejek dikontrol dong, gue udah cantik gini dikatain kebo." Davina cemberut sambil memperhatikan bendera yang sedang berkibar di atas sana.
"Lo lagi Pms, ya? Galak banget." Raffa cengengesan tidak jelas. Membuat Davina sangat kesal.
"Raffa!" Davina menepuk kuat lengan Raffa. Dia terlihat sangat kesal juga lelah.
"Heh, siapa yang suruh kalian ngobrol!?" suara guru piket terdengar sangat nyaring membuat tubuh Raffa dan Davina menegang.
"Gila, dia dimana, dah? Suaranya menggelegar gitu, kagum gue," gumam Raffa. Davina melirik kesana kemari mencari keberadaan manusia killer itu. Dan yang benar saja, dia sedang berada di koridor lantai dua sambil menatap tajam ke arah Davina dan Raffa.
"Raffa! Kamu bilang apa?" serunya dari kejauhan
"Em ... itu, kok Ibu cantik banget," Gugup Raffa.
"Awas kalau kalian ngobrol lagi!" guru kiler yang sedang mengontrol keadaan sekolah itu pergi dari tempat itu. Membuat Davina bisa bernapas lega.
Bicara tentang hubungan Davina dan Raffa, keduanya sudah berbaikan. Namun, Davina masih ragu untuk menerima Raffa menjadi kekasihnya. Dia masih menggantungkan kalimat yang dilontarkan Raffa beberapa hari lalu. Jujur, Davina masih cukup kecewa pada cowok itu, tapi ya sudahlah. Setiap orang pasti memiliki kesalahan.
♡
"Allahu, capek banget," keluh Davina saat memasuki kelasnya. Dia menelungkupkan wajahnya dilipatan tangan-- tepatnya di atas meja.
"Gila, panas banget." Raffa mengambil posisi di bawah kipas angin yang berada di kelasnya. Hal itu membuat para teman kelasnya mengeluh akan perbuatan Raffa itu.
"Raffa! Minggir!" teriak Davina tertahan.
"Gak mau." Raffa masih saja duduk di atas meja di bawah kipan angin yang posisinya diarahkan kepada dirinya.
"Puter gak kipas anginnya!" Davina juga merasa kepanasan karena terlalu banyak berjemur hari ini.
"Gak mau," tegas Raffa.
"Weh, kalian berdua bisa diem kagak?" ucap ketua kelas yang menyaksikan kejadian itu.
"Maklumin aja. Namanya juga orang lagi kasmaran," celetuk Zellyn sambil menahan tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVINA [Udah Terbit]
Teen Fiction'Cerita ini belum direvisi' Punya 'sequel' dengan judul: Devira. Ini bukan kisah manis di masa SMA. Ini juga bukan kisah cinta yang sangat susah untuk dilupa. Tapi, ini adalah kisah perjuangan seorang gadis rapuh bernama Davina. Hidupnya dipenuhi de...