Happy reading dipinilipirs
(づ ̄ ³ ̄)づ
🔸Suara panik dari seorang Azka kembali keluar dari bibirnya. Bagaimana tidak, Devina tidak sadarkan diri dari satu jam yang lalu. Sebagai kakak, dia sangatlah panik ketika melihat adiknya pingsan tanpa sebab seperti ini. Azka menggendong tubuh Devina dan memutuskan untuk membawa Devina pergi ke rumah sakit yang berada di dekat sekolahnya.
Devina langsung saja dilarikan ke UGD dan mendapatkan penanganan medis di sana. Dan yang benar saja, Davina berada di sebelah Devina. Mereka sama-sama terbaring lemah di ranjang pasien. Namun, jika dilihat banyak sekali perbedaan di sana. Mulai dari alat yang terpasang dan kondisi mereka. Sekarang Davina sudah sadar dan nampaknlebih tenang dari kondisi awalnya yang sangat histeris.
Davina melirik ke arah kain berwarna hijau yang menjadi pembatas ruangan UGD. Dia sedang mengamati wajah kembarannya yang terbaring lemah di sana. Hatinya seakan teriris melihat keadaan itu. Dia juga merasa gagal untuk menjaga kakaknya tersebut.
"Devina?" lirih Davina sambil mengulurkan tangannya seakan-akan mengusap rambut dan wajah kembarannya. Sungguh miris, lagi-lagi dia ditakdirkan untuk melihat kehangatan keluarga dihadapannya. Ya, Reinaldo dan Ivona datang dan langsung memeluk Devina dengan raut wajah khawatir dan terlihat panik.
"Kapan gue bisa kayak gitu? Ya Allah, kuatkanlah hati hamba-Mu ini. Semoga mereka selalu senang meski tanpa adanya diriku." Davina membatin.
Tak terasa dadanya kembali sesak dan darah segar kembali mengalir dengan sangat derasnya. Tak hanya itu saja, kepala yang berdenyut serta tulang-tulang yang yang sangat ngilu juga mengiringi aksi dari penyakit yang dideritanya itu. Dengan refleks Davina menjerit kesakitan.
"Ah, tolong! Suster, Kak Ferro! Sakit Sus!" rintihan Davina tersebut membuat tubuh Ivona menegang. Pasalnya, dia sangat tahu bahwa anaknya itu tidak suka dengan rumah sakit. Tapi, kenapa dia bisa ada di sini? Ivona cukup penasaran, namun dengan gengsi dan kebencian yang tinggi dia berhasil mengacuhkan suara itu.
'Brak' suara itu berasal dari Davina yang sekarang sudah terjatuh dari ranjang pasien demi mencapai tisu yang ada di nakas. Sayangnya dia tidak berhasil mendapatkan benda tipis itu, dia malah dihadiahi musibah yang sangat amat berat. Tak hanya Davina yang terjatuh, tapi juga gelas kaca yang ada di nakas mengikuti nasib Davina. Pecah. Gelas itu sama seperti Davina, hancur dan tidak bisa disatukan ataupun diperbaikin, kalaupun bisa pasti memerlukan waktu yang sangat lama.
"Kak Ferro, Suster, sakit, tolongin Vina!" Ferro datang diiringi suster di belakangnya. Dia sontak terkejut melihat kondisi sepupunya yang sangat memprihantinkan. Tubuh Davina sekarang sudah terduduk lemas dengan bercak darah di mana-mana. Belum lagi tangan dan kaki gadis itu berdarah karena terkena pecahan kaca.
Menurut Davina sakit yang ia rasakan saat ini, belum sama dengan sakit yang dirasakannya ketika melihat kehangatan keluarga yang nyata, namun tidak bersama dirinya. Dirinya hanya dianggap bayang-bayang yang sangat berdosa, dan tidak layak ada di dunia nyata. Davina rasanya lenyam dan bagaikan remahan rengginang sejak tragedi itu. Dia tidak memiliki siapa-siapa yang bisa diajak menyimpan rahasia, bercerita,dijadikan sandaran, sampai menyampaikan keluh kesah masa SMA. Sampai detik ini dia sangat merindukan moment-moment yang tidak dapat diulang itu.
"Astaga, Davina!" Ferro sedikit berteriak dan langsung memeluk Davina yang sudah terkulai lemas tidak berdaya di lantai dingin itu. Tubuhnya terasa sangat hangat, ditambah dengan keringat juga darah yang bercucuran menyebabkan seragamnya terkena darah-darah segar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVINA [Udah Terbit]
Teen Fiction'Cerita ini belum direvisi' Punya 'sequel' dengan judul: Devira. Ini bukan kisah manis di masa SMA. Ini juga bukan kisah cinta yang sangat susah untuk dilupa. Tapi, ini adalah kisah perjuangan seorang gadis rapuh bernama Davina. Hidupnya dipenuhi de...