Part 7

94 17 1
                                    


Sisa waktuku di kampung halaman Vera tidak lagi menyenangkan. Setelah pebicaranku dengan Vera semalam, kami terlibat perang dingin. Hal ini membuatku berada dalam posisi yang serba salah. Jika aku dan Vera tidak mau saling sapa dan dengan tegas Vera minta aku menjauh, Ibu justru terus mengajakku bicara. Ibu bertanya tentang pekerjaan kami dan terus berpesan padaku agar aku menjaga Vera di Batam. Aku bisa merasakan kekhawatiran yang besar dalam dirinya. Maklum saja, terakhir kali orang yang dia cintai pamit pergi ke Batam, orang itu tidak muncul lagi. Bisa dibayangkan bagaiman kegilaan yang aku alami saat ini. Jika ibu tahu bahwa kerja di batam hanyanya drama.....sama persis seperti kebohongan yang dikatakan Bapak Vera dulu aku ta sanggup membayangkan apa yang terjadi.

Siang hari, kami berkumpul bersama untuk makan siang. Ibu menepati janjinya dengan memasak rica-rica bebek. Paklik (Jawa:Paman) Vera pulang lebih awal demi bisa menyembelih bebek untuk makan siang. Kata Ibu rica bebek itu makanan kesukaan Vera, untuk perpisahan memang harus special. Sayangnya menu special itu tak berhasil mencairkan suasana.

Ibu menyadari bahwa ada yang salah antara aku dan Vera. Berkali-kali Ibu berkata agar kami jangan terus bertengkar dan membicarakan masalah baik-baik. Susah payah aku menyakinkan Ibu bahwa kami akan baik-baik saja, tetapi Vera menjawab dengan ketus bahwa kami hanya sekedar teman kerja dan kami cukup profesiona membedakan urusan kerja dan pribadi. Usai makan kami langsung pamit. Meski paklik Vera berusaha menahanku dengan mengiming-imingi puncak Prahu, jika Vera berkata tidak, maka tak seorangoun bisa melawan. Tak masalah buatku, aku sudah tak tertarik lagi pada Prahu. Sebelum pulang Vera memberi sebuah amplop tebal kepada Ibunya. Jika melihat tebalnya setidaknya amplop itu berisi sepuluh juta, bahkan bisa 20 juta jika semuanya berisi pecahan 100.000. Aku ingat Vera mengajakku mampir ke ATM saat kami berangkat, jadi bisa dipastikan setidakknya tumpukan uang itu berupa pecahan 5oribuan. Jumlah yang cukup besar bagi orang desa, dan juga untuk Vera.

Harus kuakui, vera memang memiliki kemampuan untuk mengatur uang yang cukup baik. Banyak LC sering mengeluh kekurangan uang padaku, tetapi selama 2 tahun aku mengenalnya tidak sekalipun dia mengeluh soal keuangan. Vera memiliki prinsip yang kuat sehingga tidak terlalu terbawa arus.

Ibunya menangis menerima amplop itu. Meski lirih aku bisa mendengar, bahwa dia tidak mengharapakan uang dari Vera, yang terpenting adalah Vera bisa pulang dengan selamat. Ibu terus memeluk dan menciumi Vera. Pemandangan yang sangat menyentuh. Tiba-tiba saja aku diliputi rasa berdosa, karena telah ikut menipu Ibu. Nuraniku berteriak, bahwa aku harus tinggal sehari lagi di sana. Sayang aku tak cukup punya keberanian untuk melakukannya.

Pita Merah untuk VeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang