Jessica

43 10 5
                                    

***

Setiap harinya Sunhee selalu datang ke sekolah pagi buta. Seperti hari ini, gadis itu sudah bertopang dagu menatap jauh ke lapangan. Masih nampak lenggang dengan udara yang sedikit menusuk.

Sebuah ketukan langkah dari seorang wanita dewasa menyita perhatiannya. Gadis itu kini sudah berdiri diambang pintu. Sunhee celingukan memastikan asal suara. Hingga di ujung lorong ada seorang wanita dengan heels berwarna merah menyala berjalan ke arahnya.

Setelah jarak diantara mereka hanya beberapa meter, gadis itu kini bisa memastikan bahwa yang ada di hadapannya adalah Jessica, guru bahasa Inggris.

Sunhee lalu memberikan salam dan menyapa Jessica dengan sopan. Sedang wanita itu hanya tersenyum miring, dan berlalu begitu saja. Langkahnya nampak angkuh, dengan tatapan penuh kebencian.

Langkah kaki Jessica semakin terdengar samar, karena wanita itu kini sudah memasuki ruang guru.  Sedang Sunhee baru menyadari sesuatu. Bahwa ternyata Jessica selama ini selalu datang di jam yang hampir sama dengannya. Anehnya lagi, mengapa gurunya tersebut harus lewat ke depan kelasnya setiap pagi kalau ada tangga khusus untuk sampai di ruang guru dengan cepat. Juga hari ini Jessica tampak jauh berbeda. Terutama dibagian raut wajah, hampir tidak pernah ada senyum baginya. Kecuali dipertemuan pertama mereka.

"Apa aku punya salah padanya?" gumam Sunhee.

Belum sempat pertanyaannya menemukan jawaban, sebuah teriakan menginterupsi dari kejauhan.

"SUNHEE-YA!"

Sedang gadis yang dipanggil hanya memutar bola mata dengan kesal. Tak perlu ditanya lagi sosok apa yang memanggilnya dengan suara cempreng. Dialah Areumi, satu-satunya teman yang ia punya.

"Kau jadi sering datang pagi?" tanya Sunhee ketika temannya telah berada tepat disampingnya.

"Bisakah kau biarkan aku bernapas sebentar?" sungut Areumi kesal dengan suara yang masih ngos-ngosan.

Lalu Areumi mendudukan bokongnya diatas kursi kebesaran setelah berhasil melepas tas punggung Shooky miliknya. Sebuah helaan napas panjang terdengar dari mulut Areumi, yang bagai magnet. Karena setelahnya Sunhee langsung menoleh memerhatikan wajah temannya lekat.

"Kenapa? Apa Ayahmu melakukannya lagi?" tanya Sunhee hati-hati dengan wajah cemas. Areumi buru-buru menggeleng.

"Tidak, bukan. Aku hanya lelah naik tangga."

"Sungguh?"

Areumi hanya mengangguk sebagai jawaban. Sunhee jadi semakin sensitif setelah mengetahui kekerasan yang dialami Areumi. Siapa pun pasti akan begitu jika berada di posisi seorang Sunhee.

"Lalu, bagaimana dengan penguntit waktu itu?" tanya Sunhee lagi.

"Eemmmm. Aku rasa dia menyerah," jawab Areumi dengan kekehan ringan. Sunhee hanya dapat merotasikan mata melihat reaksi enteng dari sahabatnya tersebut.

***

Di waktu yang sama namun di ruangan yang berbeda. Dua orang tengah berbincang dengan dua gelas teh hangat di atas meja yang berada tepat di depan keduanya. Satu orang denga heels merah menyala kesayangannya menyilangkan kaki dengan angkuh.  Serta tak lupa wanita itu melipat tangan di dada.

Sedang seorang lagi adalah Hyun Mo, kepala sekolah dimana tempat Sunhee belajar. Pria tua itu nampak kesusahan bergerak karena perut yang sudah semakin di depan.

"Oppa, aku sudah jengkel. Haruskah aku buka sekarang?" tanya Jessica.

"Jangan dulu," cegah Hyun Mo.

"Aku sudah tak bisa menahannya."

"Kita tidak boleh gegabah, dia bisa berubah tanpa di prediksi."

Keduanya saling bertukar argumen dan selalu dimenangkan oleh Hyun Mo. Walaupun Jessica nampak angkuh, ia tak lebih dari seorang wanita lemah penuh pilu. Mengapa ia selalu mengalah? Karena hanya Hyun Mo yang menggapai tangannya ketika ia berada di dalam neraka.

Tak lama argumen mereka berubah jadi pemasangan strategi. Mereka mengaturnya dengan sangat rapi, step by step. Sedang di atas meja kebesaran Hyun Mo terlihatlah sebuah hoodie hitam yang nampak tak asing, ada gantungan bintang di saku jaketnya. Jaket itu hanya tergeletak begitu saja. Jangan lupakan gunting kecil diletakan di samping jaket.

"Dia tenang akhir-akhir ini," celetuk Hyun Mo.

Gumam kecil keluar dari mulut Jessica. "Aku benci melihatnya berlagak seperti korban," sungut Jessica.

"Lakukan sesuatu!" perintah Hyun Mo tegas dengan mengeratkan kepalan tangannya.

"Baiklah, aku akan menemui Rebecca untuk memancingnya keluar," kata Jessica dengan sorot mata tajam beserta kilatan kebencian.

"Berhati-hatilah!"

Hanya anggukan yang bisa diartikan sebagai jawaban. Kemudian gadis itu berdiri dan meninggalkan ruangan dengan Hyun Mo yang sedikit menyeringai.

***

Maafkan singkat yaaa...  Aku blm nulis full, malah udah jadwal publish. Jadi aku kebut.

Terima kasih telah mampir.

Peluk hangat dari Koala Tropis Kecil  🐨

Who? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang