K.D 8.0

7.8K 1.1K 54
                                    

Jae mendengus, "Kalo aku gabisa jadi pengganti Mami, aku juga gabisa jadi suami dia."Jae menunjuk Nataya. Mendengar itu, Nataya mengangkat kepalanya.

"Oh, jadi kamu nyia-nyiain batu berlian ini demi batu kali itu, hah? Kamu bener bener udah ga waras, Jae." Jae tidak peduli dengan perkataan Mami-nya dan melangkah keluar,

"Kalo kamu berani melangkah keluar pintu, Mami pastikan kamu gabakal dapet warisan sepeser pun." Jae mengepalkan kedua tangannya dan tetap berjalan keluar. Ia tidak peduli, masih ada Karina-nya.

***

Mami Johana menenangkan Nataya yang sedang tersedu-sedu, "Nat, Jae Cuma lagi marah aja kok, keputusan yang diambil saat marah kan bukan dari hati. 2 sampai 3 hari lagi nanti Jae juga adem lagi, tenang ya."

Nat tidak merespon. Bahkan, dirinya juga tidak mengerti mengapa bisa menangis tersedu-sedu seperti ini hanya karena Jae secara tidak langsung mengatakan akan menceraikannya.

Wake up, Nataya. Lo pikir pernikahan lo ini normal? Dari awal lo tau ini adalah resikonya. Stop crying! thats not necessary, stupid.

Begitulah cara Nataya meredakan tangisnya.

***

Nataya remaja menatap bangunan di depannya, dengan senyum kecil terulas. Rasanya baru kemarin Nataya bekerja di florist ini, tapi sekarang ia akan menjadi pemiliknya.

Sore itu, seperti biasa, Nat sedang menyirami bunga di kebun belakang floristnya. Tiba-tiba, Flo, anak dari salah satu pekerja di florist itu, dengan wajah cemas menghampirinya.

"Mbak Nat, diluar ada yang nyari." Walaupun usia Flo lebih tua beberapa bulan dari Nat, tapi ia tetap memanggil Nat dengan sebutan 'Mbak'

Ditemani Flo, Nat menuju ruangan depan,

"Kami dari pihak pegadaian menyatakan bangunan ini disita. Surat-surat yang digadaikan telah jatuh tempo dan dengan sangat terpaksa kami harus menyita bangunan ini."

"Pihak pegadaian? Saya gapernah gadaikan apapun pak, apalagi surat-surat bangunan ini."

"Berdasarkan data kami, Ibu Julia Iriana selaku pemilik bangunan ini yang menggadaikan. Kami harap bangunan ini dikosongkan dalam tempo 7 hari." Nataya berusaha mencerna apa yang barusan ia dengar, Tante Julia?

Sejak hari itu, Tante Julia menghilang, meninggalkan Nataya seorang diri. Satu-persatu para pekerja mengundurkan diri, beberapa tetap tinggal. Nat sudah menganjurkan mereka untuk pergi tapi mereka bersikeras ingin menemani Nataya hingga akhir.

Setiap satu hari berlalu, semakin bertambah kecemasan Nat. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Akhirnya Nat menghubungi pengacara keluarganya,

"Warisan dari kedua orang tua kamu bisa kamu dapatkan asal kamu sudah menikah. Hal ini tidak bisa diganggu gugat."

7 hari tak terasa telah berlalu, Nat benar-benar harus mengosongkan tempat ini. Nataya bingung, ia tak tahu mau tinggal dimana. Satu-satunya kerabat yang Nataya punya hanyalah Tante Julia. Dan juga dirinya masih remaja!

Setelah mengambil beberapa tangkai dan bibit bunga, Nataya menarik kopernya menjauhi floristnya. Menuju ke suatu tempat.

Nat menelusuri jalan yang sangat dihapalnya dan berenti di suatu bangunan. Bangunan yang sangat berarti untuk Nat, rumah lamanya.

Bangunan itu masih sama, kosong, penuh lumut, tapi tidak terlalu kotor. Nataya sering kesini, ketika ditanya mengapa, Nataya pasti selalu menjawab,

"Orang lain sepertiku, ketika merindukan orang tuanya pasti pergi ke makam mereka. Tapi aku tidak bisa. Jadi, inilah tempat yang kutuju saat aku merindukan mereka."

[1] karet dua • parkjaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang