K.D 9.0

7.6K 1K 72
                                    

"Mam, im sorry."

"For?"

"Last night. I know its-"

"Keong racun itu yang nyuruh kamu kesini, kan?" Mami Johana berbalik, menatap tepat di manik mata anak laki-lakinya.

Jae mengangguk "Mam, look, Karina changed my mind. So I accept your terms and conditions right now."

Mami menatap Jae. "Karina changed your mind after you tell her that you'll not receive the legacy, am i right?"

"No. Karina mau buktiin kalo dia layak buat aku, dan apa yang Mami pikirin tentang dia selama ini tuh salah," Ucap Jae datar.

Mami Johana bergumam sebelum akhirnya menghampiri Jae, "Gimana cara buktiinnya?"

"Karina rela melepas aku biar aku ga durhaka sama Mami. Dia bahkan ga peduli soal warisan, Mam!"

Mami mendengus, tidak percaya dengan apa yang dikatakan Jae. Keong racun tidak peduli soal warisan? Tidak mungkin.

Jae sudah akan meyakini Maminya lagi, tapi Mami melambaikan tangannya, "Well, susah memang berdebat sama budak cinta kaya kamu Jae. Kamu sudah kembali pada Nat saja, itu sudah cukup. 2 hari lagi kamu bekerja."

***
Denting bel membuat perempuan itu menghentikan kegiatannya, untuk melihat siapa yang datang.

"Hai, Flo." Nataya melambaikan tangannya.

"Eh, Mbak?" Perempuan yang dikuncir kuda itu mengerutkan kening. Pasalnya, bos-nya yang baru menikah ini, seharusnya tidak datang ke florist secepat ini.

Nataya hanya terkekeh, paham sekali dengan apa yang ada di pikiran pekerja-nya ini. "Kenapa? Apa aku telah di blacklist dari florist ini?"

Flo buru-buru menggeleng, tidak berkenan menanggapi. Bos-nya pasti punya alasan.

Nataya memang punya alasan. Suaminya, adalah alasan ia kesini. Kering sudah air mata Nat menangisi lelaki itu, menangisi takdirnya.

Satu-satunya tempat yang bisa menetralkan mood nya adalah tempat ini, florist-nya. Entah karena Nat tumbuh bersama bunga-bungaan hingga ia seperti punya suatu ikatan dengan bunga-bunga atau karena sugesti dalam dirinya yang membuat Nat selalu merasa tenang menghirup aroma bunga bunga ini.

Tapi jagad raya seperti sedang bergurau dengan dirinya, dari semua kaum Adam di muka bumi, mengapa harus seseorang yang alergi serbuk sari? Dari jutaan garis takdir yang bisa terjadi, mengapa harus garis takdir seperti ini yang ia tapaki?

Tanpa sadar, ia menatap kosong pada bunga-bunga yang terhampar di depannya. Hingga getar ponselnya menarik Nat ke kenyataan,

Ia sebentar lagi akan menjadi janda.

"Halo, Mi." Air muka Nataya berubah drastis. Bagaimana tidak? Mami Johana baru saja mengatakan kalau Jae menarik kembali semua perkataannya.

Sudut bibir Nat terangkat.

Nat baru saja akan melenggang keluar florist-nya. Tapi teriakan Flo menghentikan langkahnya.

"Mbak, ini bunga kamomil, Flo liat mbak tadi ngelamun aja depan bunga. Flo rasa mbak butuh bunga ini."

Nataya menerima bunga itu dengan senyum mengembang. Tadinya ia memang sedih, tapi sekarang, ia lebih senang dari siapapun.

"Makasih, Flo. Kamu bukan mau minta kenaikan gaji, kan?" Flo hanya tertawa kecil. Nat teringat bunga Daisy dirumahnya, ia meminta sesuatu pada Flo, yang kemudian dibalas dengan anggukkan.

***
Perempuan mungil itu bersenandung ria. Setelah mendapat telepon itu, mood nya melejit naik. Mami menyuruhnya datang ke rumah. Dinner bersama, Mami bilang.

[1] karet dua • parkjaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang