K.D 17.0

8.8K 1.1K 199
                                    

"Pulang sama siapa, tadi?" ucap Jae sambil bersandar di dinding ruang tengahnya. Aura dingin menguar dari tubuh Jae.

"Raffael." ucap Nat dengan lirih. Keheningan mendominasi ruangan. Nat tidak bergerak dari tempatnya, tatapan Jae seakan menguncinya.

"Jangan deket-deket sama dia." kalimat itu lolos begitu saja dari mulut seorang Jacob.

"Kenapa?"

Jae terdiam, memikirkan kalimatnya tadi, kenapa kesannya ia cemburu? Jae mengusir pikirkan tersebut dan meyakinkan dirinya bahwa ia tidak cemburu. Ayolah, Raffael memang tidak sebaik kelihatannya!

Jae menatap tubuh mungil di depannya, bisa ia lihat bahwa Nataya takut. Entah apa yang membuatnya takut, tidak mungkin Nataya ketakutan hanya karena Jae menatapnya, kan?

"Dia... ga baik buat lo."

Nataya mengerutkan kening. Aneh, Jae seperti... cemburu?

Nataya merasa aneh, tapi demi melihat tatapan dingin Jae yang tidak lepas dari dirinya, Nat mengangguk.

Jae memutus kontak matanya dengan Nat, membuat Nat menghembuskan napas lega. Dengan tergopoh-gopoh, Nat membawa kantung belanjaannya ke dapur.

"Lo udah bisa ke ruang tengah? Syukurlah ada kemajuan." Nat mendecih karena Jae tidak menjawab, pria jangkung itu sibuk memperhatikan sekitar,

"Itu pot bunga, masih disana? Bukannya udah gue suruh buang? Lo mau alergi gue kambuh tiap hari ya? Atau lo sebenernya nyusun pembunuhan berencana buat gue?"

Nat memutar bola mata, Jae tetaplah Jae.

"Bukan gitu, tuh tanaman kan udah gue kasih plastik, serbuk sarinya bakal susah keluar." ujar Nat sambil sibuk menata buah buahan.

Tanpa Nat sadari, Jae sudah berjalan menuju balkon, meraih pot bunga tersebut, dan berjalan menuju tong sampah terdekat. Nat yang melihat hal tersebut pun panik.

"E-ehhh mau diapain?"

"Buang." Jae menjawab santai.

Tapi takdir berkata lain, 5 langkah menuju tong sampah, Jae berhenti. Air mukanya berubah, tiba-tiba...

"HUAAHCHHIMMMM" Jae bersin dengan sangat dahsyat(?) hingga pot bunga tersebut terlempar dari genggamannya.

Nat dengan sigap menghampiri Jae... untuk menangkap pot bunganya. Setelah pot bunga tersebut mendarat manis di tangannya, Nat menghela napas lega.

"HUACHIIMM" serangan bersin Jae yang kedua kali membuat Nat tersadar. Jae membuat pose jauhin-itu-dari-gue sambil menunjuk pot bunga yang digenggaman Nat.

Nat yang mengerti, langsung berlari ke balkon dan menutupnya, tentunya dengan menaruh kembali pot tersebut di tempatnya semula.

Jae sudah berjalan menuju sofa, dan mulai merengut, tentunya masih dengan bersinnya walaupun tidak sedahsyat tadi. Nat panik dan bingung, ia tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya, ia memutuskan untuk diam saja.

"Heh, ngapain disitu? Panggil dokter!" Jae mengusap hidungnya yang memerah.

Nat tergesa-gesa menelfon dokter. Tapi sungguh sial, dokter tersebut terjebak macet saat hendak ke tempat Jae. Nat menatap Jae, ia merasa kasihan melihat suaminya tidak berhenti bersin seperti itu, ia harap ia bisa membuat obat untuk Jae.

Tunggu sebentar.

Nat baru ingat bahwa ia memang bisa membuat obat untuk Jae. Mengingat ia baru belanja bulanan, tentu bahan-bahannya ada. Nat bangkit, dan menuju dapur, diiringi semangat di hatinya.

[1] karet dua • parkjaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang