"Yaya, maaf aku gabisa jemput kamu, hari ini aku lembur."
Nataya mengangguk pasrah walaupun ia tahu Jae tidak bisa melihat anggukannya, "Iya gapapa, kamu semangat ya kerjanya." Telepon ditutup.
"Mbak, pulang sendiri? Mau bareng sama Flo?" Tanya Flo yang melihat Nat beranjak pergi,
"Gausah Flo, makasih, mbak mau ke kedai kopi di depan. Lagian kita kan ga searah." Nataya melambaikan tangan pada Flo.
Kedai kopi itu tidak terlalu jauh dari floristnya, hanya butuh waktu 15 menit untuk sampai, tiba-tiba,
Buk!
Pria yang sedari tadi berjalan dibelakang Nataya, bergegas menghampiri Nat. Kemudian dikuasai rasa panik saat melihat darah mulai mengalir.
Nataya bisa mendengar suara seorang pria memanggil namanya sebelum semuanya menjadi gelap.
***
Jae berlarian di koridor rumah sakit, lengkap dengan jas dan rambut acak-acakannya. Wajahnya dipenuhi bulir bulir keringat akibat kepanikannya."Anj*ng!" Jae meninju pria itu tepat saat ia melihatnya,
"Lo apain Nataya, hah?!" Jae baru akan memukul pria itu lagi sebelum dilerai oleh pengunjung rumah sakit tersebut,
Pria tersebut yang jatuh tersungkur, meringis kesakitan sambil berusaha bangkit, ia menjulurkan sebuah batu yang dibungkus dengan kertas,
"Nih, lo baca tuh tulisannya. Nat ditimpuk pake ini pas lagi jalan sendirian sama seseorang dari dalam mobil."
Jae dengan terburu membaca tulisan di kertas yang ada bercak darah, darah Nat. Kertas itu hanya berisi 2 kata, tapi mampu membuat Jae meremas kertas tersebut hingga remuk seremuk-remuknya.
"Jauhin Jacob..." Jae membaca isi dari tulisan tersebut dengan lirih,
Pria tadi memegang bahu Jae, "Kalo lo gabisa jagain Nat dengan baik, mending lo mundur aja. Biar gue yang gantiin posisi lo,"
"Permisi, keluarga Ibu Nataya?" Suster keluar disusul dokter dari dalam,
"Saya! Saya suaminya!" Jae sengaja mengatakannya penuh penekanan.
"Baik, luka di kepala Ibu Nataya tidak terlalu parah. Beruntung, cepat-cepat dibawa kesini. Jangan terlalu sering diajak bicara dulu ya, saya permisi dulu," Jae melirik ke pria tadi,
"Denger, siapa nama lo? Raffael, kan? Gue berterima kasih sama lo udah bawa istri gue kesini. Tapi untuk mundur... lo boleh gantiin posisi gue kalo gue udah jadi mayat." Tanpa menoleh, Jae masuk ke dalam ruangan tempat Nataya berbaring.
***
"Katanya kamu lembur?" Nat menerima suapan dari Jae."Kamu lebih penting dari pekerjaan aku."
Nat tersipu, "Yang nganterin aku kesini bukan kamu, ya?" dibalas anggukan oleh Jae,
"Trus siapa? Raffael, bukan?" Jae hanya mengangguk malas,
"Trus, Raffael nya mana?"
"Ssstt, ngomong mulu. Udah nih makan!" Nataya mencibir tapi tetap menerima suapan dari Jae lagi.
Nataya menyentuh perban besar di kepalanya, meringis, "Kenapa ya dia nimpuk aku? Mana sakit banget sampe bocor gini. Sayang banget, aku galiat plat mobilnya."
Jae menelan ludah, mengatur emosinya. Sepertinya Nat belum melihat kertasnya. Pertanyaannya bukan kenapa tapi siapa. Dan Jae tahu siapa orangnya. Ia pamit keluar setelah menyuapi Nat makan. Jae menelpon seseorang,
"Halo, babe. Kangen ya sama aku?" Suara perempuan yang familiar terdengar dari seberang,
"Stop basa-basinya, Jalang. Lo kan yang nimpuk Nataya pake batu? Denger ya, gue gabakal tinggal diem, gue pastiin lo dapet balasan yang setimpal! Dan jangan ganggu kehidupan gue lagi karena gue udah muak sama lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] karet dua • parkjae
Fanfiction[CEO6 Series #1] CEO tinggi, putih, badannya segaris, suka gitar, tapi mulutnya ber-karet dua, ya cuma dia. "Jaeeee, suapin." "Tangan lo lumpuh?" ©dapiyoo, 2019