Begitulah hari-hari aku menjalani pekerjaanku, tidak terasa sudah 3 bulan aku di sini. Perlahan aku mulai dekat dengan Aryn, karena memang di kantor aku sering bekerjasama. Dia juga dekat dengan Dita dan Sari, bahkan dia sering menginap di asrama.
Pada hari minggu, Aryn mengajak aku kerumahnya untuk menyelesaikan pekerjaan kantor.
"Sebentar ya Ran, kamu duduk dulu, aku ambilin minum."
Saat sedang menunggu, tiba-tiba datang anak kecil kira-kira berumur 5 tahunan.
"Halo Tante temennya aunty Aryn ya?"
"Iya cantiik, namanya siapa?"
"Aira Tante, kalo tante siapa?"
"Tante namanya Rania sayang."
"Tante mau gak bantuin aku?"
"Bantuin apa sayang?"
"Sini ikut Aira."
Aira menarik tanganku, entah apa yang mau dia lakukan aku nurut saja karena pada dasarnya aku suka anak kecil.
"Itu tante!" Aira menunjuk sebuah kamar.
"Ada apa disana Aira?"
"Tante buka aja!"
"Jangan, gak sopan sayang, tante kan tamu di sini masa masuk kamar."
"Gak apa-apa tante, cepetan aku takut."
"Loh kok takut apa?"
"Tante buka aja!"
Sebenarnya aku ragu untuk membuka kamar itu, karena ini baru pertama kali aku ke rumah Aryn. Dengan langkah ragu aku buka pintu kamarnya. Saat terbuka sungguh terkejut dengan apa yang aku lihat, Pak Dimas tergeletak dengan tangan penuh darah.
"ASTAGHFIRULLAH PAK DIMAS!!"
Sontak aku berteriak. "ARYN.. ARYN.. CEPET KESINI!" Aku mencoba membalut luka di tangannya agar pendarahannya berhenti.
"Ada apa Ran.. Astaghfirullah Kak Dimas kenapa Ran??"
"Gak tau Ryn, tadi Aira ngajak aku kesini terus Pak Dimas udah kaya gini."
"Sebentar aku telpon Papa!" sambil menangis Aryn hendak menelpon papanya.
"Mending telpon ambulance dulu Ryn, pendarahannya cukup parah!!!" aku berbicara dengan nada panik.
"Iya...i..i..iya..."Aryn menjawab dengan tangan gemetar.
Beberapa menit kemudian Ambulance datang dan Pak Dimas segera di bawa ke Rumah sakit, aku ikut menemani Aryn. Sesampainya di rumah sakit, dokter memberi tahu bahwa Pak Dimas kritis dan harus segera mendapat donor darah.
Naasnya stok darah untuk golongan A sedang kosong, sedangkan Aryn yang golongan darahnya sama tidak memenuhi syarat untuk menjadi pendonor. Sebenarnya golongan darah Pak Sandi sama tetapi beliau tidak bisa datang cepat ke Rumah Sakit kemudian aku menawarkan diri untuk donor, kebetulan golongan darahku A.
"Kamu yakin Ran?" Tanya Aryn memastikan.
"Iya Ryn, masa ada orang membutuhkan aku gak mau."
"Tapi aku mohon jangan sampai Kak Dimas tahu ya, biar dia kira itu darah dari aku."
"Memangnya kenapa? aku gak masalah, cuma penasaran kenapa kalo Pak Dimas tahu?"
"Ceritanya panjang, nanti aku ceritakan."
Lalu aku bergegas ke Bank Darah rumah sakit, prosesnya sekitar satu jam, Aryn menemaniku sambil menceritakan apa yang terjadi.
"Jadi dulu Kak Dimas punya pacar seorang dokter, pacarnya baik banget dan udah deket sama keluarga kami, Kak Dimas sangat mencintainya, maklum dia adalah pacar pertama, bahkan dulu kami sempet gak percaya kalau dia tega menyakiti Kak Dimas." Cerita Aryn berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang Cinta
RandomSeorang wanita bekerja di bidang kesehatan luar negeri berhasil menyembuhkan pria dari depresi berat karena putus cinta. Namun setelah sembuh, pria tersebut malah melukai perasaanya. Bagaimana perjuangan wanita tersebut untuk menyembuhkan luka hat...