14. Dimas Cemburu

4.5K 413 9
                                    

Pagi hari yang cerah, secerah wajah Dimas yang tak berhenti tersenyum. Dia begitu mensyukuri nikmat yang tengah ia rasakan. Keluarga yang selalu menyayanginya, pekerjaan yang perlahan mulai ia perbaiki, dan tentu saja Rania.

"Agaknya ada yang lagi bahagia nih Ryn, senyumnya cerah banget." sindir Mirna.

"Yang mana sih Kak? ada disini orangnya?" sahut Aryn.

"Arah jam 3!" jawab Mirna sambil memberi kode posisi duduk Dimas.

"Aku?? Kenapa??" tanya Dimas pura-pura tidak tahu.

"Siapa yang ngomongin situ. Orang lagi ngomongin Papa. iya kan Pa?" goda Aryn

"Sudaah, makan dulu. Kalian ini lagi makan malah becanda terus!!" omel Mama

" Kerjaan kamu gimana Dim?" tanya Sang Papa mencoba mengalihkan suasana.

"Alhamdulillah Pa, perlahan Dimas perbaiki semuanya."

"Syukurlah, semoga jabatanmu segera kembali."

"Untuk sekarang Dimas belum memikirkan itu Pa, Dimas hanya ingin memperbaiki yang sebelumnya pernah Dimas hancurkan."

"Waaaah, bijak banget sih adek aku. Dapet hidayah dari mana?" Kata Mirna

"Dari Rania turun ke hati kak, " Tambah Aryn

Dimas yang menjadi bulan-bulanan saudara perempuannya hanya bisa menggerutu. Tapi dia juga sangat merasa bahagia, sudah lama dia tidak merasakan kehangatan keluarganya seperti ini.

"Kapan di ajak ke rumah Dim?" tambah Sang Mama tak mau kalah.

"Mama kenapa jadi ikut-ikutan sih? Udah ah aku berangkat duluan aja. "

"Mama dukung kalau Rania!" ucap mamanya lagi yang diikuti tawa dari yang lain.

Dimas tidak menjawab Mamanya, pasalnya dia sudah sangat malu. Dia segera berpamitan dengan keluarganya lalu berangkat ke kantor. Sebenarnya dia merasa senang dengan ucapan Mamanya kalau Mamanya setuju dengan Rania, entah itu benar atau hanya bercanda.

Di Perjalanan menuju kantor, pikiran Dimas hanya dipenuhi oleh Rania. Dia bingung kenapa sampai seperti ini dia mencintai Rania. Dia ingin sekali mengungkapkan perasaannya pada Rania, namun dia masih ingin sedikit lagi meyakinkan dirinya kalau Rania juga memiliki perasaan yang sama.

Sesampainya di kantor, dia langsung menuju ke ruangan. sebelum ke ruangan, stafnya memberitahu bahwa file susunan panitia untuk acara di Kalimantan sudah selesai di kerjakan dan tinggal persetujuannya.

Dimas kemudian memeriksa susunan panitianya, sebagian besar sudah sesuai, tinggal pencairan dana. Saat sedang sibuk memeriksanya, ada seseorang yang mengetuk pintunya.

"Masuk!" Perintah Dimas tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

"Permisi Pak Dimas."

Dimas hafal betul suara siapa itu. Buru-buru dia menileh dan mempersilahkan duduk.

"Ada apa Ran?" tanya Dimas sambil sibuk mengendalikan perasaannya.

"Saya mau konfirmasi yang proposal panitia untuk acara minggu depan."

"Oh iya, ini sudah selesai saya periksa."

"Jadi gimana Pak? masih ada yang harus diperbaiki?"

Tiba-tiba muncul ide cemerlang dari Dimas untuk alasan bisa bertemu Rania padahal proposalnya sudah sesuai.

"Ini yang bagian akomodasi panitia, tolong di sesuaikan lagi. Mungkin saya ikut, tapi saya lihat jadwal dulu." Kata Dimas pura-pura menjaga kewibawaanya, padahal dia ingin ikut, tapi sama Rania tidak dimasukkan dalam daftar

"Anda bersedia ikut Pak? Kemarin Aryn bilang untuk mengeluarkan nama Anda dari daftar, karena melihat jadwal Anda minggu depan tidak mungkin untuk ikut."

"Iya, makanya saya lihat dulu. Saya ingin ikut andil dalam acara ini. Kira-kira posisi apa yang masih butuh tambahan tenaga?" Jawab Dimas mencoba tetap tenang, padahal dia gemes sama Aryn yang sudah mengeluarkan namanya tanpa konfirmasi.

"Sebenarnya kita masih banyak butuh bantuan Pak karena kita harus meminimalisir anggota agar anggaran tidak membengkak, tapi kan gak enak masa Bapak bantuin angkat-angkat barang." Kata Rania denga tersenyum geli

'Jangan senyum Ran,, jangan!! aku gak kuat' batin Dimas

"Gak apa-apa yang penting acara lancar. Nanti saya ngomong ke Aryn."

"Ya udah kalau gitu saya permisi dulu ya Pak."

Selepas Rania keluar, Dimas belum berhenti senyum. ' Ya Allah, jatuh cinta begini amat ya'

Rania segera melanjutkan pekerjaannya, hari-hari kedepan bakalan sibuk banget mengingat acaranya tinggal beberapa hari lagi. Dia mempersiapkan acara itu dengan sebaik mungkin, dan juga dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan keluarganya.

Tak terasa sudah waktu istirahat, Rania segera melaksanakan sholat. Setelah sholat dia melihat ruang makan masih penuh dengan pegawai, dia memutuskan untuk melanjutkan kembali pekerjaannya.

Dimas yang sudah selesai sholat segera pergi ke ruang makan, bukan ingin segera makan melainkan ingin segera melihat pujaan hatinya. Setelah beberapa saat mencari, dia tidak juga menemukannya. Dia memutuskan untuk mengirim pesan

Sudah makan?

Belum Pak,

Tadi masih penuh banget Jadi nglanjutin kerjaan dulu

Pak?? :(
jangan lupa makan!

Ini kan di kantor Pak!
Siap,,sebenarnya sudah lapar juga :D

Ya kalau pesan gini gak usah,
panggil Kak aja ya biar bisa lebih akrab.

Rania tidak membalas pesan terakhir Dimas, dia sengaja buru-buru menyudahi obrolan karena sudah merasa tak karuan. Dia mencoba menempatkan diri dan membuang jauh perasaannya. Tidak mungkin seorang Dimas menaruh hati padanya.

Rania kembali melanjutkan pekerjaannya. Karena terlalu sibuk dia lupa makan sampai waktu pulang kerja. Dia baru tersadar kalau dia belum makan. Setelah bertemu Dita dan Sari, Rania pamit mampir beli makan dulu, dia mempersilahkan kedua temannya untuk pulang duluan.

Rania memutuskan untuk membeli makan di salah satu restoran jepang di dekat kantor. Dia tidak peduli kalau harus makan seorang diri, yang penting perutnya terisi.
Setelah mendapat tempat duduk, dia segera memesan makanan lalu dia menunggu sambil memainkan ponselnya.

"Loh Rania!" Sapa seseorang.

"Hai Tio," Jawab Rani. Tio adalah salah satu teman angkatannya masuk ke kantor. Tio staf bagian keuangan.

"Sendirian aja? boleh duduk di sini? aku juga sendiri. "

"Silahkan, tadi aku lupa gak makan, Dita sama Sari pulang duluan."

"Sama, tadi penuh banget."

Mereka asik ngobrol dan tertawa. Mereka saling bertukar pengalaman bekerja jauh di negeri orang. Saat itu kebetulan Dimas pulang kerja dan melewati restoran tersebut. Karena posisi Rania dan Tio ada di luar, Dimas bisa melihat dengan jelas saat melewatinya. Hati Dimas menjadi tak karuan, dia merasa harus segera mengungkapkan perasaanya. Dia merasa tidak rela melihat Rania tertawa dengan pria lain, karena pada dasarnya Dimas orangnya sangat posesif.

' Arrrrrgggh,, Raniaaaa,, lama-lama bisa gila ini kalau harus memendam perasaanku.'

Jangan Bilang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang