4. Awal Perubahan

5.2K 490 9
                                    

Hari Senin pagi aku sangat tidak bersemangat berangkat kerja. Semalam aku merenung, sepertinya aku keterlaluan waktu di Rumah Sakit. Aku sudah terlalu ikut campur. Aku bingung saat nanti ketemu dengan keluarga Aryn.

Saat tiba di kantor, semuanya berjalan seperti biasanya belum ada sesuatu yang aneh. Pak Dimas tentu saja masih izin sakit, Pak Sandi memang jarang lihat di kantor, Aryn? Oh iya Aryn dimana ya, apa dia tidak masuk?

"Nungguin siapa Ran?" tanya Pak Andi mengagetkanku.

"Eh Pak.. enggak, lagi nyari Aryn kok belum terlihat."

"Katanya dia berangkat agak siangan karena ngurusin kakaknya dulu. Pak Dimas masuk rumah sakit udah tau?"

"Iya pak udah tau..makasih ya pak infonya."

Aku masih harap-harap cemas, aku putuskan untuk menelpon Aryn.

"Assalamualaikum Ryn, kamu berangkat kerja gak?"

"Waalaikumsalam.. berangkat Ran, habis nungguin Kak Dimas bentar sampai Mama dateng."

"Pak Dimas gimana Ryn?"

"Rania, tunggu aku di kantor ya, aku mau cerita sesuatu, pokoknya penting!!"

"apaan?"

"Ya nanti,, penting pokoknya!"

Setelah menelpon Aryn aku kembali ke ruanganku untuk menyelesaikan pekerjaanku. Sebenarnya masih penasaran sama Aryn, tapi nanti aja aku tunggu dia datang, setidaknya aku sedikit lega dari nada bicara Aryn dia tidak marah.

****

Jam makan siang tiba, aku dan Kak Mita menuju ruang makan. Aku masih menanti Aryn, belum ada tanda-tanda dia datang. Tiba-tiba ada telpon masuk dari Aryn yang menyuruhku ke ruangannya. Aku buru-buru menghabiskan makanku, setelah pamit dengan Kak Mita aku bergegas ke ruangan Aryn. Saat sampai ke ruangan Aryn, aku sangat terkejut karena tiba-tiba saat buka pintu Aryn langsung memelukku.

"Astaghfirullah!" pekikku.

Aryn malah tertawa tanpa rasa bersalah, walaupun sempat kaget tapi aku merasa sedikit lega melihat wajah Aryn yang terlihat bahagia, setidaknya aku masih aman. Aryn masih setia merangkul pundakku lalu membimbing aku agar duduk di sofa dengannya. Senyuman masih tercetak jelas di wajahnya, membuat aku tambah penasaran.

"Ran.. makasih banyak ya?" ucapnya lagi dan kembali memelukku.

"Untuk?"

"Karena kemarin kamu marah-marah sama Kak Dimas."

Aku terperanjat, agak aneh dengan jawaban Aryn. Dia berterimakasih karena aku marah? Sungguh tidak bisa dipercaya. Aryn terbahak sekali lagi melihat keningku yang sudah berlipat tanda aku belum mengerti dengan ucapannya.

Maka dia menjawab sambil menahan tawanya, "Jadi gini, aku nggak tau ya ini karena kata-kata mu kemarin atau bukan tapi aku anggap iya. Semenjak kejadian kakakku depresi, dia gak pernah banyak bicara sama kami keluarganya, tapi tadi malmm, mama ngajakin ngobrol dan dia lumayan nyaut, yaaa walaupun tetep nggak banyak sih, tepi jelas banget ada perbedaannya."

"Masa sih?"

"Beneran!! Terus ya, dia mau makan buah yang dikupasin sama mama."

"Udah gitu aja? itu karena lagi sakit kali bukan karena aku."

"Kamu kan gak tau gimana sikap Kak Dimas selama ini Ran, pokoknya orang-orang terdekat pasti ngerasa banget perbedaannya. Semoga ini awal yang baik untuk kesembuhan Kak Dimas. pokoknya maksiiiiih banget ya Rania." ujarnya senang dan lagi-lagi sambil memelukku.

Jangan Bilang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang