Hari itu Dimas pulang kerumah dengan keadaan yang tidak karuan. Setelah pulang kerja dia sempat ke asrama dan memang benar sudah tidak ada lagi tanda-tanda Rania masih di sana. Dimas juga mengunjungi beberapa tempat yang sekiranya Rani suka datangi, tapi tetap nihil.
Dimas duduk di lantai kamarnya dan kembali menyandarkan kepalanya ke tempat tidur. Dipandanginya wajah Rania yang menjadi wallpaper hpnya. Senyum Rania yang begitu tulus, dan kali ini dia kehilangan senyum itu, gara-gara kebodohannya. Aryn sebenarnya kasihan melihat keadaan Kakanya tapi dia sudah sangat marah dengannya.
"Ryn, kamu benar-benar tidak tau info tentang Rania?" tanya Dimas tanpa mengubah posisinya, dia tau adiknya itu masuk ke kamarnya.
"Memang masih penting? Aku udah bilang mulai terserah kakak mau bagaimana menjalani hidup kakak."
Dimas kembali diam, benar apa yang dikatakan adiknya itu, sekarang harapannya hanya ingin bisa bertemu Rania atau sekedar menghubunginya untuk minta maaf.
Aryn menghela nafasnya, walaupun dia juga marah tapi tidak tega melihat kakaknya yang hanya diam saja dengan mata memerah, Aryn takut kalau kakaknya akan terpuruk lagi.
"Aku juga gak tau tiba-tiba Rania menitipkan surat resign padaku lewat Dita, dan saat aku tanya dia sudah pulang ke Indonesia sehari sebelumnya. Paling pintar memang anak itu."
"Kenapa dia ninggalin Kakak ya, Ryn? Susah payah dia nyembuhin Kakak terus kenapa sekarang dia buat kakak jadi hancur lagi, dia pergi membawa hidup Kakak."
Walaupun Dimas berbicara teramat pelan tapi Aryn tetap makin kesal karena kakaknya itu belum menyadari kesalahannya.
"Kakak itu udah amnesia atau gimana sih? Kakak pikir Rania pergi gak ada alasannya? Kakak pikir Rania pergi karena siapa? Ya karena Kakak yang udah sakitin hati dia."
Dimas tetap diam lagi, sebenarnya dia juga sadar Rania pergi karena kesalahannya. Hatinya sedang kacau makanya tidak bisa berpikir jernih,
"Ternyata benar ya! Kakak udah bener-bener berubah karena dibutakan dengan wanita itu, silahkan Kak mau CLBK, mau nikah lagi kek sama dia, aku udah gak peduli lagi sama kakak."
"Aryn!" protes Dimas.
" Kakak bukan Kak Dimas yang aku kenal. Silahkan baca sendiri surat Rania." kata Aryn sambil melempar kotak yang Rania titipkan. Dia sudah teramat kesal dengan kakaknya itu.
Dimas lalu membuka kotak itu, dia cukup kaget dengan isinya, ada hp yang dulu pernah dia belikan untuk Rania, liontin dengan inisial DR yang waktu itu dia kasih sambil berbuka puasa dan cincin yang terakhir dia berikan untuk Rania sebagai bukti keseriusannya melamar Rania.
Hati Dimas semakin nyeri melihat semua barang itu dikembalikan oleh Rania, terlebih lagi saat hendak membaca suratnya, tangannya sampai bergetar.
Kak Dimas, saat kakak baca surat ini mungkin aku udah sampai di tempat yang semestinya aku berada. Lewat surat ini aku ingin mengucapkan banyak terimakasih untuk semua perhatian dan kasih sayang yang Kakak berikan padaku selama ini. Terimakasih telah memberikanku banyak pelajaran hidup.
Aku minta maaf jika selama ini menjadi penghalang kakak bisa kembali dengan cinta Kakak yang sebenarnya, aku sadar Kakak tidak benar-benar mencintai aku karena diriku tapi karena mungkin kebetulan aku yang udah bantuin kakak sembuh, tapi walaupun begitu aku berterimakasih. Kakak tidak usah merasa tidak enak, aku sangat paham perasaan Kakak. Aku kembalikan semua barang yang seharusnya bukan menjadi miliku, selamat tinggal Kak.
semoga selalu bahagia.Kini setete kristal bening menetes di pipi Dimas, lelaki itu menjatuhkan tubuhnya di kasur. Matanya lurus menatap langit-langit, bayangan senyum dan tawa Rania muncul di sana. Rasanya hatinya sakit sekali menyadari bahwa Rania memilih mengakhiri hubungan mereka, dan itu karena kebodohan Dimas sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang Cinta
NezařaditelnéSeorang wanita bekerja di bidang kesehatan luar negeri berhasil menyembuhkan pria dari depresi berat karena putus cinta. Namun setelah sembuh, pria tersebut malah melukai perasaanya. Bagaimana perjuangan wanita tersebut untuk menyembuhkan luka hat...