10. Senyuman Rania

4.8K 459 16
                                    

Rania mendapat izin satu hari agar dirinya bisa istirahat. Dia merasa sangat kesepian karena sebagian besar penghuni asrama berangkat ke kantor. Dia hanya sendirian di kamarnya dan memutuskan untuk telepon ibunya.

"Assalamualaikum ibu." sapa Rania

"Waalaikumsalam dek."

Bukan ibunya yang menjawab tetapi sesorang yang juga sangat iya rindukan.

"Mas Roniiii???" teriak Rania tiba-tiba semangat.

"Wah agaknya ada yang kangen nih." goda Roni

"Kangen bangeeeet.. Ibu di mana Mas? Mas Roni apa kabar?"

"Ibu lagi sholat, Mas juga kangeeen banget Ran. Alhamdulillah baik.. Kamu sehat kan? Oh iya, bulan depan aku ada ikut seminar di Malaysia."

"Bener Mas? Waaaah,, harus ketemuan ya, ajak ibu sekalian ya Mas?? "

"Iya besok aku perpanjang waktu di sana biar bisa nengokin kamu. Ibu gak bisa, lagian Januari kita udah janjian ketemu di Kalimantan kan?"

Rania belum selesai bicara tiba-tiba ada teman asrama yang memberitahu bahwa ada tamu yang mencarinya.

"Mas maaf ya, aku ke bawah dulu ada tamu, salam buat ibu nanti aku telepon lagi."

"Iya hati-hati. Jaga diri baik-baik ya. Jangan macem-macem."

"Siap!"

Setelah menutup telepon, Rania menuju ruang tamu untuk melihat siapa yang mencarinya. Sesampainya di sana, dia terkejut melihat siapa yang datang. Terlebih lagi seseorang itu tersenyum manis setelah melihat dirinya. 

"Pak Dimas?" sapa Rania

"Maaf saya mengganggu." jawab Dimas

"Enggak Pak, saya yang tidak enak. Ada apa ya Pak? "

"Kata Aryn kamu izin tidak masuk karena sakit."

"Iya Pak, saya sudah sembuh kok. Cuma kecapekan. Terimakasih ya Pak, maaf sampai membuat Pak Dimas repot datang kemari."

"Saya juga terimakasih sama kamu, karena kamu membuat saya menyadari kesalahan."

"Saya hanya menyampaikan apa yang saya rasakan Pak, semua juga berkat Pak Dimas sendiri yang mau memperbaiki semua."

"Iya, saya minta tolong ingatkan saya jika suatu saat saya gila lagi."

Rania tertawa pelan, "Ingat selalu keluarga Anda Pak."

"Iya, sekali lagi terimakasih ya. Oh ya, kamu sudah sarapan?"

"Belum Pak, tadi gak sempat ikut teman-teman beli sarapan. Nanti agak siangan saya cari makan."

"Saya juga belum, mau temani saya cari sarapan?"

"Pak Dimas tidak masuk kerja?"

"Saya ambil cuti hari ini."

"Maaf Pak nanti merepotkan."

"Tidak, sekalian saya juga belum sarapan. Saya tunggu di mobil."

Setelah Dimas ke luar, Rania segera ke kamarnya untuk bersiap-siap. Dia masih bertanya-tanya, benarkan Dimas mengajaknya makan? Ambil cuti juga?

Rania mengusir segala macam pikiran ngawurnya lalu bergegas turun, takut kalau Dimas kelamaan menunggu.

Dimas mengajak Rania menuju sebuah tempat makan dekat taman kota. Dimas terlihat berpakaian santai tapi tetap terlihat menawan, membuat cewek-cewek yang melihatnya terpesona. Setelah makan, Dimas meminta Rania untuk menemaninya mencari hadiah untuk Aira. Dia bermaksud memperbaiki hubungannya dengan keponakannya itu.

"Buat Aira yang bagus di kasih apa ya?"

"Dia sukanya apa Pak?"

"seingat saya, dia dulu suka hello kitty, koleksi jam juga dia suka."

"Wah Pak Dimas sih terlalu lama bertapa, sampai lupa kesukaan keponakan sendiri."

Dimas tertawa membuat Rania harus berpaling karena nggak kuat lama-lama melihat tawa dan senyum manis Dimas "Iya. padahal dulu dia lengket banget sama saya."

"Hehe maaf ya Pak kalau saya lancang. Setahu saya kalau kesukaan itu gak akan gampang berubah Pak. Beliin aja boneka sama jam tangan karakter hello kitty."

"kamu yang pilih ya. Tapi sampai tadi pagi dia belum mau bicara sama saya." jelas Dimas lesu

"Sabar Pak, namanya juga anak-anak, nanti Pak Dimas sering-sering aja ajak Aira main."

"Iya, nanti saya coba."

Lalu mereka mencari boneka dan jam tersebut. Rania memilihkan untuk Aira. Setelah di bungkus rapi, Dimas mengantarkan Rania pulang. Di jalan mereka banyak menceritakan keluarga mereka. Dimas juga menjadi tahu keluarga Rania.

"Oh iya Ran, boleh saya minta tolong?" tanya Dimas 

"Apa Pak? selagi saya mampu pasti bisalah." jawab Rania dengan tersenyum manis

Untuk sesaat Dimas terpesona dengan senyum Rania. Senyum yang manis memperlihatkan lesung pipi yang menambah cantik wajahnya. Dimas buru-buru mengalihkan pandanganya ke jalan depan.

"Bisa gak manggil Pak nya di kantor aja, berasa tua banget saya." jelas Dimas malu-malu

"Hehe gak enak Pak, masa gak sopan gitu sama atasan."

"Atasan kan kalau di kantor, umur kamu gak beda jauh kan sama Aryn?"

"Gak sih, tahunnya sama cuma bulannya duluan saya Pak."

"Nah kan, saya sama Aryn cuma beda 2 tahun. Kamu boleh panggil saya kaya Aryn, atau gak panggil nama aja, biar awet muda."

"Emm, iya deh nanti dicoba. Oh iya pak, eh Kak. Gimana rasanya sekarang?"

"maksudnya?"

"Ya kan kelihatannya Anda sekarang sudah lebih ikhlas dengan kenyataan."

"alhamdulillah. Rasanya lebih ringan melangkah, ternyata masih banyak hal lain yang lebih bermanfaat untuk saya lakukan dari pada terus meratapi nasib."

"Nah gitu dong semangat, sayang sama prestasi Anda juga."

"Iya, saya menyesal telah mengacaukan semuanya."

"Tak ada gunanya menyesal Kak, sekarang yang terpenting bagaimana Anda memperbaiki semuanya."

"Iya, makasih sekali lagi."

Rania hanya tersenyum. Tak terasa mereka sudah sampai di asrama. Rania pamit dan berterimakasih karena sudah di ajak makan. Lalu Dimas juga pamit untuk pulang. Rania berjalan ke kamarnya dengan perasaan yang sulit di artikan. senangkah? bahagiakah? hanya dia yang bisa merasakan.

Sesampainya di kamar, Rania membersihkan diri dan bersiap untuk sholat. Setelah sholat dia menelpon ibunya, karena tadi pagi belum sempat ngobrol dengan ibunya. Seperti biasa, Rania menceritakan kegiatannya di sini. Dia tidak bercerita kalau dia sakit karena takut ibunya cemas. Dia menceritakan tentang Aryn dan keluarganya termasuk kondisi Dimas. Ibunya cuma berpesan apapun yang dilakukan Rania, dia harus selalu hati-hati menjaga diri.



Jangan Bilang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang