46 Malam Sakral

4.4K 366 2
                                    

Senyum Dimas mengembang seketika saat matanya yang menyipit karena silau matahari sore menangkap bayangan calon istrinya yang baru keluar dari rumah sakit. Tak jauh beda dengan Dimas, senyum manis pun tercetak jelas di wajah Rania. Dia mempercepat langkah menuju mobil Dimas.

Begitu sampai, langsung saja Dimas memeluk sekilas kekasihnya itu. "Tumben lebih cepet pulangnya?" tanyanya seraya membuka pintu mobil kemudian duduk dan memakai seatbelt nya.

"Pas udah selesai langsung buru-buru keluar, takut Kakak nunggu lama." jawab Rania yang juga sibuk memasang seatbelt nya.

Dimas tak kunjung menginjak gasnya, membuat Rania yang tadinya sibuk mengolak-alik isi tasnya langsung menoleh. "Nunggu apa, Kak?"

Dimas malah semakin dalam menatap Rania tanpa menghilangkan senyumannya.

"Kenapa?" tanya Rania lagi.

Tanpa menghilangkan senyumannya, Dimas menggeleng kemudian meraih tangan Rania untuk dia cium punggung tangannya. "Masih belum percaya kamu mau kembali ada di sampingku," ujarnya lalu kembali mencium tangan kekasihnya. "Makasih banget." lanjutnya.

Rania tersenyum haru campur bahagia, sejujurnya dia masih menyimpan sedikit rasa ragu tapi melihat Dimas yang begitu tulus memperbaiki semuanya, membuat Rania  perlahan menghilangkan rasa ragu itu, menggantinya dengan rasa percaya yang dulu pernah dia berikan sepenuhnya untuk Dimas. Satu minggu lagi mereka akan lamaran secara resmi, sudah saatnya Rania memulai semua dengan yang baru dan menutup luka lama.

Semua orang pernah bersalah, hargai prosesnya untuk memperbaiki hidupnya. Begitu yang Rania pikirkan.

"Laper, Kak!" Dimas langsung tertawa mendengar calon istrinya merengek. Di raihnya kepala Rania lalu mengecup kening itu sebelum berangkat, mengajak Rania makan.

Sore itu mereka menghabiskan waktu berdua. Banyak hal yang mereka lakukan. Makan, nonton, mencari barang-barang keperluan Rania, mengecek persiapan lamaran sekaligus pernikahan, karena sesuai keinginan Dimas, pernikahan mereka tidak akan berselang lama dari lamaran.

Sejak Rania benar-benar menerimanya kembali, Dimas berusaha banget untuk memperbaiki hidupnya. Dia lebih semangat bekerja, dan menyiapkan rumah yang akan mereka tempat nanti dengan sebaik mungkin.

Bagi dua sejoli itu, hari-hari terasa cepat berlalu karena mereka lalui dengan banyak kesibukan. Selain pekerjaan masing-masing, mereka juga harus menyiapkan acara pernikahan mereka.

Hari sakral pertama mereka tiba, malam itu Rania terlihat sangat cantik menggunakan kebaya dan batik yang senada dengan batik Dimas. Keluarga besar Rania sudah bersiap menyambut kedatangan keluarga Dimas.

Rania berulang kali mengintip dari jendela kamarnya, rasa gugup menyerangnya sejak tadi.

"Ya Allah Ran, duduk aja kenapa sih? Pusing daritadi Mbak lihat kamu mondar-mandir, itu nanti bedak kamu luntur karena keringat!"

Calon pengantin itu hanya bisa nyengir lebar mendengar ucapan kakak iparnya. Dirinya sudah berusaha tidak gugup tapi mendengar suara gemuruh di lantai bawah ditambah suara pemandu acara yang terdengar mempersilahkan keluarga Dimas, membuat Rania semakin gugup karena yang mereka tunggu sejak tadi sudah tiba.

Rania baru dipersilahkan keluar setelah acara berlangsung beberapa saat. Kini semua mata fokus memandang calon pengantin yang tak lain adalah Rania, dia berjalan dengan anggunnya didampingi oleh Dita dan kakak iparnya.

Dimas tak mampu mengalihkan pandangannya. Di matanya, setiap saat Rania terlihat cantik tapi malam ini rasa di hatinya membuncah, calon istrinya terlihat begitu anggun, auranya terpancar, membuat senyum bahagia tak pernah luntur dari wajah Dimas.

Jangan Bilang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang