45 Rumit

4.5K 428 27
                                    

Memulai sesuatu yang baru itu memang tidak mudah, apalagi sebuah hubungan yang pernah kandas karena kekecewaan.

Rania memang telah memberi kesempatan pada Dimas tapi sikapnya belum bisa balik seutuhnya seperti dulu. Dia masih suka menolak saat Dimas ajak keluar, membuat Dimas harus rela menghabiskan waktu di rumah Rania. Atau masih jarang membalas pesan dan mengangkat telepon Dimas.

Tentu saja hal itu tidak menjadi masalah besar bagi Dimas. Rania memberi kesempatan lagi itu sudah merupakan kebahagiaan besar, dia tidak akan mengeluh sedikitpun dengan sikap Rania yang masih cukup dingin. Tugasnya adalah mengembalikan hubungan mereka agar sebahagia dulu.

"Lah! Dimas lagi ketemunya!" sapa Raffi saat melihat sahabatnya itu duduk di depan rumah sakit. "Ngapain?" tanyanya lagi.

"Jemput Rania, katanya dia lagi rapat tadi. Tapi belum balas pesanku lagi sih!"

Raffi mngerutkan keningnya. "Rapat bareng gue tadi? Udah selesai dari satu jam yang lalu, setauku nggak ada rapat lagi diatas."

Mendengar penjelasan Raffi, Dimas langsung menghubungi Rania lagi. Dan hatinya langsung sedikit berdesir saat Rania menjawab dia sudah di rumah dan meminta maaf karena lupa kalau janjian dengan Dimas.

Walaupun dia sedikit kecewa tapi sama sekali dia tidak akan protes, saat seperti ini dia selalu ingat kesalahannya dulu, Rania pernah berulang kali menunggunya padahal dia tidak jadi datang. Bisa dibayangkan seperti apa kecewanya Rania, tapi wanita itu tetap baik hati menerimanya kembali.

Dari rumah sakit, Dimas menuju rumah Rania. Sampai sana pun dia masih harus tetap bersabar karena Rania sedang mandi, terpaksa harus rela menunggu sambil ngobrol dengan sopir keluarganya Rania.

Sementara itu di lantai atas, Rania masih mondar mandir sambil sesekali melihat ke tempat duduk Dimas dari jendela lantai atas.

"Kamu sampai kapan mau begini? Kasihan Dimas, Ran!"

Wanita itu berjingkat karena tiba-tiba Sang Ibu berdiri di belakangnya.

"Jangan hukum Dimas kayak gini, nggak baik! Walaupun dia pernah berbuat kesalahan, dia juga punya hati. Dia sudah menunjukkan rasa penyesalannya kan? Dan kamu sendiri yang kasih dia kesempatan. Kalau memang kamu mau, kamu juga harus ikut andil dalam perbaikan hubungan kalian. Yang Ibu lihat, Dimas sudah benar-benar menyesali kesalahannya."

"Kaca yang sudah pecah bukannya susah di satukan lagi ya, Bu? Meskipun bisa, pasti ada bekas pecahannya."

Ibu Rania menghela napasnya, dia sudah mendengar semua cerita Dimas dan Rania dari suaminya, dia tau memang susah menyembuhkan luka hati, tapi dia juga tidak setuju dengan sikap putrinya itu.

"Jadi kamu mau bagaimana? Kalau memang sudah tidak punya perasaan lagi, lepaskan! Jangan siksa Dimas dan hati kamu sendiri kayak gitu, kamu bilang memberi kesempatan tapi kamu cuekin dia terus."

"Rania tidak pernah bilang apapun, Kak Dimas sendiri yang menyimpulkan."

Ibu Rania harus ekstra menambah kesabaran menghadapi Rania. Sikap keras kepala dan alot dari suaminya ternyata menurun ke Rania. "Ya sudah, temui dia sekarang dan akhiri semua! Biar sama-sama lega." jawabnya pada akhirnya karena sudah benar-benar dibuat pusing dengan sikap Rania.

Sepeninggal ibunya, Rania kembali merenung. Mungkin iya sekarang dia terlihat seperti orang jahat yang mempermainkan perasaan Dimas, tapi jauh di dasar hatinya, dia ingin Dimas sedikit lagi memperjuangkan dirinya. Dia ingin tau seberapa berharga dirinya bagi hidup Dimas.

Satu jam kemudian Rania baru turun untuk menemui Dimas. Tapi dia sedikit kelabakan dan menyesal karena tak menjumpai Dimas lagi di rumahnya.

"Den Dimas pamit ke masjid depan, Mbak! Katanya mau ashar dulu." ujar Sang Sopir

Jangan Bilang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang