"Permainan baru saja akan dimulai!"
"Aish! Menyebalkan sekali!"
Gadis berponi tipis itu mendesis kesal. Layar ponsel sudah menunjukan pukul enam lebih lima puluh menit. Apakah masih ada harapan untuk dirinya sampai tepat waktu ke sekolah? Sepuluh menit. Andai saja jalanan kota Jakarta tidak macet hari ini, bukan hal yang sulit baginya datang tepat waktu.
Aura Zayana Putri. Baginya, datang terlambat ke sekolah bukanlah hal yang epic. Sungguh memalukan jika harus berdiam diri di bawah teriknya matahari sembari memakai slogan berisikan, "SAYA BERJANJI TIDAK AKAN TERLAMBAT LAGI!"
Aura menggigit bibir bawahnya, suara klakson yang terdengar bersahutan terus menggema di telinganya. Apakah Aura harus melukis kenangan masa putih-abunya dengan dihukum karena terlambat datang ke sekolah? Ayolah! Ini benar-benar menyebalkan!
"Berapa lama harus berdiam diri seperti ini, Pak?" Sopir taxi melirik kaca spion sekilas, tersenyum tipis.
"Entahlah, Nona. Saya juga tidak tahu." Aura cemberut, menggembungkan pipinya yang sontak mendapat kekehan kecil dari sang sopir.
"Ish! Bapak, kok, malah tertawa?"
"Lucu saja. Teringat saya sekolah dulu. Ngomong-ngomong, ingin melewati jalan pintas, Nona? Saya rasa akan lebih cepat sampai dibandingkan menaiki taxi." Aura mengerjapkan matanya beberapa kali, seulas senyum terbit di bibir mungilnya.
"Memangnya ada, Pak?" Sopir taxi memalingkan wajahnya ke jendela mobil, tangan kanannya terangkat menujuk sebuah jalan setapak di seberang jalan.
"Lihat jalan itu, Nona? Jalan itu membuatmu lebih cepat sampai karena melewati belakang gedung sekolah dibandingkan harus menaiki taxi dan melewati beberapa tikungan."
"Astaga! Aura baru tahu!" Aura merekahkan senyum lega. Setidaknya masih ada harapan untuk dirinya sampai tepat waktu ke sekolah. Aura kembali menyalakan ponselnya. Pukul 06.53.
"Akan tetapi, area itu sering digunakan seb--"
"Terima kasih, Pak!" Belum sempat sopir taxi menyelesaikan ucapannya, Aura lebih dulu beranjak membuka pintu mobil sembari memberikan uang kepada sang sopir.
"Hei, Nona! Hati-hati!" Aura yang sudah berjalan beberapa langkah kembali berbalik menatap sang sopir. Aura tersenyum, mengacungkan dua jempolnya di depan dada.
"Siap!" Sopir taxi menggelengkan kepalanya heran, menatap punggung mungil Aura yang semakin menjauh ditelan jarak. Ah, sudahlah. Semoga Dewi Nepthuna sedang berpihak pada gadis itu.
***
"Harusnya aku yang di sa--" Hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai di belakang gedung area sekolahnya, Aura sontak menghentikan gumaman lagunya tatkala menatap segerombolan anak Harapan tengah menyesap sebatang rokok di warung kecil pinggir jalan tersebut.
Aura meraba logo SMA Pelita Bangsa pada lengan atasnya. Akankah anak Harapan itu akan mengganggunya? Mengingat SMA Harapan Bangsa kalah telak pada Rajawali Football Championship bulan lalu.
Ah, sudahlah. Aura membuang jauh segala pikiran negatif dari otaknya. Dengan segera kembali melangkahkan kakinya sembari memegang tali ranselnya lebih erat. Ah, tidak bisa dipungkiri. Aura merasakan degup jantungnya berdetak abnormal saat ini.
"Wah! Jarang sekali ada anak Pelita melewati jalan ini." Siulan pertama berhasil ditangkap oleh indra pendengarannya, Aura bergegas lebih cepat.
Dug!
"Argh!" Aura mengusap dahinya yang berdenyut menabrak dada bidang salah satu anak Harapan. Kurang ajar! Berani sekali dia menarik ransel dan modus memeluknya?
"Cantik." Aura menatap tajam ketika satu kata lolos dari bibir cowok di hadapannya. "Mau jadi pacar gue?"
"Dasar genit!" Aura mendorong bahu cowok bertindik di hadapannya dengan kasar. Aura dengan cepat berbalik, berniat melarikan diri.
"Nama gue Kris. Jangan pernah berpikir bisa lari dari genggaman gue!"
"Argh! Sakit!" Belum sempat Aura melangkah sedikit pun, lengannya sudah digenggam sangat kuat oleh Kris. Aura meringis, tangan kirinya yang bebas berusaha menyingkirkan tangan kekar milik Kris. Alih-alih berhasil, Kris justru menguatkan genggamannya.
"Sakit," lirih Aura masih berusaha menyingkirkan tangan Kris. Kris tersenyum miring, tangan kanannya yang menganggur naik mengusap bibir mungil milik Aura.
"Manis." Satu kata kembali lolos dari bibir Kris membuat kelima temannya yang masih berduduk santai bersiul menggoda. Permainan baru saja akan dimulai!
"Lepasin! Aura janji akan beri kamu cokelat Silverqueen kalau kamu biarin Aura pergi." Kris dan kelima temannya sontak tertawa terbahak-bahak. Hei, mana mungkin melepaskan sandera begitu saja hanya dengan sebatang cokelat? Kris memalingkan wajahnya sejenak, tangan kanannya terulur menyelipkan beberapa helai rambut Aura ke belakang telinga.
"Basi!"
"Kepala Aura pusing," lirih Aura menatap Kris takut-takut, ia memasang wajah memelas. Kris melepaskan genggamannya, ia memajukan badannya untuk meneliti wajah Aura lebih dekat.
"Lo bohong!" Aura sontak jatuh terduduk ketika Kris semakin memajukan badannya lebih dekat.
"Kenapa aktingku nggak berhasil, sih?" Gadis bersurai legam itu menggumam sebal, cemberut.
"Lo bilang apa?!" Kris berjongkok, menarik dagu Aura kasar membuat gadis bersurai legam itu mau tak mau kembali menatap Kris.
"A-aura ...." Kris kembali mengusap bibir Aura dengan lembut, tangan kirinya dengan cepat mengunci kedua tangan Aura lebih kuat. Aura menegang, bibirnya sudah bergetar menahan takut.
"J-jangan!" Aura memberontak, berusaha melepaskan genggaman Kris. Kris semakin mendekatkan wajahnya membuat kelima temannya bersiul gembira. Aura menggelengkan kepalanya kuat-kuat, semakin berusaha memberontak melepaskan diri.
Wajah Kris semakin dekat membuat dada Aura bergemuruh tak karuan. Aura memejamkan mata ketika merasakan hembusan napas Kris semakin hangat di wajahnya.
Kris tersenyum miring.
Bugh!
***
Main tebak-tebakan, yuk! Nanti kalau banyak yang jawabannya benar, aku update cepet❤
Apa arti dari nama Aura?
A. Berlian
B. Emas
C. Kristal
D. WibawaHayuk!❤
KAMU SEDANG MEMBACA
[✅] WITH YOU
Teen Fiction[NEW VERSION || COMPLETED] [SCHOOL | FRIENDZONE] Rate: (13+) Kepada kamu. Seseorang yang berhasil membuatku jatuh terlalu dalam. Menyisakan ruang sesak yang perlahan menggerogoti jiwa dan raga. Bagaimana aku sebodoh itu? Mencintaimu yang justru sika...