[29] PLEASE, JANGAN PERGI

1.1K 46 22
                                    

"Jika hadirmu menjadi candu lantas mengapa hadirku menjadi pengganggu bagimu?"


Drrt ... drrt

Baru saja Delon menginjakkan kakinya di halaman depan rumah, getaran ponselnya sudah mengalihkan perhatiannya. Dengan wajah tertekuk lesu, Delon dengan segera meraih benda pipih tersebut. Nama "Vany si Miss Kepo" terpampang jelas di layar ponselnya. Delon sontak berdecak, untuk apa Vany menghubunginya pada siang hari ini?

"Delon, lo di mana?!" Delon sontak menjauhkan ponselnya saat telinganya nyaris berdengung karena teriakan cempreng milik Vany. Delon berdecak sebal, kembali mendekatkan ponselnya ke telinga. Tanpa salam sedikit pun, Vany sudah menginterogasi dirinya seakan-akan kabur dari penjara. Penjara Pulau Kapuk.

"Rumah," jawab Delon seraya menuju motor sport-nya yang terparkir di halaman rumah. Namun, langkahnya terhenti tatkala menatap sebuah amplop berwarna pink pastel tergeletak di atas jok motornya. Delon mengernyit. Amplop apa ini?

"Delon, ini gila! Barusan gue ditelpon bang Bara kalau Aura mau pergi ke Semarang hari ini!" Di seberang telepon, Vany memekik histeris sembari menggigit bantalnya.

"Dan dia nitipin surat buat lo." Vany berujar lemah, menahan isak tangisnya yang mendesak keluar. Delon menatap surat yang berada di genggamannya lamat-lamat. Jadi, ini surat dari Aura?

"Jangan bercanda, Van." Delon berusaha mneyangkal pernyataan Vany dengan santai.

"Lo pikir gue ini bercanda, hah? Ini serius, Delon! Kalau enggak salah, mungkin sekitar lima belas menit lagi Aura akan ber--"

Delon secara refleks mematikan sambungan teleponnya. Tanpa pikir panjang langsung menyimpan amplop yang berada di genggamannya ke dalam saku celana, kemudian memasang helm full face dan menghidupkan mesin motornya untuk melaju meninggalkan pekarangan rumah.

***

"Tunggu, Ra!" Aura menoleh, menatap Bara yang menahan lengannya secara tiba-tiba. Bara mengembuskan napasnya yang terasa berat, kemudian mengikis jaraknya dengan Aura.

Aura mengerjap kaget bahkan sesaat menahan napas saat aroma mint begitu tercium dari leher cowok itu. Aura meremat roknya kuat-kuat, tanpa bisa dicegah air matanya menetes begitu saja. Mampukah? Mampukah Aura berada jauh dari sahabat dan orang-orang yang disayanginya?

Aura harus meninggalkan Delon yang membuat hari-harinya menyebalkan sekaligus rindu. Meninggalkan Bara yang telah kembali untuk melukiskan pelangi dalam hujannya. Meninggalkan Vany yang kadangkala cerewet dan mengingatkannya untuk mengerjakan tugas. Dan meninggalkan semua kenangannya di Jakarta beserta memori-memori menyakitkan. Mampukah? Mampukah jika harus meninggalkan itu semua?

"Selesai." Bara tersenyum tipis, merapikan helaian rambut Aura ke belakang telinga sebagai pemanis akhir. Aura menatap Bara sesaat, kemudian meraba rambutnya yang sudah terkepang rapi. Aura mengeryit, ia menyampingkan rambutnya yang terasa janggal.

"Ini 'kan ...." Mata Aura kembali memanas. Ia mendongak menatap Bara yang masih mempertahankan senyum manisnya. Aura dengan cepat menghamburkan diri ke dalam pelukan Bara, menyembunyikan wajahnya di balik dada bidang itu.

Bara kembali tersenyum, mengusap surai legam Aura dengan lembut. "Gue cuma mau ngembaliin milik lo. Kenapa jadi mewek gini?" Bara berujar heran, ia hanya mengikatkan pita biru milik Aura yang terjatuh pada pertemuan pertamanya dulu. Apa ada yang salah? Alih-alih menjawab, Aura justru mengeratkan pelukannya.

[✅] WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang