[11] DELON MESUM

1K 87 7
                                    

Sang bagaskara dengan anggunnya menyeruak indah, menyinari sebuah ruangan bercat pink pastel di mana seorang gadis tengah tertidur lelap dengan selimutnya. Bu Mala mengguncang lengan putrinya, berniat membangunkan.

"Bangun, Sayang. Sudah jam enam." Masih hening. Gadis itu masih tertidur dengan deru napasnya yang teratur.

Bu Mala menggelengkan kepalanya heran. Kenapa anaknya ini susah sekali untuk bangun? Padahal sewaktu dia kecil, dirinya tak sebandel ini. Selalu bangun tepat waktu.

"Bangun. Ada Delon yang nungguin kamu." Bu Mala semakin mengguncang lengan putrinya membuat Aura menggumam lirih, merasa terusik.

"Suruh pulang aja, Ma." Aura menggeliat pelan seraya menarik selimutnya lebih tinggi. Enggan untuk bangun.

Bersandar pada bingkai pintu kamar Aura, Delon menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Sedari tadi dirinya menunggu Aura untuk berangkat sekolah bersama.

"Biar saya saja, Tante." Bu Mala menoleh, mengangguk, memutuskan pergi ke dapur. Meninggalkan Delon yang akan membangunkan Putri Tidurnya itu. Delon mendekat, mendudukan tubuhnya di tepi ranjang, menarik selimut yang menutupi tubuh Aura dengan kasar.

"Bangun!" Alih-alih bangun, Aura justru mengubah posisi tidurnya, membelakangi Delon.

"Uhm ... lima menit lagi." Delon berdecak, menatap Aura kesal.

"Cepetan bangun. Bandel banget, sih? Mau berapa lama lagi lo tidur, heh?!"

Eh? Kenapa Aura seperti mendengar suara Delon sepagi ini? Apa dia sedang bermimpi? Menikmati bunga tidur? Tidak mungkin. Suara itu terasa nyata. Benar-benar nyata dan dia dengar.

Aura memutuskan bangun, mengerjapkan matanya beberapa kali. Menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. Samar-samar dia melihat bayangan seorang lelaki. Matanya membulat sempurna ketika menyadari lelaki itu adalah Delon, tengah duduk di tepi ranjang.

"Ng-ngapain kamu di sini?" tanyanya sedikit gugup.

"Lo lupa? Atau pura-pura lupa? Kita 'kan tidur bareng semalam." Delon tersenyum menyeringai.
Oke. Mungkin menjahili Aura sepagi ini adalah hal yang menyenangkan sekaligus sebagai balasan karena Aura membuat Delon menunggu terlalu lama.

Mendengar perkataan yang dilontarkan Delon barusan membuat Aura terkesiap seketika. Wajahnya pias dan otaknya tidak bisa berpikir jernih kali ini. Aura menatap Delon takut.

"Jangan bercanda, Delon. Nggak lucu!" Delon menggelengkan kepalanya bahwa dia tak bercanda dengan ucapannya barusan.

"Gue serius, lho. Bukannya terakhir kali lo tidur di pangkuan gue, hm?" Delon berucap sedramatis mungkin.
Aura terdiam sejenak. Memang benar, seingatnya Aura tertidur di pangkuan Delon. Delon membuatnya nyaman, nyaris seperti guling yang selalu dia dekap ketika hendak tidur. Aura berusaha berpikir dengan logika, tetapi apa iya Aura tidur dari sore hingga kembali pagi?

"Ish! Nggak mungkin. Jangan bercanda, Delon. Jangan mengatakan sesuatu yang tidak selaras dengan kenyataan. Kata Pak Sodik itu dosa." Aura berusaha mengelak dengan membawa nama guru Agamanya di perdebatan kali ini. Delon bersedekap dada, menatap Aura intens.

"Oh, iya? Bisa jelaskan dalilnya?"
Aura mencebik, tetapi tetap menurut.

"Dalam Surah Al-Isra ayat 36, Allah Swt. berfirman, 'Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.'"

"Bohong bukan hanya merugikan diri sendiri dan orang lain, namun juga membuat pelakunya berdosa dan akan dimintai pertanggungan jawabannya ketika akhirat nanti."

Delon tertawa, menyentil hidung Aura dengan gemas.

"Iya, Ustadzah Aura. Maafin gue, ya? Gue itu sayang sama lo. Dan tugas gue menjaga, bukan merusak harga diri seorang wanita."

Aura mengerjap polos, menelan salivanya kasar. Kata-kata yang diucapkan Delon sontak membuatnya terpaku.

"Kok melamun, sih? Mau tidur beneran bareng gue?" Delon cengengesan, tatapannya menyelidik.

"Hah? Nggak. Aura nggak mau tidur bareng kamu!" Aura berdecak, memukul Delon dengan gulingnya.

"Ya, udah sana mandi. Atau ... mau gue mandikan, hm?" Lagi, Delon kembali menggoda, mengerlingkan sebelah matanya membuat Aura bergidik ngeri.

"Dasar mesum!"

Cepat-cepat Aura menyibak selimutnya, turun dari ranjang, mengambil handuknya lantas masuk ke kamar mandi.

***

Latihan basket di mulai dari hari ini, tidak menunggu besok ataupun lusa. Seperti yang disepakati kemarin, latihan dilaksanakan tiga hari dalam seminggu.

Hal itu juga yang membuat Delon tidak bisa melaksanakan rutinitas pulang sekolahnya, mengantar Aura pulang. Aura tidak mempermasalahkan itu. Toh, baginya Delon berhak mempunyai kesibukannya sendiri. Tidak harus berkutat dengan dirinya.

Aura merapikan poninya yang sedikit berantakan tertiup angin. Kini dirinya berada di halte, menunggu angkutan umum yang lewat. Sudah lama dirinya tidak naik angkutan umum, lupa sensasinya.

Getaran ponsel di saku roknya sontak mengalihkan perhatiannya. Aura mendengkus, dengan segera meraih ponselnya yang menampilkan satu notifikasi chat masuk dari nomor tak dikenal.

082xxx
Temui gue di cafè dekat SMA Harapan.
Tertanda: Vanesa.

Aura mengernyitkan dahinya bingung. Vanesa? Bagaimana bisa Vanesa mendapatkan nomornya? Dan mengapa mengajaknya bertemu? Ada hal pentingkah yang harus dibicarakan empat mata?

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul di pikirannya harus Aura simpan terlebih dahulu, sudah ada angkutan berwarna biru yang mendekat, mempersilakan Aura untuk menaikinya.

Aura tersenyum, menyimpan kembali ponselnya. Dengan segera menaiki angkutan tersebut, melaju meninggalkan SMA Pelita Bangsa.

***

Sumber dalil: Google.

Kejutan, babeh! Happy sunday! Ah, pasti nggak nyangka, ya, bakalan up hari ini?

Authornya lagi badmood gegara mikirin alur cerita baru, tapi nggak nemu-nemu, nih. Astaghfirullah😭

Ada yang mau request mungkin?

Atau ngasih rekomend lagu gitu?😭

Eh, eh, vote + komennya udah belum?

[✅] WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang